Dari semua persyaratan yang perlu disiapkan untuk Seleksi Beasiswa LPDP, proposal riset adalah hal yang paling menantang. Tidak seperti esai yang hakikatnya "hanya" bercerita, uraian di dalam proposal riset harus ilmiah. Alur ceritanya harus ditunjang referensi yang kuat.
Untuk S3, tantangannya lebih berat lagi karena topik riset kita harus lebih luas dari riset S2. Selain itu, kita dituntut untuk menemukan sesuatu yang baru lewat riset S3. Definisi "baru" itu, berdasarkan pemahaman saya saat ini, dinilai dari referensi yang kita gunakan.
Referensi dalam proposal riset bisa diibaratkan sebagai pijakan untuk melompat ke depan. Kalau pijakan yang kita gunakan tidak kuat, lompatan kita tidak akan jauh. Bukan hanya itu, pijakan yang rapuh mungkin saja membuat kita GAGAL melompat karena pijakannya ambruk lebih dulu.
Pijakan yang rapuh itu membuat saya gagal di Seleksi Beasiswa LPDP Tahap 2 Tahun 2022. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, referensi di dalam proposal pertama saya memang lemah. Saya hanya mencantumkan 1 jurnal sehingga pijakan riset saya benar-benar terlihat lemah.
Rasanya ingin menertawakan diri sendiri.
Dari kejadian itu saya belajar. Tidak lama setelah wawancara di Tahap 2 Tahun 2022, saya perbanyak referensi. Kajian pustaka untuk proposal riset saya perdalam. Satu per satu publikasi ilmiah internasional saya tambahkan. Referensi non-publikasi juga saya buat seminimal mungkin.
Waktu saya terbatas karena saya harus segera menyelesaikan proposal riset saya untuk mendaftar di Seleksi Beasiswa LPDP Tahap 1 Tahun 2023. Walaupun begitu, hasilnya cukup baik. Referensi berupa publikasi di dalam proposal riset saya meningkat drastis dari 1 menjadi belasan.
Seiring dengan bertambahnya referensi, isi proposal saya juga berubah. Analisis dalam proposal terasa lebih "nendang". Hal "baru" yang ingin saya temukan lewat riset semakin terlihat. Dapat dikatakan bahwa proposal riset saya mengalami peningkatan kualitas yang signifikan.
Walaupun proposal itu saya susun untuk Seleksi Beasiswa LPDP, dampak positifnya saya rasakan juga dalam mencari prospek kuliah S3. Saya menjadi lebih percaya diri saat mengontak para profesor di kampus-kampus yang saya minati. Saya memang merasa isi proposal saya lebih berbobot.
Dalam proses memperbaiki proposal itu, saya juga menggunakan publikasi yang penulisnya ada di salah satu kampus incaran saya. Saat saya menghubungi profesor itu, saya sebutkan juga publikasinya. Isi email yang saya kirim menjadi lebih spesifik karena menyebut hasil karyanya.
Dibandingkan sebelumnya, proposal saya menarik lebih banyak respons. Responsnya bervariasi dari yang berminat, tapi tidak bisa menampung PhD student baru, sampai yang berminat dan mengajak diskusi lebih lanjut. Yang mengajak diskusi adalah profesor yang publikasinya saya kutip.
Dari profesor itu, prosesnya diarahkan ke kampus. Beliau meminta saya tetap mendaftar dulu di kampus tujuan agar kelayakan saya dinilai langsung oleh bagian administrasi kampus. Saya menerima lampu hijau dan diskusi saya bersama profesor dapat diteruskan lebih dalam lagi.
Kondisi itu benar-benar menguntungkan bagi saya karena semua itu terwujud sebelum wawancara di Seleksi Substansi (Beasiswa LPDP). Wawancara itu lebih lancar dari tahap sebelumnya. Perbaikan di sisi proposal dan respons dari profesor itu membuat wawancara saya "lebih meyakinkan".
Ada satu hal yang membuat saya tetap waswas. Salah seorang pewawancara mengatakan bahwa mayoritas referensi saya berisi fringe journal. Untungnya saya bisa menjelaskan bahwa hal itu akan saya perbaiki karena saya mendapat akses ke berbagai publikasi yang kredibel dari kampus.
Singkat cerita (di tulisan yang ekstra panjang ini), saya lulus seleksi. Seleksi Substansi yang terlihat sulit itu berhasil saya lewati. Upaya memperbanyak literatur untuk saya kutip membuahkan hasil positif. Kampus yang saya kejar juga memberikan respons positif. Alhamdulillah.
Soal wawancara, sebenarnya masih ada hal menarik lain karena isinya bukan hanya soal proposal riset. Di tengah proses seleksi juga ada Seleksi Bakat Skolastik yang juga tidak kalah menantang. Saya coba ceritakan di tulisan berikutnya, ya. Insyaa Allaah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar