Senin, 15 Maret 2010

Rapuhnya Konsep "Saya Adalah Saya"

2 opini
"Saya adalah saya" merupakan konsep kepribadian yang mencerminkan pribadi yang tidak mudah terpengaruh dan tidak mudah tergoyahkan. Pribadi yang menegaskan kepada dirinya bahwa "saya adalah saya" merupakan pribadi yang ingin menegaskan keteguhan hatinya. Pribadi seperti ini akan terlihat kokoh dan memiliki hati yang teguh.

"Saya adalah saya" merupakan ciri kepribadian seseorang yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya dengan mudah. Entah itu trend terbaru, perkataan atau sikap orang-orang di sekelilingnya, kebiasaan sosial di tempat dia berada, atau apa pun pengaruh eksternal diri orang itu akan dengan mudah ditolaknya. Orang seperti ini dapat hidup di tengah masyarakat hanya dengan modal kepercayaan dirinya.

Lalu bagian mana yang rapuh dari kepribadian yang kokoh ini?

Dari penjelasan di atas dapat dengan mudah kita lihat bahwa keteguhan yang ada dalam konsep "saya adalah saya" itu tidak jauh berbeda dengan KEANGKUHAN. Seseorang yang merasa dapat hidup dengan cara hidupnya sendiri itu tidak jauh berbeda dengan orang yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Keteguhan orang ini dalam mempertahankan pendapatnya bisa jadi merupakan bentuk kebebalan yang sulit untuk diobati.

Saat seseorang hanya mau mendengarkan dirinya sendiri, dia memperkecil (atau bahkan menutup) kemungkinan masuknya informasi lain yang sebenarnya penting bagi dirinya. Informasi lain ini bisa saja merupakan informasi yang benar yang dia perlukan untuk mengambil keputusan dan sikap. Dengan menutup dirinya dari saran dan masukan, orang ini secara otomatis telah memperbesar peluang dirinya untuk membuat kesalahan dan mencapai kegagalan dalam keputusan-keputusannya.

Hidup dalam kesendirian di tengah-tengah masyarakat adalah hal yang tidak tepat untuk dilakukan. Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial karena mereka saling membutuhkan. Saat seseorang menegaskan bahwa dia dapat hidup sesuai kemauan dirinya sendiri, dia harus hidup di sebuah hutan yang jauh dari interaksi sosial dengan manusia. Orang seperti ini mungkin cocok untuk hidup bersama hewan-hewan yang memang merupakan makhluk yang tidak terlalu kenal kompromi dan hidup hanya berdasarkan kebutuhan diri mereka sendiri.

Mungkin masih banyak lagi kerapuhan yang dapat diperlihatkan di balik kokohnya konsep "saya adalah saya", namun penjelasan di atas sepertinya cukup untuk memperlihatkan bobroknya konsep tersebut. Kalau kita ingin mengambil perumpamaan, "saya adalah saya" itu ibarat pohon besar yang berdiri tegak. Pohon ini mungkin dapat bertahan dari terpaan angin yang kuat. Sayangnya saat diterpa badai yang benar-benar dahsyat, batang pohon ini akan patah dan pohon ini akan ambruk untuk selamanya.

Bila kita bandingkan dengan bambu yang memiliki batang yang lentur, badai yang dapat menumbangkan pohon besar tadi belum tentu mampu menumbangkan bambu ini. Bambu ini tidak perlu mencurahkan tenaganya untuk menahan batangnya. Fleksibilitas yang dimiliki batang bambu mampu mengatur arah gerakan batangnya agar tidak mudah dipatahkan oleh terpaan angin yang kuat. Setelah badai berlalu, berbanding terbalik dengan pohon besar tadi, bambu ini dapat kembali berdiri seperti sedia kala.

Konsep "saya adalah saya" pada dasarnya adalah sebuah konsep yang kaku. Kekakuan yang ada dalam konsep ini yang membuatnya menjadi rapuh dan rawan tumbang. Kekakuan yang sama membuat orang-orang dengan kepribadian seperti ini terlihat angkuh. Semua itu didasari oleh pemaksaan pendapat pribadi tanpa melihat kondisi lingkungan di sekitarnya.

Pada kenyataannya konsep "saya adalah saya" bukanlah konsep yang buruk. Banyak orang yang menerapkan konsep ini dalam hidup mereka dan tidak berujung menjadi pohon besar yang tumbang. Kunci dalam keberhasilan penerapan konsep ini ada pada lokasi (di mana) dan waktu (kapan) yang tepat.

Fleksibilitas saja memang tidak cukup untuk membentuk karakter seseorang. Oleh karena itu setiap orang membutuhkan kekakuan yang cukup agar dirinya tidak terombang-ambing. Seseorang perlu membuka diri terhadap pendapat dari orang lain seraya menjaga pendapatnya sendiri. Dengan demikian orang itu dapat menjaga bentuk kepribadiannya seraya mendapat masukan untuk memoles kepribadiannya ke arah yang lebih baik. Sama seperti bambu, batang boleh lentur tapi akar tetap menancap kuat ke bumi.

Kepedulian dan toleransi merupakan kunci yang diperlukan untuk membentuk fleksibilitas yang memadai. Saat seseorang mencoba beradaptasi dengan kondisi di sekitarnya, dia sedang mencari bentuk fleksibilitas yang sesuai dengan kepribadiannya. Tanpa ada kepedulian dan toleransi dalam diri seseorang, kombinasi yang tepat antara fleksibilitas dan keteguhan tidak akan pernah terbentuk.

Dampak buruk dari konsep ini akan membengkak saat orang yang menerapkannya adalah orang yang belum berpikiran matang atau masih dalam tahap mencari bentuk kepribadiannya sendiri. Orang-orang seperti ini justru membutuhkan banyak masukan untuk menemukan bentuk kepribadian yang diterima oleh dirinya dan oleh lingkungannya. Konsep "saya adalah saya" adalah konsep yang kuat bila diramu dengan cara yang tepat. Penerapan konsep ini secara blak-blakan hanya akan berujung pada pribadi yang angkuh dan rentan terhadap kesalahan.

--
Versi PDF: http://asyafrudin.blogspot.com/2010/03/rapuhnya-konsep-saya-adalah-saya.html

Rabu, 03 Maret 2010

Hidup Bersama Gejala Tipus

0 opini
Februari 2010 adalah bulan paling "menyakitkan" dalam hidup saya sampai saat tulisan ini dibuat. Saya sebut "menyakitkan" karena pada bulan itu saya menghabiskan 17 hari untuk beristirahat akibat sakit. Kronologisnya agak panjang karena gejala pertama dimulai pada hari Jumat, 29 Januari 2010.

Pada hari Jumat itu, saya merasakan suhu badan meningkat secara signifikan. Namun saya masih bisa bertahan di kantor hingga akhir jam kerja (jam 5 sore). Rasa tidak enak badan itu terus bertahan hingga Senin, 1 Februari 2010. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak masuk kerja dan beristirahat dengan harapan kondisi badan akan membaik.

Selasa, 2 Februari 2010, kondisi badan tetap tidak membaik. Saya memutuskan untuk berobat ke dokter umum di RS Qadr (Tangerang). Setelah melakukan tes darah, dokter menyimpulkan bahwa saya terkena gejala tipus. Saya diminta istirahat selama 3 hari hingga hari Kamis, 4 Februari 2010. Alhamdulillah hari Jumat, 5 Februari 2010, saya sudah bisa bekerja kembali. Sayangnya saya masih merasa kondisi badan belum sepenuhnya membaik. Akhirnya Jumat malam saya memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis penyakit dalam di RS Harapan Bunda (Pasar Rebo).

Dokter spesialis penyakit dalam meresepkan beberapa obat yang perlu saya minum dan meminta saya untuk beristirahat selama 10 hari. Akhirnya saya memulai istirahat di rumah dari tanggal 9 Februari 2010 hingga 18 Februari 2010. Jumat, 19 Februari 2010, saya kembali masuk kerja. Saya masih merasa kondisi badan saya belum membaik 100%. Jumat malam saya kembali mengunjungi dokter spesialis penyakit dalam yang sama di RS Harapan Bunda. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter kembali menyarankan istirahat di rumah selama 10 hari atau rawat inap selama lebih kurang 5 hari.

Terselip sedikit rasa tidak nyaman di hati saat saya harus lagi-lagi meminta ijin tidak masuk kantor karena sakit dengan jumlah hari yang tidak sedikit. Saya pikir kalau memang saya perlu beristirahat selama 10 hari, sebaiknya saya memilih rawat inap agar pengobatan saya bisa optimal. Harapan saya tentunya dengan rawat inap itu penyakit saya bisa sembuh total.

Akhirnya saya merencanakan memulai rawat inap pada hari Jumat, 26 Februari 2010. Saya sengaja memilih long weekend itu untuk menghemat jumlah hari ijin dari kantor. Kenyataannya pada hari Kamis, 25 Februari 2010, suhu badan saya lagi-lagi meningkat. Kamis malam saya sudah berobat lagi ke dokter. Kali ini saya berobat ke bagian Gawat Darurat di RS Omni International.

Setelah dipastikan saya terkena gejala tipus lewat hasil laboratorium. Dokter jaga di bagian Gawat Darurat malah menyarankan saya rawat jalan saja dulu. Namun setelah dokter itu mengetahui apa yang saya paparkan di atas, akhirnya dokter jaga itu merujuk saya ke bagian rawat inap agar dapat diperiksa lebih lanjut. Bisa jadi penyebab turunnya kondisi badan saya bukan disebabkan oleh gejala tipus. Pada saat itu, kata "tuberculosis" sempat terbersit dalam pikiran saya. Saya baru sadar bahwa sejak tanggal 29 Januari itu saya mengidap batuk yang tidak pernah benar-benar sembuh. Kamis, 25 Februari, itu pun suhu badan saya meningkat seiring dengan kambuhnya batuk.

5 hari saya dirawat di RS Omni International terhitung dari tanggal 26 Februari 2010 hingga tanggal 2 Maret 2010. Infus dipasang di tangan kiri saya mulai masuk sampai keluar dari rawat inap. Antibiotik disuntikan langsung melalui selang infus. Hasil rontgen thorax tidak menunjukan gejala-gejala yang negatif. Itu artinya saya tidak mengidap tuberculosis atau penyakit pernapasan lainnya.

Pada awalnya saya hanya diperiksa oleh dokter spesialis penyakit dalam. Setelah beberapa hari saya mengadukan masalah batuk dan pilek yang tidak kunjung sembuh. Akhirnya saya dirujuk ke dokter spesialis THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Dokter spesialis THT menemukan ada produksi lendir di bagian hidung yang menyebabkan benjolan-benjolan di bagian tenggorokan sehingga bagian tenggorokan pun ikut memproduksi lendir. Produksi lendir di bagian tenggorokan itu yang menyebabkan batuk.

Akhirnya saya harus meminum obat yang diresepkan oleh kedua dokter tersebut. Alhamdulillah obat-obat tersebut tepat guna. Saya merasa batuk dan pilek saya berkurang dan kondisi tubuh berangsur-angsur membaik. Rujukan ke dokter spesialis THT merupakan langkah yang tepat. Tanpa analisa dari dokter spesialis THT itu, masalah batuk dan pilek saya pasti akan terus ada sampai rawat inap saya selesai.

Hari ini, Rabu, 3 Maret 2010, saya sudah keluar dari rawat inap, membawa banyak obat-obatan, dan sedang menjalani jumlah hari rawat tambahan yang diberikan dokter sampai akhir minggu ini. Semoga saja minggu depan kondisi saya sudah sehat kembali dan saya tidak perlu lagi meminta ijin dari kantor akibat sakit dengan jumlah hari yang tidak sedikit.