Minggu, 13 Mei 2018

WTV, Dads!

Langkah kongkrit dari "RTM, Dads!" dalam hidup saya adalah dengan meluangkan waktu 15 menit per hari untuk menyerap ilmu terkait parenting. Sampai saat ini, saya masih belum bisa konsisten melakukannya setiap hari. Pada kenyataannya, meluangkan waktu 15 menit per hari di tengah-tengah rutinitas kerja dan aktivitas akhir pekan itu tidak mudah, tapi dari waktu-waktu yang berhasil saya luangkan, saya mendapatkan banyak informasi baru yang dapat saya terapkan dalam mendidik anak-anak saya.

Dalam waktu yang singkat tersebut, saya lebih memilih menonton video daripada membaca artikel. Bukan berarti saya tidak mau Read the Manual, tapi saat ini, dengan dukungan kuota rollover yang membludak, saya lebih memilih Watch the Video (WTV). Bagi saya video memberikan pengalaman yang lebih menyenangkan dalam belajar. Lewat video, saya tidak hanya menangkap pesan lewat kata-kata, tapi juga lewat intonasi dan bahasa tubuh. Belajar dengan menonton pun sepertinya tidak mudah membuat saya bosan. Berhubung saya memilih video, maka tempat yang tempat untuk menyerap banyak ilmu adalah ...

Youtube? Bukan. Vimeo? Nope. Tempat yang tempat untuk duduk manis menyerap ilmu dan membuka wawasan dengan menonton video adalah TED (www.ted.com) karena tempat itu memang tempatnya ideas yang worth sharing. Saya tidak bermaksud mengkerdilkan raksasa-raksasa video seperti Youtube dan Vimeo, apalagi di Youtube dan Vimeo pun tersedia channel TED. Saya memilih TED karena distraction di TED sangat minim. Dalam tulisan ini, saya akan berbagi video-video dalam TED terkait parenting yang saya anggap layak untuk ditonton karena membuka wawasan dan memberikan inspirasi kepada saya sebagai seorang ayah. Silakan cek beberapa video di bawah ini.

Video pertama berjudul "How childhood trauma affects health across a lifetime". Dalam video ini, Nadine Burke Harris berbicara bagaimana trauma masa kecil dapat meningkatkan risiko terkena penyakit saat anak terkait mencapai usia dewasa. Lewat video ini, saya mengenal istilah adverse childhood experiences (ACE) atau pengalaman masa kecil yang buruk. Tidak hanya itu, korelasi antara masa kecil yang buruk ke perilaku buruk (seperti saat dewasa ke lebih berisiko terkena penyakit ternyata lebih pendek. Rupanya masa kecil yang buruk punya hubungan langsung ke lebih berisiko terkena penyakit walaupun orang yang bersangkutan tidak memiliki perilaku buruk saat dewasa. Video ini menjadi pengingat yang kuat bagi saya untuk lebih mementingkan kebahagiaan dalam hidup anak-anak saya.


Video kedua yang saya rekomendasikan berjudul "How to raise successful kids -- without over-parenting". Dalam video ini, Julie Lythcott-Haims (yang namanya sulit untuk diketik) berbicara tentang definisi sukses dalam hidup seorang anak. Kesuksesan seorang anak seringkali dikaitkan oleh orang tuanya dengan nilai akademis atau prestasi lainnya. Video ini mengingatkan saya bahwa definisi sukses dalam hidup seorang anak itu jauh lebih luas dari apa yang dilihat kita sebagai orang tua. Ada baiknya para orang tua lebih fokus pada kebahagiaan anak agar para anak dapat menemukan sendiri kesuksesannya melalui bimbingan (bukan paksaan) orang tua mereka masing-masing. Bagian yang menarik dari video ini adalah bahwa untuk mencapai kebahagiaan dan pada akhirnya kesuksesan itu, para orang tua butuh cinta dan ... chores (tugas di rumah). Bagaimana korelasinya? Silakan tonton sendiri.


Video ketiga (dan terakhir) yang ingin saya rekomendasikan berjudul "Agile Programming -- for your family". Sebagai seorang "Praktisi Agile", saya senyum-senyum sendiri saat menonton video ini. Walaupun terkesan dipaksakan, Bruce Feiler dapat memperlihatkan apa saja aspek-aspek dalam Agile yang dapat diterapkan dalam mendidik anak-anak di rumah. Beberapa di antara aspek tersebut adalah kesiapan untuk beradaptasi terhadap perkembangan anak dan keterlibatan anak dalam menentukan hidup mereka sendiri. Ada beberapa aspek Agile yang spot on, tapi tentu saja butuh banyak paragraf untuk membahasnya. Pada intinya, video ini melengkapi cinta dan chores yang dibicarakan oleh  Julie Lythcott-Haims (yang namanya masih sulit untuk diketik hingga saat ini).


Ada beberapa video lain yang juga menarik dengan pembahasan yang lebih spesifik seperti "Let's teach for mastery -- not test scores" oleh Sal Khan (pendiri Khan Academy), "This company pays kids to do their math homework" oleh Mohamah Jebara, atau "A delightful way to teach kids about computers" oleh Linda Liukas. Masing-masing video memiliki informasi yang unik untuk memperkaya "persenjataan" kita dalam mendidik anak-anak kita. Selain tiga video itu, masih ada banyak video lain yang tidak kalah informatif dan menginspirasi bagi para orang tua.

Seperti tulisan sebelumnya, tulisan kali ini pun ditujukan untuk mengajak para ayah (dan para ibu), termasuk diri saya sendiri, kembali belajar. Belajar bagaimana mengubah persepsi agar menjadikan kebahagiaan anak-anak sebagai prioritas utama dan juga belajar bagaimana mencapainya. Perjalanan itu tentu saja tidak singkat dan sangat mungkin akan kita lakukan seumur hidup kita, tapi semua itu tetap layak dilakukan demi menumbuhkan anak-anak yang bahagia, sukses, dan pada akhirnya bersyukur atau bahkan bangga telah memiliki kita sebagai orang tua mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar