Game Over oleh Freepik |
Sambungan dari Tanpa Gim, Tanpa Proyek (1).
Pilihan untuk berhenti mengerjakan proyek pribadi tidak langsung diterima oleh anak-anak saya. Mereka masih mencoba mengikuti kemauan saya agar mereka terus mengerjakan proyek yang sudah disepakati sebelumnya. Hal-hal seperti membangun keterampilan, memperluas wawasan, atau mengisi waktu luang dengan hal yang bermanfaat dijadikan alasan untuk terus mengerjakan proyek. Tapi, apa yang terucap sudah tidak lagi terlihat. Cara mereka mengerjakan proyek pribadi mereka sudah jelas menunjukkan bahwa mereka tidak lagi bersemangat. Sangat jelas terlihat bahwa mereka melakukan itu hanya demi main gim setiap hari. Kesimpulannya, proyek pribadi tetap berhenti.
Seminggu setelah kesepakatan itu kami buat, saya tanyakan kembali kesan mereka setelah 1 minggu tidak mengerjakan proyek. Untungnya kami sudah terbiasa melakukan pertemuan keluarga setiap pekan. Jadi, waktu untuk melakukan evaluasi terhadap kesepakatan di dalam keluarga selalu tersedia. Di pertemuan keluarga itu, salah satu anak saya menyatakan bahwa tidak mengerjakan proyek itu "biasa saja." Saudaranya justru berkata, "enak." Walaupun mereka terlihat sungkan mengutarakan itu, tapi itu adalah ungkapan yang jujur. Saya terima jawaban mereka apa adanya.
Akhirnya kami sepakat untuk meniadakan proyek pribadi sampai waktu yang tidak ditentukan. Berhubung proyek pribadi sepaket dengan waktu main gim di hari kerja, tidak ada proyek berarti tidak ada waktu main gim di hari kerja. Akan tetapi, kesempatan untuk main gim di hari kerja itu masih saya buka. Syaratnya hanya 1, yaitu mereka harus meluangkan waktu untuk melakukan sesuatu yang ekstra. Argumen saya sederhana. Main gim di hari kerja itu, kan, ekstra dan untuk mendapatkan sesuatu yang ekstra, kita juga perlu upaya ekstra.
Secara tidak langsung, saya masih berharap mereka mengerjakan sesuatu di luar urusan akademis dan rutinitas sehari-hari mereka. Secara tidak langsung, saya masih berharap mereka mengerjakan proyek pribadi. Bedanya, kali ini saya memberikan kebebasan mutlak kepada mereka untuk memilih apa yang mau mereka kerjakan dan kapan mereka mengerjakannya. Hak dan kewajibannya sama, tapi tidak terlalu mengikat seperti sebelumnya.
Seminggu setelah kesepakatan itu dibuat, lagi-lagi di dalam pertemuan keluarga, saya evaluasi kembali "kebebasan" yang mereka dapatkan. Berhubung saya sesekali work from home (WFH), saya melihat sendiri bahwa mereka merasa lebih nyaman tanpa proyek. Walaupun tidak lagi bisa main gim setiap hari, hidup mereka tetap terlihat lebih santai. Saya sempatkan diri untuk menanyakan soal "upaya ekstra" mereka selama seminggu terakhir untuk melihat apakah ada yang akan main gim setiap hari di minggu berikutnya. Tidak ada satu pun yang melakukannya. Tapi, tidak ada satu pun yang terlihat menyesal, walaupun itu berarti hanya main gim di akhir pekan.
Sampai saat tulisan ini dibuat, kondisinya masih sama. Mereka hidup tanpa gim, tanpa proyek. Durasinya belum terlalu lama karena kondisi ini dimulai sejak awal Januari. Jadi, perubahannya baru berjalan selama 2 minggu. Mungkin minggu depan mereka berubah pikiran, mungkin sampai akhir tahun kondisinya akan tetap sama. Siapa yang tahu, kan? Satu hal yang pasti, sebelum mereka menemukan proyek yang mereka senang lakukan tanpa paksaan, sepertinya kondisi tanpa gim (di hari kerja) dan tanpa proyek ini lebih baik bagi mereka.