Bekerja pada sebuah instansi yang cabangnya tersebar di seluruh pelosok Indonesia, seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP), memberikan "ancaman" tersendiri terhadap ketentraman para pegawainya; lebih khusus lagi terhadap para CALON pegawainya. Hal ini terutama bagi mereka yang kurang siap untuk ditempatkan di mana saja di wilayah Republik Indonesia.
Pernah mendengar kota bernama Bau-Bau atau Tual? Pernah terbayang bekerja di daerah yang masih menggunakan kuda atau sampan sebagai alat transportasi? Pernah terbayang bekerja di daerah yang masih hijau (belum tersentuh oleh pembangunan)? Kalau Anda bisa membayangkannya atau justru pernah merasakannya atau bahkan pernah merasakan kondisi yang lebih tak terbayangkan lagi, itu artinya Anda bisa mengukur seberapa besarnya "ancaman" yang saya maksud di atas.
Jadi sebenarnya lumrah bila tidak sedikit calon pegawai DJP yang berharap -dengan harapan yang sangaaat besar- untuk ditempatkan di Kantor Pusat. Sepertinya ada sebuah persepsi umum bahwa pegawai-pegawai yang ditempatkan di Kantor Pusat memiliki lebih sedikit resiko untuk dipindahkan ke tempat lain.
Saya sebagai calon pegawai DJP menghadapi resiko tersebut. Kondisi saya rentan untuk ditempatkan di luar Jakarta, di luar Jawa, atau bahkan di luar coverage area jasa telekomunikasi. Tapi saya tidak pernah melihatnya sebagai ancaman. Saya tidak pernah berharap untuk ditempatkan di kantor pusat. Yang paling penting bagi saya adalah saya ditempatkan di daerah yang memungkinkan saya untuk berkumpul dengan istri dan anak-anak saya.
Walaupun begitu, kondisi keluarga saya saat ini memang agak sulit untuk berpindah-pindah. Istri saya bekerja sebagai pegawai Direktorat Jenderal Imigrasi (Ditjen Imigrasi). Mengharapkan istri saya pindah mengikuti kepindahan saya bukan perkara mudah. Dua anak kembar saya masih belum genap 1 (satu) tahun. Apa saya harus memboyong dua orang penjaga anak ke mana pun saya pergi? Saat ini sulit bagi saya untuk pindah-pindah lokasi kerja kecuali lokasinya masih bisa saya tempuh dalam waktu yang wajar.
Akhirnya saya berharap untuk ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau dari tempat tinggal. Saya tetap tidak berharap ditempatkan di Kantor Pusat, tapi saya berharap ditempatkan di KPP (Kantor Pelayanan Pajak) yang mudah dijangkau dari Serpong. Contohnya adalah KPP di wilayah Banten atau Jakarta Barat. Berdasarkan alasan-alasan itulah akhirnya aku puas saat ditempatkan di KPP Pratama Jakarta Cengkareng (dalam wilayah Jakarta Barat).
Akan tetapi Allah memang Maha Kuasa. Rabu, 13 Mei 2009, saya dipanggil untuk bekerja di Direktorat TPB (Transformasi Proses Bisnis) DJP. Sebuah kabar yang mengejutkan, namun saya tidak sepenuhnya menerima kabar itu sebagai kabar baik. Saya bahkan terdiam saat beberapa teman memberi selamat seolah-olah itu adalah sebuah kesempatan besar.
Kamis, 14 Mei 2009, saya mulai aktif bekerja di Direktorat TPB. Terlepas dari perasaan saya saat menerima kabar itu, saya bisa sepenuhnya menerima tanggung jawab baru di Direktorat TPB. Tapi saya tetap pada keputusan saya bahwa bekerja di Kantor Pusat bukanlah bagian dari harapan saya. Saya hanya percaya bahwa segala hal yang Allah berikan kepada saya -entah terlihat baik atau terlihat buruk- adalah sesuatu yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar