Tampilkan postingan dengan label Kriminalitas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kriminalitas. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Desember 2024

Belajar dari Insiden Diintimidasi di Auckland

0 opini


Minggu malam yang lalu, sekitar pukul 19.00, saya mengalami sebuah insiden yang mengubah persepsi saya terhadap keamanan di Auckland. Setelah hampir enam bulan tinggal di kota ini, baru kali ini saya menghadapi situasi yang melibatkan seseorang yang agresif dan provokatif. Insiden tersebut menjadi bahan refleksi yang mendalam tentang keamanan, dinamika sosial, dan sikap kita di ruang publik.

Kejadian yang Mengubah Persepsi
Insiden itu terjadi ketika saya berjalan sendirian dekat sebuah restoran bernama Chamate. Awalnya saya ingin makan malam di situ, tapi melihat restorannya penuh dan masih ada beberapa grup yang mengantre, saya memutuskan untuk mencari tempat lain. Saya mencoba mengambil foto restoran dari kejauhan, tetapi tiba-tiba seorang pria berjalan dan masuk ke dalam frame. Dia tiba-tiba berjalan mendekati saya, dan saat itu juga saya batal mengambil foto

Pria itu menghampiri saya, bersikap agresif, dan menuduh saya mengambil fotonya. Meskipun saya sudah menjelaskan bahwa saya tidak mengambil fotonya, dia tetap bersikeras dan bahkan mendorong saya. Tubuh saya sempat oleng, tapi saya berhasil menahan diri agar tidak terjatuh. Situasi semakin tegang ketika dia memaksa memeriksa ponsel saya dan tentu saja saya tolak. Mengeluarkan ponsel dan memperlihatkannya ke orang asing yang bersikap agresif dan provokatif bukanlah pilihan yang bijaksana.

Dalam keadaan tersebut, saya mencoba tetap tenang, walaupun saya tidak yakin apakah sebaiknya saya tetap di tempat atau mencari cara untuk pergi secepatnya dari situ. Sementara itu, pria itu terus saja ngebacot. Dia memaki saya dan mengancam akan memukuli saya. Dia juga mengancam akan mengambil semua barang saya. Saya tetap diam. Situasi yang menegangkan itu akhirnya reda saat sepasang pejalan kaki melewati kami. Pria itu tiba-tiba pergi meninggalkan saya tanpa berkata apa-apa. Mungkin dia memang sengaja melakukan provokasi dan saat ada potensi saksi, dia pergi.

Insiden Serupa di Hari Sebelumnya
Insiden ini mengingatkan saya pada dua kejadian lain yang terjadi satu hari sebelumnya di hari Sabtu. Sabtu sore, seorang pria tiba-tiba memaki-maki saya tanpa alasan jelas ketika saya dalam perjalanan pulang. Sementara itu, Sabtu malam, selang beberapa jam dari insiden Sabtu sore itu, seorang pria meminta makanan yang saya bawa pulang, dan ketika saya mengabaikannya, dia mengejek saya sebagai orang pelit. Meskipun kedua insiden itu cenderung konyol daripada berbahaya, kejadian Minggu malam membuat saya berpikir bahwa hal-hal konyol juga bisa berubah menjadi situasi yang lebih serius.

Lessons Learned
Belajar dari insiden-insiden ini sangat penting, tidak hanya bagi saya, tapi bagi siapa saja yang tinggal atau berkunjung ke kota besar seperti Auckland. Berikut ini hal-hal yang saya rasa penting untuk diingat:

  1. Tidak ada jaminan aman 100%.
    Kejadian ini membuat saya menyadari bahwa bahkan kota yang terasa aman bisa menghadirkan situasi yang tidak terduga. Beberapa teman sudah mengingatkan saya soal risiko keamanan di Auckland, khususnya dengan tunawisma. Saya sempat menganggap remeh peringatan itu karena selama ini, prinsip "abaikan mereka" selalu berhasil. Namun, pengalaman ini menjadi pengingat bahwa risiko bisa muncul kapan saja, terutama di ruang publik.
  2. Tetap tenang dalam kondisi apa pun.
    Ketika menghadapi seseorang yang agresif, saya belajar bahwa tetap tenang adalah kunci. Teman saya yang sempat mendengar cerita ini juga menegaskan pentingnya bersikap tenang karena seandainya saya membalas, pria itu punya alasan untuk bertindak lebih jauh. Respons yang emosional atau panik hanya akan memperburuk keadaan. Dalam kasus ini, saya mencoba menjaga ketenangan meskipun intimidasi terus berlangsung.
  3. Lebih waspada di ruang publik.
    Pengalaman ini mengajarkan saya akan pentingnya kesadaran terhadap situasi. Contohnya, hindari mengambil foto di tempat yang bisa disalahartikan atau bersiap untuk menghadapi kemungkinan interaksi yang tidak nyaman. Sebagai Google Maps Local Guide, saya selalu mengingat hal itu saat mengambil foto. Saya senantiasa menghindari mengambil wajah atau gambar lain yang dapat mengidentifikasi seseorang, tapi faktanya risiko disalahartikan itu tetap ada. Selain itu, saya juga belajar bahwa rencana darurat untuk menghubungi teman atau pihak berwenang saat dibutuhkan juga menjadi penting.
  4. Lebih aman dengan kehadiran orang lain.
    Dalam peristiwa Minggu malam, kehadiran pasangan yang lewat tanpa sengaja membantu saya keluar dari situasi sulit. Ini menunjukkan betapa pentingnya keberadaan orang lain dalam memberikan rasa aman, meskipun mereka tidak secara langsung terlibat. Lebih baik  Kemungkinan situasinya akan lebih baik lagi kalau saat itu saya berjalan bersama teman. Paling tidak, teman saya bisa pergi mencari bantuan saat saya berurusan dengan pria agresif itu.

Kesimpulannya?
Insiden-insiden ini memberikan banyak pelajaran berharga bagi saya. Sebagai pendatang, saya belajar untuk lebih waspada dan menghormati dinamika sosial di kota yang baru. Hal yang lebih penting lagi adalah pengalaman ini mengingatkan saya untuk tetap tenang dan berpikir jernih dalam menghadapi situasi sesulit apa pun.

Saya berbagi cerita ini bukan untuk menakut-nakuti atau menjelek-jelekan pihak tertentu. Saya berbagi untuk merefleksikan bagaimana kita bisa tetap aman di ruang publik. Kalau teman-teman memiliki pengalaman serupa atau tips untuk menghadapi situasi seperti ini, saya dengan senang hati akan mendengarkan ceritanya di kesempatan lain. Saya pamit mau menjelajahi Auckland lagi. *Kuy!*


Rabu, 04 April 2012

Dunia Tanpa Hak Cipta

0 opini
http://www.cwu.edu/
Pernahkah Anda membayangkan bagaimana kondisi di dunia ini tanpa adanya hak cipta? Apakah itu berarti tidak ada pembajakan? Apakah itu berarti tidak ada tuntutan hukum terhadap penggunaan hasil karya orang lain? Apakah itu berarti inovasi akan terus berjalan? Apakah itu berarti dunia ini akan lebih aman, nyaman, dan damai?

Saya tidak tahu dan tidak berusaha mencari tahu jawaban dari pertanyaan di atas. Akan tetapi, saya rasa pembajakan itu akan tetap ada. Hanya saja mungkin definisinya akan sedikit berbeda. Saat ini definisi pembajakan selalu dikaitkan dengan pelanggaran hak cipta. Bagi saya, ada hak cipta atau tidak, menjiplak hasil kerja orang lain tanpa persetujuan dari orang tersebut adalah pembajakan.

Pertanyaannya adalah mungkinkah kehidupan di dunia ini membaik tanpa hak cipta? Jawabannya antara mungkin dan tidak mungkin. Bila hak cipta itu tidak ada, kasus-kasus pelanggaran hak cipta tidak mungkin ada karena tidak ada yang dapat digunakan sebagai bukti terjadinya pelanggaran. Dengan begitu, para oportunis yang gemar mencari uang lewat tuntutan hukum pelanggaran hak cipta pun akan kehilangan lahan untuk bermain.

Di sisi lain, tanpa adanya hak cipta itu, penjiplakan sangat mungkin meningkat dengan pesat. Hasil kerja seseorang dapat kita temukan dengan mudah di tempat-tempat lain. Tanpa adanya perlindungan hukum terhadap hasil kerja seseorang, maka para oportunis yang gemar mencari keuntungan lewat penjiplakan akan semakin merajalela.

Hak cipta itu sendiri memiliki dimensi yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Membahas satu per satu contohnya tidak akan habis. Berhubung saya kurang suka dengan eksploitasi tuntutan hukum terhadap pelanggaran hak cipta, saya lebih cenderung memilih agar hak cipta itu dihilangkan saja. Akan tetapi, melihat kondisi penjiplakan yang terus meningkat, hati saya justru merasa bahwa aturan tentang hak cipta itu memang diperlukan. Kalau saja manusia lebih mampu menghargai hasil karya orang lain dan tidak sembarangan meniru, mencontek, atau menjiplak tanpa menyebutkan sumber (referensi) aslinya, mungkin saja dunia ini tidak akan memerlukan hak cipta.

Perdebatan tentang Hak Cipta
Terlepas dari penjelasan di atas, saya ingin berbagi sedikit pengalaman saya seputar perdebatan tentang hak cipta. Tahukah Anda bahwa di dunia ini ada orang (atau orang-orang) yang sangat tidak setuju dengan keberadaan hak cipta? Bukan saja tidak setuju dengan keberadaan hak cipta, mereka ini bahkan tidak setuju bahwa manusia itu memiliki hak terhadap hasil kerjanya sendiri. Kenapa? Karena segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan ciptaan Yang Maha Kuasa.

Pemikiran di atas menegaskan bahwa manusia itu dapat menghasilkan sesuatu atas petunjuk, pertolongan, dan izin dari Yang Maha Kuasa. Manusia itu tidak mungkin menghasilkan sesuatu tanpa andil Yang Maha Kuasa. Manusia pun tidak memiliki hak terhadap hasil kerjanya sendiri. Kepemilikan terhadap hasil kerja manusia ada pada Yang Maha Kuasa. Dengan begitu, hak cipta adalah sesuatu yang tidak pantas ada di muka bumi ini.

Sebagai seorang Muslim, saya pun meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah atas izin (dan kehendak) dari Allah SWT. Akan tetapi, sulit bagi saya untuk menerima pendapat yang mengatakan bahwa setiap manusia tidak memiliki hak kepemilikan atas hasil kerjanya. Logika saya sederhana saja. Bukankah kita digaji atas hasil kerja kita? Bukankah kita dinilai atas perkataan dan perbuatan kita? Bukankah pahala dan dosa pun tidak lepas dari apa yang kita hasilkan dalam hidup kita?

Bahkan dalam menulis hal yang "sepele" seperti sebuah blog post pun penulisnya masih berhak mengakui bahwa tulisan itu adalah miliknya atau hasil kerjanya. Walaupun ide dan pengetahuan yang tertuang itu datangnya langsung dari Allah SWT, blog post yang berhasil di-publish oleh penulis itu adalah hasil kerjanya (miliknya). Penulis tersebut pun memiliki hak untuk meminta agar orang lain tidak asal menjiplak hasil kerjanya atau paling tidak menyebutkan blog post tersebut sebagai sumber saat dijiplak. Inilah alasannya kenapa saya setuju bila para plagiator itu disebut maling, karena mereka mengambil hasil kerja orang lain DAN mengakuinya sebagai hasil kerja sendiri.

Terkait dengan pernyataan 'plagiator adalah maling", saya pun mendapat kesempatan untuk bertukar pikiran dengan salah seorang pendukung pemikiran di atas. Singkat cerita, pendapat saya tetap menjadi pendapat saya. Sementara mereka yang menganggap Yang Maha Kuasa sebagai pemilik hak terhadap hasil kerja manusia itu pun sepertinya tetap mempertahankan pendirian mereka. Dapat ditebak bahwa perdebatan antara saya dengan salah satu dari mereka dapat dipastikan menjadi debat kusir. Kami justru sibuk memperdebatkan definisi seperti definisi tentang "kepemilikan" dan "hak milik", definisi tentang "mencuri", dan berbagai definisi lainnya yang tetap saja tidak akan menyatukan perbedaan pendapat yang sudah ada. Dan perdebatan tersebut pun ditutup dengan "we agree to disagree".

Demikian paparan sederhana dari saya tentang hak cipta. Saya tidak bisa mengatakan bahwa saya mendukung adanya hak cipta, tapi saya pribadi berusaha semaksimal mungkin menghargai hasil kerja orang lain. Menjiplak hasil kerja orang lain dan mengakuinya sebagai milik saya sendiri adalah hal yang tabu bagi diri saya.

Senin, 19 Maret 2012

Kenapa Pakai Rok Mini, Kakak?

26 opini
Seandainya saya bertanya, "Kenapa pakai rok mini, Kakak?" Saya rasa jawaban dari pertanyaan ini akan bervariasi. Akan tetapi saya yakin salah satu jawaban yang akan saya dengar adalah demi kebebasan berekspresi, yaitu bahwa setiap wanita sudah selayaknya memiliki kebebasan untuk memakai pakaian yang dia inginkan. Yang paling penting adalah pakaian yang dipilihnya tidak dianggap mengganggu kenyamanan publik. Jadi, kalaupun seorang memakai bikini di tengah keramaian atau bahkan telanjang dada sekalipun, semua itu tidak masalah apabila publik menyetujuinya.

Baiklah. Saya tidak akan mempermasalahkan keinginan setiap wanita untuk bebas berekspresi, tapi apakah kebebasan berekspresi ini harus dibuktikan lewat rok mini? Ini yang sebenarnya ingin saya tanyakan pada para wanita yang mengenakan rok mini. Ini pula yang saya ingin tanyakan kepada para pria yang mendukung para wanita untuk mengenakan rok mini.

Kita ini hidup di dunia para pria, Kakak. Para pria ini memiliki syahwat yang tidak terbatas. Bagi para pria normal, wanita seksi yang mengenakan rok mini adalah pemandangan yang membangkitkan gairah. Kalau memang ada pria normal yang tidak "terangsang" melihat wanita seksi yang mengenakan rok mini, kemungkinan pria ini sudah terlalu sering melihatnya sehingga wanita dengan rok mini tidak lagi menarik.

Dalam dunia pria ini, para wanita adalah anggota masyarakat kelas dua. Kalau saja tidak ada yang turun tangan dan membela hak para wanita, maka sampai saat ini pun para wanita akan tetap tertindas. Bahkan saat pembelaan hak terhadap para wanita ini sudah sebegitu gencarnya, para wanita ini tetap saja dianggap anggota masyarakat kelas dua. Pelecehan seksual, pemerkosaan, dan berbagai perampasan hak para wanita masih terus berjalan. Dan tebak siapa yang menjadi mayoritas bintang utama dalam film-film porno? Pria atau wanita? Saya rasa cukup jelas untuk dikatakan bahwa kita ini memang hidup di dunia para pria, Kakak.

Satu hal yang tidak luput dari "peran" para wanita ini adalah sebagai objek syahwat pria, Kakak. Entah itu secara eksplisit lewat pornografi dan prostitusi atau secara implisit lewat siulan-siulan lelaki hidung hitam putih (baca: belang). Kalau seorang wanita mengenakan rok mini, bukankah itu sama saja menegaskan kalau wanita ini siap menjadi objek syahwat pria? Kalau seorang wanita mengenakan rok mini, bukankah itu sama saja membuka dirinya terhadap pelecehan para pria (baik implisit maupun eksplisit)?

Di tengah-tengah perjuangan para wanita untuk mendapatkan kesetaraan hak terhadap para pria, bukankah mengenakan rok mini justru bersifat kontraproduktif? Saat para wanita ingin dinilai dari kemampuannya, bukankah mengenakan rok mini justru membuat para pria menilai wanita dari banyaknya kulit yang diperlihatkan? Saat para wanita bersikeras untuk mendapatkan penghargaan yang sama dengan para pria, bukankah mengenakan rok mini jelas-jelas akan membuat wanita tetap dihargai dari sudut pandang syahwat semata?

Kenapa pakai rok mini, Kakak? Dengan penalaran yang saya lakukan di atas, sulit bagi saya untuk menerima alasan Kakak memakai rok mini. Dengan begitu, sulit pula bagi saya untuk mendukung Kakak saat Kakak ingin mengenakan rok mini. Walaupun Kakak bersikeras atas nama kebebasan, saya justru berpikir kebebasan yang Kakak inginkan ini salah arah.

Apakah Kakak hanya ingin mengikuti trend? Apakah Kakak terpengaruh opini para pembela kebebasan? Apakah Kakak terpengaruh media dengan berbagai iklan mode yang provokatif dan proaktif itu? Apakah Kakak rela menjadi objek syahwat pria demi trend, kebebasan, atau iklan mode itu?

Akhirnya saya harus bertanya kembali. Kenapa mau (dan masih) pakai rok mini, Kakak?

Update [29 Mei 2012]
Perihal otak kotor, jawaban saya selaras dengan apa yang saya kutip di bawah ini:
Otak kami yang kotor? Ayolah, jika saja para lelaki diciptakan tanpa nafsu, maka sudah lama manusia punah.. Sudah kodratnya laki-laki akan tergerak nafsunya jika melihat paha wanita.. Jika ada lelaki yang dengan gagah berani tepuk dada bilang: tidak tergerak nafsunya saat melihat paha wanita cantik, itu hanya omong kosong agar semakin banyak wanita yang memamerkan pahanya dengan senang hati.. Rok mini, memang diciptakan untuk memancing perhatian (dan nafsu) para lelaki.. Jika kami memang berfikiran kotor dan tak bisa menahan iman, tentu kami akan turun ke jalan mendukung semua wanita untuk memakai rok mini.. Agar makin banyak wanita yang bisa memuaskan nafsu kotor kami.. Jadi, siapakah yang berfikiran kotor dan tidak bisa menahan iman? Para lelaki yang menentang rok mini, atau pendukungnya? Para penentang seks bebas, atau pendukungnya?
Sumber kutipan di atas: http://dinasulaeman.wordpress.com/2012/05/28/kata-kata-bijak-yang-koplak-dian-jatikusuma/

Selasa, 11 Oktober 2011

Rok Mini dan Pemerkosaan

2 opini
Peluit Pemerkosa(an)
Sesekali waktu saya ingin menulis tentang pemerkosaan di blog ini. Walau bagaimana pun, pemerkosaan dan pernikahan memiliki keterkaitan langsung. Keduanya sama-sama memiliki awalan "pe-" dan akhiran "-an". Lalu apakah pembahasan mengenai pemerkosaan ini telat? Mungkin saja. Topik ini sempat melejit di media sampai mendorong munculnya demonstrasi yang ingin menegaskan bahwa rok mini itu tidak ada hubungannya dengan pemerkosaan. Pada akhirnya topik itu hilang dengan sendirinya seiring dengan berkurangnya laporan terkait di media. Typical.

Telat atau tidak, saya tetap lanjutkan.

Jadi, esensi dari kontroversi di atas itu adalah adanya pihak yang menolak pernyataan yang mengkaitkan pemerkosaan dengan rok mini. "Jangan salahkan rok mininya. Salahkan pemerkosanya." Kira-kira seperti itu bunyi penolakan yang muncul dalam kontroversi terkait. Denial? Nanti dulu. Jangankan denial, mungkin saja masalah ini tidak masuk kategori kontroversi.

Kita sama-sama sepakat bahwa pihak yang salah, yaitu yang wajib dihukum, dalam sebuah kasus pemerkosaan adalah pemerkosanya. Korban pemerkosaan, apa pun pakaiannya, tidak layak disalahkan atau dihukum. Rasanya mengenaskan bila korban pemerkosaan, yang kemungkinan besar akan mengalami trauma, justru kehilangan dukungan dari masyarakat yang ikut menudingnya turut andil dalam pemerkosaan itu.

Sebagaimana kita ketahui bersama, pemerkosaan itu bergantung pada 4 (empat) faktor utama, yaitu pelaku, korban, waktu, dan lokasi. Di masing-masing faktor tersebut, ada sekumpulan faktor-faktor turunan lain yang perlu diperhatikan. Waktu dan lokasi memiliki peran penting dalam konteks pemerkosaan. Apa mungkin pemerkosaan terjadi di tengah keramaian pada siang hari? Kalau mungkin, itu artinya moral masyarakat di sekitar lokasi tersebut sudah bobrok sebobrok-bobroknya.

Faktor pelaku tentu saja lebih dominan dibandingkan waktu atau lokasi. Pemerkosaan dapat terjadi di tempat-tempat yang tidak kita bayangkan. Seorang gadis mungkin saja diperkosa di rumahnya sendiri; misalnya saat gadis itu memang sedang sendirian di rumah. Siang atau malam bisa jadi tidak relevan dalam konteks pemerkosaan; yang penting lokasinya sepi. Jelas sekali bahwa faktor penentu terjadinya pemerkosaan adalah pelakunya sendiri.

Saat seseorang tidak mampu lagi membendung hasrat seksualnya, tidak memiliki penyaluran yang sah, dan (secara tidak sadar) membenarkan pemerkosaan, maka pemerkosaan ini kemungkinan besar akan terjadi. Pemerkosaan mungkin saja terjadi tidak hanya pada wanita dengan rok mini, tapi mungkin saja terjadi pada wanita yang mengenakan pakaian yang tertutup. Pakaian yang dipakai korban pemerkosaan menjadi tidak relevan. Wanita muslim yang mengenakan jilbab panjang pun tidak akan lepas dari ancaman pemerkosaan.

Dari gambaran di atas, faktor pelaku terlihat jelas sebagai faktor dominan dalam pemerkosaan. Waktu, lokasi, bahkan korban sekali pun tidak dapat menyaingi dominasi faktor pelaku dalam setiap "sesi" pemerkosaan. Kalau faktor korban saja tidak dominan, apalagi rok mini (yang merupakan faktor turunan dari faktor korban).

Jadi, rasanya wajar kalau ada pihak yang menolak bila rok mini ikut disalahkan dalam masalah pemerkosaan. Yang perlu disorot memang pelakunya. Apa yang membuat pelaku pemerkosaan itu melakukan aksinya? Apakah terpaan pornografi yang diakses lewat Internet? Apakah perilaku tidak senonoh yang didapat lewat film? Apakah ada faktor-faktor lain yang membuat pelaku berani memperkosa wanita lain? Justru hal-hal seperti ini yang perlu disorot; dan tentu saja dibenahi.

Apakah itu artinya rok mini tidak memiliki pengaruh apa pun? Justru sebaliknya. Keberadaan rok mini juga turut andil mendorong hasrat seksual. Hanya saja rok mini di sini bukan sekedar rok mini pemerkosanya. Rok mini yang dimaksud adalah rok mini yang dipakai wanita di ruang publik dan bebas dipelototi pria-pria mata trolley (mata keranjang tidak lagi representatif). Rok mini yang dimaksud adalah rok mini yang dipakai berbagai aktris dan model dan dapat dikonsumsi secara bebas lewat media elektronik.

Ya, rok mini tetap memiliki andil. Akan tetapi, jangan memandang rok mini ini dengan kacamata kuda. Masih ada banyak faktor lain yang turut andil mempertahankan angka kasus pemerkosaan di Indonesia; atau bahkan di seluruh dunia. Semua faktor ini harus diperhatikan dan dibenahi sesuai prioritasnya. Tidak sepantasnya kita menyoroti satu-dua hal yang trivial semata untuk mengatasi masalah pemerkosaan.

Lalu bagaimana dengan kebebasan berpakaian? Sesuai dengan alur pembahasan saya di atas, silakan saja para wanita menggunakan rok mini. Yang perlu diingat adalah, walaupun rok mini tidak sepantasnya disalahkan, rok mini tetap memiliki andil memancing datangnya pemerkosaan. Pemerkosaan memang tetap saja bisa terjadi terlepas dari korban memakai pakaian minim atau pakaian tertutup, tapi pemilihan pakaian ini merupakan bagian dari kehati-hatian yang menjadi tanggung jawab setiap individu terhadap dirinya sendiri.

Bila rumah kita kosong selama beberapa hari, apakah kita akan mengumumkannya ke lingkungan sekitar? Bukankah pengumuman itu ibarat memancing datangnya pencuri? Kalau kita sedang naik bus atau kereta saat jam sibuk, apakah kita akan menyimpan dompet kita di saku celana (atau tempat lain yang mudah dijangkau)? Bukankah sikap seperti ini ibarat memancing datangnya pencopet?

Dalam dua contoh di atas, kalau rumah kita dibobol pencuri, maka yang patut disalahkan adalah pencuri. Tapi bukankah kita turut andil memudahkan pencuri itu untuk membobol rumah kita? Kita pun "bersalah". Kemudian kalau dompet kita dicopet, maka yang patut disalahkan adalah pencopet. Tapi bukankah kita turut andil memudahkan pencopet itu mengambil dompet kita? Kita pun "bersalah".

Saya rasa dua contoh di atas tidak jauh berbeda dengan seorang wanita yang menggunakan rok mini di ruang publik. Kalau sampai wanita ini diperkosa oleh seorang (atau kemungkinan besar beberapa orang) pria, maka yang patut disalahkan adalah (para) pemerkosanya. Tapi bukankah wanita ini turut andil memancing terjadinya pemerkosaan itu? Wanita ini pun "bersalah".

Rok mini memang tidak sepantasnya menjadi sorotan utama dalam kasus pemerkosaan. Rok mini memang tidak sepantasnya dituding sebagai dalang kasus pemerkosaan. Akan tetapi, dengan menggunakan rok mini, para wanita dapat dikatakan sedang memperbesar resiko diperkosa. Dengan menggunakan rok mini, para wanita dapat dikatakan lalai. Dan kelalaian itu sudah jelas memiliki andil dalam setiap kasus kejahatan.

Kesimpulannya?

Pakaian yang dipakai korban tidak bisa dijadikan alasan atau bahkan pembenaran dalam kasus pemerkosaan, tapi bersikap hati-hati (menjaga diri) dengan berpakaian sopan dan tidak minim sebaiknya diutamakan.

Rabu, 24 Agustus 2011

Saat Akun Facebook Jebol

2 opini
Cerita ini bermula sekitar 2-3 hari yang lalu, saat akun Facebook saya tiba-tiba di-tag lewat 5 gambar alat elektronik for sale. Terus terang saya termasuk orang yang merasa terganggu dengan metode penjualan seperti ini. Saya tidak mempermasalahkan bila promosi barang-barang tersebut masuk ke dalam News Feed, tapi menjual barang dengan metode photo-tagging ini ibarat salesman masuk ke rumah saya tanpa permisi.

Kembali ke masalah akun Facebook yang jebol. Berhubung saya tidak suka dengan metode penjualan lewat photo-tagging, sudah dapat dipastikan bahwa saya tidak akan pernah menjadi Friends dengan akun-akun penjual terkait (kecuali untuk kasus-kasus tertentu). Oleh karena itu, saya cukup terkejut saat saya tiba-tiba di-tag lewat gambar alat-alat elektronik tersebut. Itu artinya saya sudah menjadi Friends dengan akun Facebook yang tag saya itu.

Saya pun teringat cerita salah seorang keluarga saya beberapa waktu yang lalu. Keluarga saya ini, berinisial LN, mengaku akun Facebooknya dijebol. Akhirnya dia membuat akun baru dengan nama yang sama persis. Berhubung akun Facebook yang dijebol itu belum diganti namanya, saya akhirnya mempunyai 2 Friends di Facebook dengan inisial LN ini.

Mengingat cerita tersebut, saya semakin yakin bahwa akun Facebook yang dijebol itulah yang tag saya dengan gambar-gambar alat elektronik di atas. Dengan rasa penasaran, saya pun mencoba mengakses akun Facebook tersebut. Ternyata dugaan saya benar. Namanya memang sudah diubah menjadi berinisial SME, tapi akun tersebut dapat dipastikan merupakan akun Facebook LN yang sebelumnya dijebol.

Bukti pertama adalah Mutual Friends. Saya dan SME memiliki 11 Mutual Friends, sementara saya dan LN (yang baru) memiliki 10 Mutual Friends. 9 akun dari masing-masing kelompok Mutual Friends itu adalah orang yang sama. Walaupun begitu, semua yang ada dalam Mutual Friends itu, baik dari SME maupun LN, adalah keluarga saya. Saya rasa fakta ini saja sudah cukup untuk membuktikan kalau akun SME ini adalah akun LN yang dijebol.

(Maaf sebelumnya saya tidak dapat mencantumkan screenshot temuan saya di atas)

Saya coba telusuri lebih lanjut profil Facebook SME ini. Bagian Info akun ini sudah berubah total. Akan tetapi, ada satu informasi yang tidak mungkin diubah, yaitu URL profilnya. URL profil akun SME ini masih tetap http://www.facebook.com/ln********1 yang merupakan URL profil LN yang lama.

Bagian Photos pun sudah berubah total. Akun SME ini tidak lagi menyimpan foto-foto dari akun LN yang lama. Foto-foto yang ada di akun SME saat ini adalah foto-foto barang elektronik. Kelihatannya memang akun SME ini fokus untuk menjual barang-barang elektronik. Wall Posts akun SME ini sendiri pun penuh dengan promosi barang-barang elektronik.

Terkait dengan Wall Posts, saya coba cek Older Posts di akun SME ini. Saya coba telusuri sampai beberapa bulan ke belakang sampai akhirnya saya menemukan sendiri entri yang saya buat di Wall LN yang lama pada tanggal 16 April 2011. Entri ini pun di-reply oleh LN pada hari yang sama.


Ternyata cukup mudah membuktikan bahwa akun Facebook SME ini adalah akun Facebook LN yang dijebol. Saya bahkan sudah menyampaikan informasi ini ke LN (lewat akun Facebook LN yang baru). Yang unik adalah SME ini berani buka-bukaan membeberkan informasi mengenai dirinya. Bahkan di akun Facebook SME ini dipasang foto-foto pribadi (dan keluarga) yang bersangkutan. Apa mungkin pemilik akun SME ini tidak peduli aksi jebol akun Facebook ini akan diungkap?

Mungkin saja pemasangan foto-foto dan informasi yang terbuka ini dalam rangka meyakinkan calon pembeli, tapi strategi ini mungkin akan menjadi bumerang saat akun SME diketahui hasil curian. Kredibilitas akun SME sebagai penjual tentu akan menurun. Dengan kredibilitas yang rendah, tentu promosi habis-habisan pun akan menjadi sia-sia.

Kemungkinan lain adalah pemilik akun SME ini tidak tahu-menahu masalah pencurian akun LN yang lama. Mungkin saja pemilik akun SME ini mendapatkan akun LN ini dari pihak lain; dengan cara membeli atau lainnya. Sementara yang melakukan pencurian akun ini adalah "pihak lain" tersebut. Saya mencoba berpikir positif di sini, tapi saya sendiri tidak terlalu yakin.

Entahlah. Kepedulian saya terhadap masalah ini harus berhenti sampai di sini saja. Tidak ada lagi yang dapat (atau perlu) saya lakukan. Paling tidak temuan ini sudah saya informasikan ke pemilik akun yang dijebol (LN). Semoga saja pemilik akun SME ini memang benar bukan pihak yang melakukan pembobolan dan tidak berniat melakukan penipuan lebih lanjut.

Kamis, 31 Maret 2011

Uang Setan Dimakan Setan

1 opini
"... Penipu Laporan Pajak = SETAN, setelah dicurigai lalu diperiksa oleh petugas pajak ditemukan kebohongan dari jumlah yang seharusnya disetor kepada negara melalui BANK atau KANTOR POS. Lalu si SETAN menggunakan kemampuan uangnya untuk menyogok petugas pajak SETAN sehingga pajaknya tidak diperbaiki sebagaimana mestinya. Jadilah istilah "uang SETAN dimakan SETAN".

Fakta di lapangan seiring adanya kasus gayus:
1.Seorang pembeli sayur yang seorang PNS berseragam mengatakan "ngapain bayar pajak, cuma buat bikin kaya orang pajak". dan apa yg saya dengar berikutnya sangat mengejutkan. Ibu penjual sayur berkata "ya makanya bayar pajaknya ke bank om, jangan sama orang pajaknya".
Bisa dibayangkan betapa gelinya saya waktu itu. seorang Pegawai Negeri Sipil, yang setiap bulannya dapat penghasilan yang uangnya berasal dari Pajak, dengan tidak tahu malunya bicara seperti itu.
2.dari beberapa kejadian seperti itu dapat saya simpulkan seperti pepatah "Tong Kosong Nyaring Bunyinya". Orang-orang yang paling keras menyuarakan "STOP MEMBAYAR PAJAK" adalah salah satu dari SETAN penipu pajak, dan yg lain adalah orang-orang yang sama sekali tidak pernah melaporkan pajak ataupun membayar pajak. ..."
Kutipan di atas merupakan salah satu komentar yang dituangkan dalam blog bicarapajak.blogspot.com. Tidak semua isi komentar tersebut saya kutip di atas. Klik di sini untuk membaca versi selengkapnya dari komentar tersebut.

Komentar di atas secara gamblang menegaskan aspek lain dalam menilai kasus-kasus pajak, yaitu keberadaan wajib pajak bermasalah. Saat sorotan dalam kasus-kasus perpajakan ditujukan kepada pegawai dan instansi perpajakan negeri ini, faktor wajib pajak sama sekali tidak diperhatikan. Padahal faktanya kasus-kasus perpajakan itu tidak mungkin bertepuk sebelah tangan. Selalu ada faktor aparat perpajakan dan wajib pajak dalam setiap korupsi di bidang perpajakan.

Meminjam istilah "kejahatan itu terjadi karena ada kesempatan", maka terlihat jelas bahwa korupsi yang dilakukan aparat perpajakan tidak mungkin dilakukan kalau wajib pajak tidak membuka peluang. Jadi wajib pajak pun bersalah karena membuka peluang korupsi. Wajib pajak seperti ini justru menjadi kaki tangan pelaku korupsi perpajakan; bukan sebagai korban. Korban dari korupsi perpajakan ini adalah rakyat, yaitu orang-orang yang berhak mendapatkan kesejahteraan dari kas negara.

Jadi jangan lagi kita salah kaprah menilai pelaku-pelaku kejahatan dalam korupsi perpajakan. Arahkan jari kita tidak hanya pada aparat perpajakan yang terlibat, tetapi juga pada para wajib pajak yang mendapatkan keuntungan lewat manipulasi data perpajakan. Mereka itulah orang-orang egois yang mengedepankan kepentingan dan keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan umum.

Kamis, 01 Oktober 2009

500 Rupiah

2 opini
Saat ini uang sejumlah 500 Rupiah mungkin tidak terlalu berarti. Sebuah gorengan yang mungkin hanya sebesar telapak tangan dihargai 500 Rupiah. 500 Rupiah hanya dapat dibelikan 3 butir permen. Aqua kemasan gelas pun harganya 500 Rupiah. Kecil sekali arti uang 500 Rupiah itu.

Tapi tidak semua orang menganggap kecil uang 500 Rupiah itu. Kondektur bus tidak mungkin membiarkan penumpangnya membayar ongkos kurang 500 Rupiah. Penumpang bus pun sebaliknya tidak akan rela bila uang kembalian yang diterima kurang 500 Rupiah. Sekecil apa pun nilai 500 Rupiah itu, 1 juta Rupiah tetap tidak akan menjadi 1 juta Rupiah tanpa kehadiran 500 Rupiah.

Kenaikan tarif tol sebesar 500 Rupiah yang diberlakukan sejak tanggal 28 September 2009 pun disikapi dengan cara yang berbeda. Untuk para pemilik kendaraan pribadi (roda empat atau lebih) tentu tidak terlalu terpengaruh oleh kenaikan ini. Pengeluaran transportasi hariannya mungkin bertambah sebesar beberapa ribu Rupiah saja. Pengaruhnya terhadap pengeluaran bulanan mungkin tidak terlalu signifikan, kecuali yang bersangkutan cukup sering menggunakan tol.

Untuk pengelola kendaraan umum hal ini mungkin merupakan kenaikan yang signifikan. Walau bagaimana pun, mereka tidak akan mau rugi sepeser pun. Mereka akan mencari solusi agar setoran tetap jalan tapi penghasilan tetap tidak berkurang. Mungkin akan terjadi penyesuaian tarif untuk beberapa angkutan umum. Sayangnya saya belum menemukan informasi apa pun mengenai kenaikan tarif ini.

Akan tetapi ada satu bus yang saya tahu pasti mengalami kenaikan tarif. Kebetulan saya adalah pengguna setia bus tersebut. Bus yang saya maksud adalah bus ekonomi P100 jurusan Cikokol (Tangerang)-Senen. Bus ini sehari-hari menggunakan tol Jakarta-Merak. Bus ini melewati 2 (dua) gerbang tol dalam rutenya, yaitu gerbang tol Karang Tengah dan Kebon Jeruk. Tarif tol untuk kendaraan tipe bus P100 mengalami kenaikan 500 Rupiah di kedua gerbang tersebut. Dengan alasan kenaikan tarif tol ini, tarif bus itu pun dinaikan 500 Rupiah dari 2.500 Rupiah menjadi 3.000 Rupiah.

Pertama kali saya mengetahui kenaikan tarif ini, saya langsung curiga ini adalah alasan yang dibuat-buat. Walaupun begitu, saya tidak mau ribut dan membayar tarif 3.000 Rupiah itu. Kenyataannya tidak semua orang menyimpan kekecewaannya. Ada seorang penumpang yang mempertanyakan kenaikan tarif ini, "Masa' tol naek 500 terus semua penumpang juga nambah 500?" Kira-kira begitu celetuk penumpang tersebut.

Argumentasinya masuk akal. Memang sebesar apa kerugian yang ditanggung pengelola bus P100 itu akibat kenaikan tarif tol. 1 kali jalan, 2 kali gerbang tol. Itu artinya bus P100 harus membayar 1.000 Rupiah lebih banyak untuk tol. Dengan hanya membawa 30 penumpang, bus itu sudah mendapatkan tambahan pemasukan 15.000 Rupiah (30 x 50 Rupiah). Itu artinya bus itu mendapat untung 14.000 Rupiah.

Dari kenyataan ini saja penumpang bus sudah merasa dirugikan. Wajar saja kalau orang merasa alasan kenaikan tarif tol itu dibuat-buat. Apalagi di bus itu sama sekali tidak terlihat pengumuman resmi -dalam bentuk apa pun- mengenai perubahan tarif. Sungguh memprihatinkan melihat usaha mencari uang tanpa peduli perasaan orang lain seperti ini.

Seperti inilah kondisi Jakarta. Nilai uang 500 Rupiah mungkin kecil. Sebagian orang mungkin menganggapnya tidak berharga. Akan tetapi tidak sedikit orang yang mau perang urat syaraf hanya untuk mendapatkan uang 500 Rupiah ini. Kondisi sosial di Jakarta memang timpang.

Minggu, 26 Juli 2009

A Better World without Piracy?

1 opini

Why are movies the main topic in the anti-piracy world? It's as if piracy never touch anything else other than movies, whereas the piracy world would take on everything with a price tag. I guess this is because the most influential inhabitants -in terms of money-in the anti-piracy world were movie producers.

In any case, the anti-piracy act was based on good cause. They don't want the Internet to be polluted by any kind of illegal materials. Isn't it good to have everything legal? Legal movies, legal mp3s, legal games, legal software, legal e-books, you name it. However, cleaning up was not exactly the issue here.

It was more likely about profit. Money talks, everything else walks. The reason for the big wave of anti-piracy was a huge amount of money rolled-out to take on as many piracy in hopes of recovering lost profit taken by the pirates. Anti-piracy costs a lot and I don't think any inhabitants of the anti-piracy world would take the risk of loosing more money if they didn't expect higher return rate.

Plenty of actions were taken on the anti-piracy side. Torrent sites were taken down, alliances were formed with ISPs (Internet Service Providers) to ban users from accessing illegal materials, and individuals distributing illegal materials were put behind bars. Does if have any effect on the piracy world? Maybe. It's just that the effects were insignificant. New torrent sites might easily go live. How many ISPs are willing to join the alliance? How many individuals are they willing to take on trial? The work of anti-piracy is exhausting. Moreover, I seriously think it's futile.

I'm not shutting my door to anti-piracy. As I mention above, it would be better to consume legal stuff. It's just that staying legal is expensive. Some people might not be able to keep it up. When this happens, these people might turn into something cheaper but legal or straight to illegal. Actually, the risk to go for something illegal was higher because I believe there exist a common mindset that cheaper means less functional.

Nevertheless, the battle continues. Will anti-pirates outsmart piracy? I don't really know. One thing for sure, no matter how much effort the anti-piracy world has put to date, the world of piracy has been able to remain intact.

--
* Image grabbed from http://www.homepagedaily.com/

Rabu, 22 Juli 2009

The End of Piracy

2 opini

Mininova has long had a policy to remove torrents pointing to illegal materials based on requests. The Pirate Bay -the new one- has officially announced their first step for their legal content distribution campaign by implementing a fee-based content distribution system. Google also removes any links pointing to illegal materials on their search result based on requests.

All that was just a fraction of anti-piracy actions to suppress the illegal distribution of copyrighted material. However, are these actions justifies the statement that piracy will finally meet its end? For some people, this might be a rhetorical question. We can easily find discussions -or should I say an endless debate- regarding this matter on the Internet. Some people said YES, some people said NO. Currently, I'm on the side saying NO.

When sites like The Pirate Bay or Mininova starts making limitations such as the ones I mention above, I believe most of their loyal users would go out and find another similar-yet-not-so-annoying websites. At the very least, all these users might end up using Google Search instead. Why don't you go and try a Google-based Torrent Search Engine for a test-ride.

If you ask me, this game of Tom and Jerry will lasts forever. Copyright owners (Tom) will chase down every single THING -I'm open for possibilities- that's illegally distributing their materials. Next thing you know, another Jerry popped-out of nowhere. Just like the original Tom and Jerry, the chase will never stop.

--
* Image grabbed from http://www.homepagedaily.com/

Selasa, 07 Juli 2009

Money Game (Premanisme) Berkedok Bisnis Internet

0 opini
Bisnis "Sederhana" yang menjamur di berbagai penjuru Internet sepertinya hanya sebuah kedok untuk metode penggandaan uang yang sebelumnya sempat ramai dijalankan dalam sistem MLM (Multi Level Marketing). Bisnis Sederhana ini terlihat seperti menjual sebuah produk, tetapi pada kenyataannya metode usaha yang dijalankan pelaku bisnis tersebut tidak jauh berbeda dengan metode penggandaan uang konvensional.

Saya coba memaparkannya melalui sebuah contoh. Pada gambar di atas saya berikan contoh hirarki sederhana. Gambar di atas akan membantu saya memaparkan contoh yang akan saya berikan, karena salah satu pilar metode penggandaan uang itu ada pada hirarki yang ada dalam sistemnya.

Misalkan hidup seorang A yang mengaku sebagai pelaku bisnis Internet. Melalui websitenya jualjualkeladi.com, A menjual sebuah e-book (buku dalam bentuk digital) yang disebutkan berisi rahasia bisnis sederhana di Internet yang menghasilkan puluhan juta per bulan.

Tak selang berapa lama -karena bisnis Internet ini memang sedang digemari- B membeli e-book yang ditawarkan A dengan harga Rp. 100.000. B segera membaca isi e-book tersebut dan berakhir pada kesimpulan bahwa e-book itu pada dasarnya mengajarkan dia cara-cara untuk menjual kembali e-book yang dibelinya dari A. Syaratnya adalah B menggunakan sistem yang sudah disiapkan oleh A. Istilah yang umum saat ini adalah B menjadi reseller (penjual kembali) dari A. Di lain kesempatan C juga membeli e-book A dan mencapai kesimpulan yang sama dengan B.

Di sini B dan C sudah menjadi reseller A. Kita asumsikan 10% dari setiap penjualan yang dilakukan oleh B dan C akan diberikan kepada A. Jadi selain mendapat penghasilan dari pembeli langsung, A juga mendapatkan penghasilan dari hasil penjualan B dan C.

D dan E membeli dari B. B mendapat 10% bagian dari setiap penjualan yang dilakukan oleh D dan E. Sementara F dan G membeli dari C. Untuk setiap penjualan yang dilakukan oleh F dan G, C mendapatkan bagian 10%. Sama seperti A, B dan C juga mendapat bagian penjualan yang dilakukan oleh reseller mereka.

Sayangnya pembagian hasil penjualan tidak berhenti di situ saja. Kenyataannya A juga mendapatkan 7% dari hasil penjualan yang dilakukan D, E, F, dan G. Jadi untuk A dapat dikatakan bahwa dia akan mendapatkan 100% hasil penjualan sendiri, 10% hasil penjualan B dan C (reseller tingkat 1), serta 7% dari penjualan D, E, F, dan G (reseller tingkat 2). B dan C hanya perlu menunggu D, E, F, atau G mendapatkan pembeli langsung agar mereka juga bisa ikut mendapatkan bagian 7% dari reseller tingkat 2 seperti A.

Sampai sini saya berharap contoh di atas sudah cukup jelas. Pada dasarnya contoh di atas adalah bentuk sangat sederhana dari metode penggandaan uang yang umum digunakan. Jumlah tingkatan dalam hirarki, pembagian hasil, dan berbagai ketentuan lain tentu jauh lebih kompleks ketimbang contoh di atas.

Yang ingin saya tunjukan di sini sebenarnya hanya metode penggandaan uang saja. Kita kembali ke contoh di atas. Pada dasarnya B dan C itu membayar bukan untuk membeli sebuah produk. B dan C itu membayar untuk masuk ke dalam sistem yang sudah disiapkan oleh A. Orang-orang yang membeli ke B dan C juga pada dasarnya membayar untuk masuk ke dalam sistem tersebut.

Berapa keuntungan yang didapatkan?

Uang yang diterima oleh penjual akhirnya ibarat uang pendaftaran dari pembeli. Keuntungan yang sebenarnya bukan dari penjualan langsung tapi justru dari penjualan yang dilakukan oleh reseller-reseller yang dimiliki seorang penjual. Dengan jumlah reseller yang memadai, seorang penjual mungkin tidak perlu pusing lagi berjualan dan hanya mengandalkan pembagian hasil penjualan dari reseller-reseller miliknya.

Siapa yang paling diuntungkan dengan sistem tersebut?

Untuk menentukan siapa yang paling diuntungkan pada dasarnya tergantung metode pembagian hasil yang dilakukan. Satu hal yang pasti pihak yang paling dirugikan adalah pihak yang berada di bagian paling bawah hirarki seperti D, E, F, dan G pada contoh di atas. Mereka sudah mengeluarkan uang untuk masuk ke dalam sistem namun mereka harus pontang-panting mencari pembeli. Pekerjaan mereka akan menjadi lebih mudah hanya bila ada pembeli yang mau menjadi reseller mereka. Semakin tinggi posisi seseorang dalam hirarki, semakin sedikit penjualan yang perlu mereka lakukan dan semakin banyak keuntungan yang diraup.

Premanisme?

Melihat metode pengumpulan uang yang digunakan di atas, saya cenderung mengibaratkan sistem ini dengan premanisme. Saya melihat penyerahan uang dari pembeli kepada penjual di sini ibarat setoran preman. Dalam hal ini, penjual yang menjadi premannya. Selanjutnya sebagian dari setoran ini akan disetorkan kepada bos atau preman yang lebih berkuasa. Selanjutnya setoran akan dilanjutkan kepada oknum-oknum pihak berwajib yang tidak bertanggung jawab. Oknum-oknum tersebut pun akan menyetor kepada bos atau oknum lain yang lebih berkuasa.

Bukankah ini bisnis?

Saya tidak akan mendebat orang-orang yang menganggap sistem seperti ini sebagai bisnis, tapi saya sendiri tidak pernah menganggap ini sebagai sebuah bentuk usaha. Saya berpegang pada pendapat bahwa ini adalah permainan uang dan tetap mengibaratkan ini sebagai premanisme dengan setoran-setorannya. Saya juga tidak melihat adanya pertukaran barang yang jelas antara penjual dan pembeli dalam transaksi yang terjadi. Secara keseluruhan saya tidak menganggap ini bisnis.

Apakah cara ini salah?

Keputusan mengenai salah atau tidak salah cara mencari uang seperti ini ada pada orang-orang yang melakukannya. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menghakimi siapa pun. Saya hanya memaparkan pandangan saya mengenai salah satu bisnis sederhana di Internet yang sedang menjamur saat ini.

Walaupun begitu, saya tetap tidak setuju dengan cara mencari uang seperti ini. Cara ini tidak memiliki nilai tambah yang signifikan dalam perkembangan dunia usaha. Saya tidak melihat adanya inovasi produk-produk yang bermanfaat. Saya pun tidak melihat adanya perkembangan lapangan kerja yang nyata.

Tulisan terkait:
Benarkah Joko Susilo bukan penipu?
Bagaimana Cara Menghindari Penipuan Bisnis Internet?

--
Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/116454404/b093b703/MoneyGamePremanismeBerkedokBisnisInternet.html

Senin, 15 Juni 2009

Benarkah Joko Susilo Bukan Penipu?

11 opini
Joko Susilo bukan penipu. Joko Susilo tidak mengeksploitasi kelalaian orang. Joko Susilo tidak menggembar-gemborkan rahasia bisnis Internet yang palsu. Joko Susilo benar-benar mendapatkan penghasilan 70 juta Rupiah per bulan.

Sebagian orang boleh bilang begitu, tapi sebagian orang lain berpendapat sebaliknya.

Joko Susilo ADALAH penipu. Joko Susilo mengeksploitasi kelalaian orang yang ingin mendapatkan uang dengan cepat. Joko Susilo hanya bisa bicara padahal isi rahasia bisnis Internet miliknya bodong. Joko Susilo belum tentu mendapatkan penghasilan 70 juta Rupiah per bulan.

Pro-kontra itu ada dan sepertinya masih ada sampai saat tulisan ini saya buat.

Bagaimana dengan Anda?

Sebelum saya membicarakan masalah tipu tidak tipu ini lebih lanjut, saya perlu tegaskan bahwa penipuan itu pada dasarnya bersifat subjektif. Kenapa? Kasus penipuan hanya ada kalau ada korban yang merasa dirinya tertipu. Kalau tidak ada korban yang merasa tertipu maka tuduhan penipuan pun menjadi tidak terbukti.

Saya bukan pelanggan formula bisnis Joko Susilo. Itu artinya saya juga sudah pasti bukan termasuk salah satu korban penipuan Joko Susilo. Walaupun begitu tidak sedikit yang merasa dirinya ditipu oleh formula bisnis SMUO (Sistem Mesin Uang Otomatis). Saya tidak akan kutip komentar-komentar tersebut di sini. Kalau memang ada yang berminat melihat komentar-komentar tersebut, silakan Googling dengan kata kunci berikut:
  • joko susilo penipu
  • formula bisnis penipu
  • bisnis internet penipu
Hasil pencarian yang Google berikan dapat memberikan informasi yang cukup komprehensif asalkan Anda berkenan membaca lebih dari satu hasil pencarian tersebut. Kata kunci "penipu" bukan bermaksud mengindikasikan bahwa Joko Susilo dan pelaku usaha sejenis adalah penipu. Kata kunci itu hanya bertujuan untuk meningkatkan akurasi pencarian.

Saya akan kembali ke topik. Kenapa judul tulisan ini "Joko Susilo Bukan Penipu"? Alasannya sederhana; saya tidak pernah merasa ditipu oleh Joko Susilo. Tapi alasan utamanya adalah untuk menarik perhatian pembaca sehingga berkenan mengunjungi blog saya.

Sekarang saya akan benar-benar kembali ke topik. Alasan saya menyatakan bahwa Joko Susilo bukan penipu adalah agar saya dapat melihat permasalahan penipuan ini tanpa emosi yang berlebihan. Kalau saya sudah terlanjur kesal, paparan saya di bawah ini akan semakin subjektif.

Mari kita cermati bersama-sama apakah Joko Susilo itu penipu atau bukan.

Saya menyempatkan diri mengunjungi situs www.formulabisnis.com. Sepertinya situs ini merupakan muara dari segala sesuatu berbau formula bisnis Joko Susilo. Apa yang saya temukan di situs itu? Yang saya temukan bukan penipuan. Yang saya temukan adalah metode pemasaran yang umum, antara lain:
  • Mengedepankan keunggulan formula bisnis SMUO Joko Susilo.
  • Memberikan garansi uang kembali.
  • Memberikan potongan harga khusus.
Menurut saya semua itu umum dilakukan oleh tenaga pemasaran mana pun. Walaupun begitu, situs tersebut memiliki dua kejanggalan utama, antara lain:
  • Tidak ada data kontak yang jelas.
  • Pengakuan penggunaan produk juga tanpa data kontak yang jelas.
Kalau ada produk yang dipasarkan tanpa meninggalkan data kontak yang jelas, apa yang dapat kita lakukan bila produk yang kita beli gagal/bermasalah saat digunakan? Apa pun masalah yang terjadi di masa depan tentu akan lebih mudah diselesaikan bila ada pihak yang dapat dihubungi untuk meminta penjelasan.

Akan tetapi mengapa ada orang-orang (baca: pelanggan) yang merasa ditipu oleh Joko Susilo? Hasil analisa saya membawa saya kepada beberapa kesimpulan sebagai berikut:
  • Joko Susilo menyatakan bahwa formula bisnis dia mudah. Di lain pihak ada orang-orang yang merasakan sebaliknya.
  • Joko Susilo menyatakan bahwa pendapatan yang dia dapatkan berjumlah besar. Sayangnya ada orang-orang yang kecewa karena pendapatan yang diharapkan tidak seperti iming-iming tersebut.
  • Joko Susilo menyatakan menjual sebuah formula bisnis (produk). Ternyata orang-orang harus kecewa karena yang dia jual hanya sebuah e-book dan cara reselling (menjual kembali) e-book itu pada orang lain.
  • Joko Susilo sulit dihubungi saat orang-orang yang dia kecewakan ingin mendapatkan penjelasan mengenai produknya.
Mungkin alasan-alasannya masih berlanjut, tapi saya rasa contoh-contoh di atas sudah cukup mewakili maksud yang ingin saya sampaikan.

Khusus untuk metode reselling di atas, saya melihatnya seperti MLM (Multi Level Marketing) yang bermain uang. Perbandingannya adalah sebagai berikut:
  • Anda membayar sejumlah uang untuk membeli produk. Ini ibarat membayar sejumlah uang untuk bergabung ke dalam piramida MLM tersebut.
  • Anda mencari pelanggan baru untuk membeli produk dari Anda. Ini ibarat mencari downline bagi diri Anda sendiri.
  • Anda mendapatkan keuntungan dari downline dan berbagi keuntungan dengan upline. Ini adalah metode dasar pendapatan MLM.
Kalau perbandingan saya di atas memang benar, maka cara Joko Susilo mendapatkan penghasilan pada dasarnya hanya dengan bermain uang. Itu artinya semakin banyak orang yang mengeluarkan uang untuk membeli formula bisnis Joko Susilo, semakin banyak penghasilan yang dia dapatkan.

Dari semua yang saya sampaikan di atas, saya tetap mengatakan Joko Susilo bukan penipu karena saya tidak pernah ditipu oleh dia. Saya pun berharap tidak ada lagi yang mengatakan Joko Susilo adalah penipu karena memang tidak ada lagi yang tertipu oleh dia. Harapan terbesar saya adalah semoga Joko Susilo menyadari bahwa tidak sedikit orang yang menyumpahi dia sehingga dia bisa memperbaiki cara dia memperoleh penghasilan dari Internet.

--
Versi PDF tulisan ini: http://www.4shared.com/file/116454394/641e1acf/BenarkahJokoSusiloBukanPenipu.html

Kamis, 11 Juni 2009

Awas! Penipuan via SMS Kembali Marak

1 opini
Walaupun informasi ini terbilang telat, saya rasa tidak masalah kalau saya menuliskan kembali masalah ini lewat blog saya. Seperti yang pernah saya sampaikan sebelumnya, saya pun pernah menjadi sasaran penipuan lewat SMS.

Terus terang kejadian itu baru pertama kali saya alami seumur hidup saya. Terkait dengan pengalaman itu, saya baru saja membaca tulisan mengenai penipuan via SMS dari situs resmi BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia). Ada beberapa tips menghindari penipuan yang sengaja saya kutip dari tulisan itu.
konsumen yang menerima SMS itu justru akan menderita kerugian karena harus mengirimkan sejumlah dana ke pengirim SMS, baik dengan alasan untuk membayar Pajak Undian maupun biaya administrasi
undian gratis berhadiah yang dilakukan para operator, pengundiannya dilakukan secara terbuka dan pemenang dapat diketahui secara luas dari situs resmi para operator maupun media massa
jika konsumen mendapatkan SMS yang berisi bahwa konsumen mendapat hadiah, hendaknya segera diklarifikasi ke call center/customer care operator, dan bukan klarifikasi ke nomor pengirim SMS, mengingat meski dengan mencantumkan nama operator, pengirim menggunakan nomor pribadi yang mungkin saja bukan pihak yang berwenang memberitahukan nama-nama pemenang ataupun memang berniat mengelabui konsumen
Tiga tips di atas saya rasa cukup untuk membantu kita terhindar dari penipuan via SMS tersebut. Kalau memang Anda sedang, akan, atau pernah menjadi korban penipuan via SMS seperti ini, bantu cegah penipuan ini berlanjut lewat BRTI. Himbauan dari BRTI saya kutip di bawah.
Jika Anda mendapatkan SMS yang berindikasi penipuan, silakan kirim informasi tersebut ke Pengaduan Konsumen BRTI di nomor telepon 021-3154971 dengan Ibu Puji/Anna atau dengan mengirimkan faks ke nomor 021-3155070, dan bisa juga melalui email ke info@brti.or.id. Jangan lupa sampaikan nomor telepon dari pengirim SMS agar segera dapat dilakukan pemblokiran terhadap nomor pengirim tersebut

Minggu, 26 April 2009

Plagiarism is a Crime | Plagiarisme adalah Kejahatan

4 opini
Note: Indonesian version of this post is available at the end of this post
--

What if ...

What if the result of a research you've conducted for so long was claimed as the work of one of the professor in your department?

What if every little details you've come up with and resulted as a beautiful novel got hijacked by another writer?

What if your original and -perhaps one and only- brilliant idea was presented to your superior as coming from your colleague?

What if the money you've collected from saving for a whole year was used to hold your brother's birthday party without even thanking you?

I bet it hurts to know that someone else is using something belonged to you without even telling you about it. It could hurt even more if that someone was a complete stranger. We might reconsider if it was our brother, our friend, or our colleague, but I don't think that's the case with a total stranger.

That is what plagiarism is all about. Yes, plagiarism is stealing. Claiming another person's work as your own work is no different from stealing. You'd have to be desperate enough -or naive enough- to say the opposite.

The Internet, with Google Search as the main entrance, opens a wide opportunity to plagiarism. I don't blame Google on this one. They provide an excellent search result. It's us -the Internet users- that should be blamed for plagiarism. No matter how hard someone tried to protect his work, plagiarists would always find a way to counter those protections.

Us as Internet users should learn how to appreciate the work of others even in the slightest way. If we read something good, copied something brilliant, downloaded something useful, then the least we can do is put up a link pointing to our source instead of claiming it as your own.

Read this post in Bahasa Indonesia ...

Minggu, 19 April 2009

Tips Menghindari Penipuan dari XL

12 opini
Kasus penipuan yang hampir aku alami sudah aku laporkan ke Layanan Pelanggan XL. Beritanya aku sampaikan lewat email karena aku merasa lebih nyaman bercerita lewat tulisan. Berselang satu hari, aku sudah menerima jawaban dari mereka. Bagian penting dari jawaban mereka aku kutip di bawah.

... kami menghimbau kepada masyarakat, khususnya pengguna kartu XL agar berhati-hati terhadap penipuan berkedok undian berhadiah semacam ini. Yang perlu diperhatikan adalah, jika Bapak memenangkan undian yang dilaksanakan oleh XL kami tidak akan menginformasikan hal tersebut melalui SMS akan tetapi kami akan menghubungi ponsel Bapak secara lansung untuk mengkonfirmasikan hadiah yang didapat, dan cara pemberian hadiah dapat kami kirimkan langsung ke alamat Bapak atau diambil di XL Center terdekat tanpa biaya pajak undian, karena biaya pajak akan ditanggung oleh XL. Tidak ada nomor konfirmasi lain selain nomor 817 atau 021 57959817.

Mohon untuk bertindak hati-hati dengan tidak terpancing untuk mengikuti petunjuk yang diberikan si pengirim telepon antara lain dengan permintaan untuk menyetor sejumlah uang atau membeli sejumlah voucher terlebih dahulu dan menyebutkan 14 digit kode rahasia pengisian pulsa kepada si penelpon atau meminta korban melakukan registrasi internet di ATM salah satu Bank, kemudian memberitahukan password korban kepada si penelpon/penipu tersebut. ....

Paragraf pertama menjelaskan mekanisme konfirmasi hadiah undian yang didapat beserta nomor konfirmasi. Selain itu dijelaskan juga mekanisme pemberian hadiahnya. Paragraf kedua menjelaskan modus operandi yang sering dilakukan oleh si Penipu.

Khusus untuk bagian "menyebutkan 14 digit kode rahasia pengisian pulsa", orang tuaku pernah mengalaminya. Penipu menghubungi nomor telpon rumah orang tuaku dan menjanjikan hadiah sebuah motor. Orang tuaku diminta membeli voucher bernilai Rp. 100.000 (Seratus Ribu Rupiah) sebelum hadiah itu bisa mereka terima. Setelah voucher dibeli, si Penipu menghubungi orang tuaku kembali dan meminta orang tuaku menyebutkan 14 digit kode rahasia pengisian pulsa itu. Selesai.

Orang tuaku termasuk orang awam yang tidak terlalu mengerti bahwa 14 digit yang mereka berikan itu TIDAK SEHARUSNYA diberikan kepada orang lain. Bagi orang yang mengetahui hal ini mungkin bisa langsung tahu bahwa dia sedang ditipu dan segera mengakhiri pembicaraan atau malah membalas menipu dengan memberitahu 14 digit asal-asalan.

Terlepas dari itu semua, semoga saja tidak ada lagi yang tertipu dengan model penipuan seperti ini. Semoga saja yang menipu bisa segera kembali ke jalan yang lurus dan benar sehingga berkenan mencari nafkah dengan cara yang baik.

Sabtu, 18 April 2009

Penipuan Berkedok Undian dari XL

6 opini
Di suatu sore yang tenang, aku menerima telpon dari nomor 0817743154. Walaupun nomornya gak tercatat dalam phonebook, aku memutuskan untuk menerimanya. Mungkin saja yang menelpon ini orang yang aku kenal tapi menggunakan telpon dengan nomor lain.

Setelah aku angkat, seingatku tanpa menyebut namaku, si Penelpon langsung tembak sasaran. Dia, dengan sopan, bertanya apakah aku bisa diganggu atau tidak. Setelah aku persilakan bicara, dia segera menyampaikan "kabar baik" itu. XL sedang mengadakan undian dengan mengacak nomor 00 sampai nomor 99. Dan nomor yang keluar itu terkait dengan nomor telponku. Kok bisa? Tapi pertanyaan ini aku simpan dulu.

Dia melanjutkan penjelasannya. Aku berhasil memenangkan hadiah uang sebesar Rp. 7.000.000 (Tujuh Juta Rupiah) dan voucher isi ulang sebesar Rp. 500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah). Pertanyaan sebelumnya masih terngiang. Kok bisa sih aku menang undian seperti ini? Aku sendiri gak pernah merasa berpartisipasi dengan undian apapun dari XL. Lagi-lagi pikiran ini aku simpan dulu.

Si Penelpon segera menanyakan nomor rekening bank yang aku miliki. Aku bilang aku tidak ingat nomor rekening yang aku miliki. Buku tabungannya pun ada di rumah sementara aku masih di luar rumah. Tiba-tiba si Penelpon ini menanyakan apakah aku membawa kartu ATM-ku. Lho kok? Kenapa harus menanyakan kartu ATM-ku? Walaupun begitu, aku tetap menjawab pertanyaannya. Aku bilang kartu ATM-ku tertinggal di rumah.

Akhirnya rentetan pertanyaan dia terhenti. Tak berapa lama dia bertanya lagi kapan aku sampai di rumah. Aku bilang sekitar 1 atau 2 jam lagi. Sepertinya dia sudah kehabisan pertanyaan karena itu adalah pertanyaan terakhir dari dia. Dia menutup pembicaraan itu dengan mengatakan bahwa dia akan menghubungi aku lagi sekiranya aku sudah sampai di rumah.

Aku mengiyakan dan tidak lupa menanyakan namanya. Dia mengaku bernama Bambang Hutomo (atau Bambang Utomo). Aku akhiri dengan mengatakan bahwa sesampainya aku di rumah, aku akan segera menghubungi dia.

Pembicaraan selesai. Aku tertawa sendiri. Pemberitahuan hadiah undian itu benar-benar mengundang banyak pertanyaan. Pada awalnya aku memang sudah curiga. Isi pembicaraan itu justru memperkuat kecurigaanku.

Hal pertama yang membuat aku curiga adalah pemberitahuan pemenang hadiah undian datang dari nomor telpon biasa. Aku berpikir penyedia jasa telekomunikasi tentu punya nomor telpon yang lebih cantik untuk digunakan saat menghubungi pelanggannya.

Yang kedua, si Penelpon tidak menyebut namaku. Sepertinya tidak lazim mengontak pelanggan tanpa menyebut namanya. Aku yakin hal ini sudah menjadi bagian dari bentuk pelayanan; apalagi dari penyedia jasa seperti XL. Lagipula aku adalah pemenang undian. Apa mungkin pemenang undian tidak diketahui namanya?

Yang ketiga, undian dilakukan dengan mengacak nomor 00 sampai 99. Memangnya pelanggan XL sesedikit apa? Apa kelebihanku sampai aku bisa diikutkan dalam 100 nomor itu? Cara mengundi yang aneh tanpa dasar yang jelas. Benar-benar tidak masuk akal.

Yang keempat adalah pertanyaan mengenai kartu ATM. Kalau kepentingannya memang untuk melakukan transfer hadiah untuk aku, kenapa dia harus menanyakan kartu ATM milikku? Entah apa maksud pertanyaan ini. Memangnya ada korelasi antara nomor rekening dan kartu ATM? Aku jadi penasaran.

Semua pertanyaan di atas mempertegas bahwa si Penelpon itu berusaha menipuku. Apalagi sampai detik ini dia tidak lagi menghubungiku. Kalau memang aku menang undian, kenapa dia tidak berbaik hati dan menghubungiku sekali lagi untuk memastikan agar aku dapat menerima hadiah itu?

Pengalaman yang aneh dan lucu. Semoga tidak ada pembaca yang terjebak dengan penipuan seperti ini. Dan semoga saja bukan aku yang tertipu karena terlalu curiga dan membuat aku tidak bisa mendapatkan uang sebesar Tujuh Juta Rupiah.

Senin, 19 Januari 2009

A Fragile Halt

0 opini
Both Palestinians factions and the Israel Defense Forces are putting a hold on their war game. Each party declares their own version of ceasefire. There is no mutual agreement between the two parties.

I never expected that this kind of condition would exist following a 22-day war on Gaza. I thought for sure that Israel would do what they can to bring Gaza to the ground. Looking at their objective, i.e. stopping rocket attacks from Gaza, then I assume their intention was to put a whole lot of fear in Palestinians living in Gaza through obliteration and massacre.

Nevertheless, each side decides to hold back. Olmert said that Israel have achieved its goals. Have they? If a single rocket were to be fired to Israel after this ceasefire declaration then wouldn't that mean that their "goal" have not been achieved? I'm not surprised if some Palestinians think that they have achieved a symbolic victory. They only need one single rocket to claim that victory.

I don't think the war ends here. Gaza faces a fragile situation where any false actions would lead Gaza back to December 27, 2008. Not to mention Israel refused any deadlines in removing their troops from Gaza. It's like having a bomb in Gaza waiting to be detonated. Gaza is still a dangerous playground.

Even if the war temporarily ends then Gazans are faced with more than a thousand dead, thousands injured, hospitals struggling, rumbles everywhere, homes destroyed, businesses out-of-business, food shortages, lack of supplies, and the list continues.

"He said Israel would "continue to do whatever is possible to prevent the humanitarian crisis in Gaza," and expressed sorrow for the deaths of innocent civilians. "It wasn't our intention to fight them or to harm them, to hurt them or to shoot at them," he said." - Hamas, Israel set independent cease-fires

I guess actions failed to meet words. :|

A dark future still awaits Gaza. Hopefully it won't last long. I'm pessimistic about it but neither of us can predict the future. At the very least, I sincerely hope that humanitarian aid would reach Gaza as soon as possible.

Reference:

Jumat, 16 Januari 2009

More Ringtones for Gaza

2 opini
Someone who won't mention his name on his comment suggested Audacity to edit the MP3. I took some of my time to download it and tried making the same ringtone as before. It's an open source project so it was within my area of interest anyway. Not to mention I have plenty of time to spare. :p

FYI, Audacity requires LAME MP3 Encoder library to be able to export an audio track to MP3 format. If you're interested in using Audacity, you can download LAME library from rarewares.org.

One key feature that I've come across during my short use of Audacity was its capability in mixing more than one audio tracks. I simply import the audio tracks that I want to mix and Audacity will show me separate audio tracks to edit instead of one already mixed audio tracks. That way I can easily modify each audio tracks without affecting the other. After I'm done with my modification, I can directly listen to the mixed result. When I'm satisfied with that result, exporting the mixed audio track was only a mouse click away. That is if I already have LAME MP3 Encoder.

When I'm using Music Editor Free, I can only mix more than one audio tracks. It won't be a problem if all the imported tracks were ready to be mixed. What happens when something was not right and I have to edit one of the tracks to be mixed? You can imagine how troublesome this could be if I were to go back and forth between editing a single track then tried mixing it with another audio track. So that's 1-0 for Audacity. :)

OK then. Before things get way to technical, I present you the result of mixing two copies of the first ringtone into a single audio track with a little time shift made to one of the track to add an echo effect. Mind you that this is coming from a beginner. So don't laugh, OK? ;)



You can download it here: http://www.4shared.com/file/80894398/316163a9/MichaelHeart_WeWillNotGoDown_Edit3.html

Many thanks to "Mr. I don't really know who" for directing me to Audacity.

Ringtone for Gaza

4 opini
I never thought I would meet the day where I would be editing an MP3. Up until today, my interest in MP3 was not much. I don't really like to hear songs anyway. Only selected few can show up in my playlist.

Yesterday I downloaded We Will Not Go Down from Michael Heart official website. I listened to that song a couple of times. I really liked that song and decided to add it to my playlist. Hurray!!! :)

Next thing I know, I wanted to set that song as my cellphone's ringtone. Unfortunately I don't want the whole song as my ringtone. So I started Googling for free and reliable MP3 editor. From Google, I stumbled upon Music Editor Free.

That was it. That was the one I'm looking for. It was easy to use. The interface was easy to comprehend and the help was quite helpful. I got a decent grip on the application in no time.

Editing Michael Heart's We Will Not Go Down was easy. I simply select the part of song that I want. Cut here. Trim there. Add a little fade in effect and voila! I have my ringtone. :)

One thing that's lacking from Music Editor Free was I cannot save the file as MP3. I can only save it in WAV format. That means excessive file size. Next step was to find a WAV to MP3 converter. Using Google, I came across FreeMp3/Wma/Ogg Converter. I used this application to convert WAV to MP3 in a snap.

Result? Click the play button in the embedded player below to listen to the ringtone I made. It's not coming from an expert but I'm satisfied with what I've produced. Hopefully it's legal. :)



In case you're interested, you can download it here: http://www.4shared.com/file/80844593/5aae0222/MichaelHeart_WeWillNotGoDown_Edit1.html

Many thanks to Michael Heart for publishing his song for free.

Kamis, 15 Januari 2009

Gazans Will Not Go Down

0 opini
The song composed by Michael Heart, We Will Not Go Down (Song for Gaza), was warm and touching. I can almost feel his sympathy towards the war occurring on Gaza.

If you're Indonesian and curious of what Michael's song mean in Bahasa Indonesia, then feel free to look at the translation I made here.

Michael did his part to save the humanity in Gaza. He composed that song and decided to donate the sale to charity to help Palestinian in Gaza. When he bumped into technical complication, he decided to share that song for free and encouraged the people who downloaded his song to also donate to help Palestinian in Gaza.

He did his part to help the victims of war in Gaza. I did my part in donating some money through local (Indonesia) aid organizations called MER-C. The future are still open for more donations. What about you? Have you donate anything to help civilians in Gaza?

I seriously hope that Gaza will not be brought down and Israel would realize that their actions are not justifiable with a mere reason of "stopping rocket attacks from Gaza to Israel". I seriously hope that the world leaders would take stronger actions towards the war in Gaza instead of making peace resolutions that in the end will be deemed "unworkable".

We Will Not Go Down is not just about saving Palestinian from Israel attacks. It's about the struggle of helpless civilians facing the attacks form one of the largest army on this planet. It's about the civilians survival from disguised genocide.

My highest appreciation to Michael Heart for his song and sympathy and to any of you who seriously wanted to help Palestinian civilians from the cruel attacks of Israel tanks and airplanes.

More on We Will Not Go Down through Michael Heart's website: http://www.michaelheart.com/Song_for_Gaza.html.