Hari ini menjelang akhir minggu ketiga Diklat Teknis Substantif Dasar Pajak II (dtsdp2). Beberapa materi sudah selesai dibahas, yaitu Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jenderal Pajak (Tupoksi), Pengantar Hukum Pajak (PHP), Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Bea Meterai (BM), dan Penagihan Pajak (PP). 3 dari materi-materi tersebut sudah diujikan, yaitu Tupoksi, PHP, dan KUP.
Masuk jam 7 pagi sampai jam 5 petang. Istirahat yang dijadwalkan hanya 15 menit pada pukul 10:15, 1 jam pada pukul 12:00, dan 15 menit pada pukul 15:15. Aku merasa jadwal yang diberikan terlalu padat. Kadang aku merasa materi-materi yang diberikan seperti dipaksakan untuk selesai sekedar untuk mengejar waktu yang tersedia.
Hal ini terasa sekali saat materi tentang PPh. Beberapa kali aku merasa tertinggal dalam pembahasan terutama untuk bagian-bagian dengan istilah-istilah akuntansi yang tidak aku mengerti. Pada waktu-waktu seperti ini, banyak hal yang terpaksa aku acuhkan agar aku bisa terus mengikuti pembahasan yang diberikan pengajar di depan.
Rasa bosan juga berperan besar membuat aku tertinggal dalam pembahasan. Rasa bosan ini muncul saat pembahasan materi berjalan tanpa variasi. Saya berterima kasih pada pengajar yang membuat variasi metode pengajaran dengan memperbanyak diskusi kelompok. Selain itu, bukan saya bermaksud untuk tidak disiplin, saya pun berterima kasih pada pengajar yang berkenan menambah waktu istirahat. :)
Kadang timbul pertanyaan dalam diriku. Kenapa jadwal diklat ini sangat padat? Aku yakin beberapa pengajar juga merasa waktu yang mereka miliki untuk mengajarkan materi mereka sangat minim. Aku pribadi berpikir lebih baik jangka waktu diklat ini diperpanjang menjadi 12 minggu atau lebih. Intinya agar pengajar tidak perlu tergesa-gesa mengajar materinya. Selain itu peserta pun punya lebih banyak waktu untuk memperdalam materi yang diberikan.
Sampai saat ini aku berpikir alasan memilih 8 minggu untuk jangka waktu diklat karena ingin menyegerakan persiapan calon pegawai siap pakai. Direktorat Jenderal Pajak memang sangat membutuhkan tambahan pegawai. Hal ini terlihat jelas dengan jumlah calon pegawai lebih dari 1.200 orang. Alasan lain mungkin terkait dengan alokasi dana untuk diklat. Biaya pengajar, biaya konsumsi, dan biaya lainnya tentu membengkak karena harus melatih lebih dari 1.200 calon pegawai. :)
Terlepas dari itu semua, aku BOSAN! :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar