Gladi Resik Wisuda UI
Berbeda dengan acara Wisuda Fakultas Ilmu Komputer (Fasilkom), acara Wisuda Universitas Indonesia (UI) terbagi menjadi dua hari, yaitu satu hari untuk gladi resik dan satu hari untuk acara wisuda terkait. Inti dari acara gladi resik adalah berfoto bersama dekan masing-masing fakultas dan rektor. Memang benar dalam gladi resik itu dijelaskan prosesi acara wisuda yang sebenarnya. Masing-masing wisudawan dan wisudawati pun ikut berpartisipasi dalam gladi resik itu; bukan hanya sebagai penonton. Walaupun begitu, saya pribadi merasa kalaupun saya tidak mengikuti gladi resik, saya tidak akan mengalami kesulitan sama sekali mengikuti acara wisuda.
Berdiri untuk Menyanyikan Lagu Indonesia Raya |
Intinya tetap pada foto bersama rektor dan dekan. Sesi foto itu dilakukan setelah gladi resik selesai. Panggilan untuk foto dilakukan per fakultas. Setiap wisudawan dan wisudawati dari fakultas yang dipanggil akan berbaris untuk bergiliran mengambil foto bersama rektor dan dekan. Fasilkom mendapatkan giliran kedua dari akhir untuk pengambilan foto tersebut. Akibatnya saya dan teman-teman saya harus menunggu sekitar dua jam untuk berfoto bersama rektor dan dekan.
Berbaris untuk Foto Bersama Rektor dan Dekan |
Wisuda UI
Pasca gladi resik, pikiran saya langsung tertuju pada acara Wisuda UI. Seperti halnya saat Wisuda Fasilkom, saya pun berangkat sepagi mungkin untuk menghindari kemacetan. Lalu lintas memang tidak macet karena Wisuda UI digelar pada hari Sabtu. Kemacetan yang saya hindari adalah kemacetan di dalam lingkungan UI karena sudah pasti akan ada banyak orang yang membawa mobil untuk menghadiri acara wisuda tersebut.
Tidak Lupa Ambil Konsumsi |
Menunggu Diarak ke Dalam Balairung |
Tempat Duduk Rektor dan Para Dekan |
Bagian Atas-Kiri Balairung |
Bapak Sudibyo dan Pasukannya |
Rektor dan Para Dekan Meninggalkan Balairung |
Dari keseluruhan acara wisuda yang saya ikuti, Wisuda UI terasa lebih hambar bila dibandingkan dengan Wisuda Fasilkom. Nuansa keakraban yang dirasakan di Wisuda Fasilkom jelas kurang terasa di Wisuda UI. Apalagi selama mengikuti acara wisuda, saya lebih banyak duduk diam. Alhasil tidak ada kesan yang istimewa bagi saya saat mengikuti Wisuda UI.
Sedikit berbeda dengan teman saya yang bernama Anton (bukan nama panggilan sebenarnya). Anton sempat bercerita bahwa masuk ke Balairung sebagai wisudawan itu memberikan kebanggaan tersendiri baginya. Hal itu adalah sesuatu yang dia nantikan sejak dia kuliah dan pada akhirnya memiliki andil dalam memacu semangatnya untuk segera lulus kuliah. Saya bisa memahami rasa bangga yang dimaksud Anton, tapi saya sendiri tidak berpikir sejauh itu. Apa mungkin karena saya sudah terlalu sering melihat Balairung? Entahlah.
Wisuda Fasilkom vs. Wisuda UI
Kalau saya harus memilih, misalnya karena dana untuk wisuda terbatas, saya tentu akan memilih Wisuda Fasilkom. Hanya saja saya harus bisa mencari toga pinjaman karena Panitia Wisuda Fasilkom memang tidak menyediakan toga. Mencari toga pinjaman itu tidak mudah karena hanya sedikit alumni yang kita kenal dan ukuran toganya belum tentu sesuai dengan badan kita. Salah satu teman saya yang bernama Aryo berhasil mendapat toga pinjaman dengan ukuran yang sesuai, tapi warna tali di topi toganya ternyata berbeda. Sebegitu malasnya saya mencari toga pinjaman sampai saya sendiri memutuskan untuk ikut Wisuda UI justru karena Panitia Wisuda UI memang menyediakan toga. Dengan begitu, saya tidak perlu repot untuk mencari pinjaman toga untuk mengikuti Wisuda Fasilkom.
Selain urusan toga, alasan lain yang membuat saya ikut Wisuda UI adalah kesempatan untuk berfoto bersama rektor di Balairung. Kapan lagi saya mendapat kesempatan untuk berfoto bersama rektor? Untuk foto bersama dekan, saya bisa mendapatkannya di Wisuda Fasilkom, tapi foto bersama rektor bisa jadi merupakan kesempatan sekali seumur hidup. Bagi saya, kesempatan ini adalah kesempatan yang sebaiknya tidak saya lewatkan.
Pada akhirnya, Wisuda UI pun memiliki daya tariknya sendiri. Wisuda Fasilkom memang lebih akrab dan berkesan, tapi bukan berarti Wisuda UI tidak meninggalkan kesan sama sekali. Masing-masing acara wisuda memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Satu hal yang sama di antara kedua acara wisuda tersebut adalah keduanya sama-sama melelahkan dan berpotensi mendatangkan rasa bosan yang akut. Walaupun begitu, saya tetap bersyukur karena saya memiliki dana dan waktu yang cukup serta pasangan hidup yang bersedia merasakan lelah dan bosan untuk menemani saya di kedua acara wisuda tersebut.