http://samarakita.net/ |
Begitu juga halnya dengan masalah rumah tangga. Masalah dengan pasangan, dengan anak, dengan orang tua, dengan mertua, atau bahkan dengan pembantu (PRT) dapat memberikan pelajaran berharga bagi hidup kita, terutama dalam hal mengelola hubungan keluarga. Lagi-lagi saya tegaskan bahwa pelajaran yang dimaksud itu sangat bergantung pada bagaimana kita menyikapi masalah dalam keluarga kita.
Untuk menjaga agar tulisan ini tidak melebar ke mana-mana, saya batasi topik tulisan ini ke masalah suami istri. Setelah hampir 7 tahun menikah, hubungan saya dengan istri saya sudah pasti naik turun. Kadang baik, kadang buruk. Kadang romantis, kadang sadis. Kadang erat, kadang bertengkar hebat. Menikah memang benar-benar sebuah pengalaman yang luar biasa.
Bertengkar dengan pasangan hidup kita memang memancing emosi dan menguras energi; benar-benar melelahkan. Akan tetapi, momen tersebut adalah momen yang penting untuk bertukar pikiran dan pendapat dari lubuk hati yang paling dalam. Seorang penulis buku atau artikel yang pernah saya baca menggunakan istilah the moment of truth untuk menggambarkan pertengkaran antara suami dan istri.
The Moment of Truth
Kenapa "the moment of truth"? Karena saat bertengkar dengan pasangan itu kita tidak lagi peduli dan tidak lagi sungkan. Saat bertengkar itu kita benar-benar menyuarakan pendapat kita apa adanya. Segala sesuatu yang biasa kita pendam jauh di lubuk hati kita, karena kita takut menyakiti pasangan kita, bisa jadi akan keluar satu demi satu. Semua isi hati kita pun kita keluarkan tanpa ditutup-tutupi atau diperhalus. Kita tidak lagi peduli dan tidak lagi sungkan.
Ada banyak hal yang saya pahami dari istri saya setelah saya dan istri saya bertengkar hebat. Justru momen-momen menyakitkan saat bertengkar dengan istri itu membukakan mata saya dan mencoba melihat dari sudut pandang istri saya. Dari situ saya membuka diri untuk benar-benar memahami perbedaan pendapat yang menyebabkan pertengkaran kami dan mencoba menemukan titik temu untuk menyelaraskan perbedaan kami.
Tentu saja apa yang saya lakukan itu tidak terjadi sepihak. Saya yakin istri saya pun melakukan hal yang sama. Saya yakin istri saya pun mencoba memahami saya. Saya yakin istri saya pun berusaha melihat dari sudut pandang saya dan mencoba menyelaraskan perbedaan pendapat di antara kami.
Dalam proses memahami perbedaan itu, saya pun dihadapkan pada tiga pilihan: mempertahankan pendapat saya, mengalah dan memenangkan keinginan/kebutuhan istri saya, atau mencari jalan tengah yang mengakomodir kebutuhan bersama. Idealnya tentu saja jalan tengah itu yang dipilih, tapi realita tidak memungkinkan kondisi ideal itu terus tercapai. Kadang kita memang harus kekeuh dan kadang kita memang harus mengalah.
For the Greater Good
Kata kuncinya adalah for the greater good, yaitu demi kebaikan yang lebih besar. Kebaikan yang lebih besar yang saya maksud adalah keutuhan pernikahan. Kalau kita merasa bahwa kita tidak akan bertahan tanpa mempertahankan pendapat kita, maka mengalah pada pasangan kita mungkin akan menjadi pilihan buruk. Kalau kita merasa bahwa mengalah itu lebih baik karena pasangan kita kekeuh mempertahankan pendapatnya, maka mengalah itu mungkin akan menjadi pilihan yang baik.
Apa yang terjadi kalau masing-masing pihak, baik suami maupun istri, sama-sama merasa pendapatnya harus dipertahankan? Apa yang terjadi kalau masing-masing pihak tidak mau mengalah? Kita kembalikan lagi ke frase "for the greater good" tadi. Kalau masing-masing pihak bergerak menuju keutuhan pernikahan, maka jalan tengah yang mengakomodir pihak suami dan pihak istri itu pasti akan ditemukan. Kalau masing-masing pihak hanya bergerak menuju keinginan/kebutuhannya sendiri-sendiri, maka hubungan pernikahan yang terbentuk kelak akan keropos dan rusak dengan sendirinya.
Seperti yang saya tegaskan di atas, berkah di balik pertengkaran dengan pasangan kita itu sangat bergantung pada bagaimana kita dan pasangan kita bersikap. Bila masing-masing pihak bersikap positif dan menerima perbedaan yang ada kemudian bergerak untuk menyelaraskan perbedaan yang ada, berkah di balik pertengkaran itu akan datang dengan sendirinya. Dengan begitu, di akhir pertengkaran besar sekali pun, kita akan membentuk ikatan yang jauh lebih kuat dengan pasangan hidup kita.
--
Tulisan terkait:
- Menjadi Dewasa dengan Berkeluarga http://asyafrudin.blogspot.com/2011/01/menjadi-dewasa-dengan-berkeluarga.html
- Maturity Through Marriage http://asyafrudin.blogspot.com/2009/04/maturity-through-marriage.html
Bagus sekali tulisannya.
BalasHapusTerima kasih atas apresiasinya. :)
Hapus