Gamer oleh Freepik |
Kemudahan akses, pengaruh lingkungan, dan pengaruh iklan membuat gim tidak pernah lepas dari pikiran anak-anak. Kalau bisa main gim 24/7, anak-anak pasti akan melakukannya. Kalau waktu main gim itu dibatasi, anak-anak mungkin saja merasa terkekang atau bahkan tertekan. Oleh karena itu, waktu main gim adalah sesuatu yang perlu diatur dengan baik di dalam keluarga agar kepuasan bermain dapat diperoleh anak-anak tanpa main gim secara berlebihan.
Di dalam keluarga saya, waktu main gim anak-anak sudah mengalami beberapa kali perubahan. Awalnya anak-anak saya hanya main gim di gawai saya dan mainnya hanya di akhir pekan. Setelah ada cukup uang untuk membeli gawai baru, anak-anak memiliki gawai bersama untuk dipakai main gim bergantian, tapi waktu mainnya tetap hanya di akhir pekan. Setelah mereka cukup besar untuk memiliki gawai sendiri, mereka bebas mengatur gim di gawai masing-masing, tapi waktu main gim mereka tetap hanya di akhir pekan.
Sayangnya anak-anak saya terlalu cerdas untuk menahan diri main gim hanya di akhir pekan. Mereka sering menemukan cara curang untuk bisa main gim di luar waktu yang ditentukan, yaitu di hari kerja. Saat kecurangan-kecurangan itu bermunculan, saya mencoba mengatasinya dengan menegur dan menutup semua celah yang terbongkar. Akan tetapi, cara seperti itu melelahkan. Siapa yang tidak lelah kucing-kucingan dengan anak sendiri? Mau kita sikapi dengan keras, kasihan. Mau kita biarkan, semakin liar. Betul, kan?
Akhirnya saya dan istri saya sepakat memberikan sedikit waktu bermain di hari kerja, yaitu dari pukul 16.00 s.d. pukul 17.30. Kami tawarkan pilihan itu kepada anak-anak kami dengan syarat mereka mau melakukan upaya ekstra, yaitu dengan mengerjakan proyek pribadi. Bagi kami, itu adalah solusi menang-menang. Mereka menang karena bisa main gim di luar akhir pekan. Kami menang karena bisa membiasakan mereka melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat dalam hidup mereka. Untungnya mereka setuju.
Waktu main gim tambahan itu berlaku untuk semua anak-anak saya, tapi proyek pribadi hanya dikerjakan oleh kedua anak remaja saya. Anak saya yang paling kecil tidak memiliki proyek pribadi. Waktunya sudah cukup banyak terpakai untuk mengerjakan bahasa di Duolingo dan Matematika di Khan Academy. Kedua anak remaja saya juga memiliki target harian menggunakan 2 aplikasi itu, tapi kecepatan mereka menyelesaikan target harian dan mengatur waktu jauh lebih baik daripada adik mereka. Jadi, tambahan urusan berupa proyek pribadi itu hanya berlaku untuk kedua anak remaja saya.
Saya juga jelaskan kepada kedua anak saya bahwa adanya proyek itu punya beberapa manfaat. Pertama, proyek pribadi membantu kita membangun keterampilan atau memperluas wawasan di luar rutinitas sehari-hari kita. Kedua, membuat diri kita menjadi lebih bermanfaat dengan menghasilkan sesuatu yang positif dalam hidup kita. Ketiga, yang paling pragmatis, membantu mengisi waktu luang agar waktu itu tidak berbalik menjerumuskan ke dalam hal-hal yang merusak hidup kita. Namanya juga remaja, kan?
Berhubung mereka tidak bisa memutuskan proyek sendiri, saya menyarankan 2 alternatif: membuat gim atau mengulas buku. Mereka sudah menulis beberapa ulasan yang dipublikasikan di blog pribadi mereka, tapi untuk pembuatan gim, mandek. Mereka berhasil membuat dengan meniru dan mengubah gim yang dibagikan oleh orang lain, tapi mereka terus saja kesulitan untuk membuat sesuatu yang benar-benar baru. Saya tidak bisa cerita terlalu banyak di sini. Satu hal yang pasti, belum ada gim buatan mereka yang mau mereka publikasikan.
Kesepakatan untuk bermain gim di hari kerja dan mengerjakan proyek pribadi itu berjalan lancar, tapi lama-lama rasa jenuh itu muncul dan terus menguat. Walaupun mereka sungkan mengakuinya, saya bisa pastikan motivasi mereka untuk mengerjakan proyek pribadi itu mulai sirna. Puncaknya ada di akhir tahun 2021, yaitu di masa liburan sekolah. Pada saat itu, saya akhirnya menawarkan pilihan bagi anak-anak saya untuk berhenti mengerjakan proyek.
Bersambung ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar