Rabu, 04 April 2012

Dunia Tanpa Hak Cipta

http://www.cwu.edu/
Pernahkah Anda membayangkan bagaimana kondisi di dunia ini tanpa adanya hak cipta? Apakah itu berarti tidak ada pembajakan? Apakah itu berarti tidak ada tuntutan hukum terhadap penggunaan hasil karya orang lain? Apakah itu berarti inovasi akan terus berjalan? Apakah itu berarti dunia ini akan lebih aman, nyaman, dan damai?

Saya tidak tahu dan tidak berusaha mencari tahu jawaban dari pertanyaan di atas. Akan tetapi, saya rasa pembajakan itu akan tetap ada. Hanya saja mungkin definisinya akan sedikit berbeda. Saat ini definisi pembajakan selalu dikaitkan dengan pelanggaran hak cipta. Bagi saya, ada hak cipta atau tidak, menjiplak hasil kerja orang lain tanpa persetujuan dari orang tersebut adalah pembajakan.

Pertanyaannya adalah mungkinkah kehidupan di dunia ini membaik tanpa hak cipta? Jawabannya antara mungkin dan tidak mungkin. Bila hak cipta itu tidak ada, kasus-kasus pelanggaran hak cipta tidak mungkin ada karena tidak ada yang dapat digunakan sebagai bukti terjadinya pelanggaran. Dengan begitu, para oportunis yang gemar mencari uang lewat tuntutan hukum pelanggaran hak cipta pun akan kehilangan lahan untuk bermain.

Di sisi lain, tanpa adanya hak cipta itu, penjiplakan sangat mungkin meningkat dengan pesat. Hasil kerja seseorang dapat kita temukan dengan mudah di tempat-tempat lain. Tanpa adanya perlindungan hukum terhadap hasil kerja seseorang, maka para oportunis yang gemar mencari keuntungan lewat penjiplakan akan semakin merajalela.

Hak cipta itu sendiri memiliki dimensi yang mencakup berbagai aspek kehidupan. Membahas satu per satu contohnya tidak akan habis. Berhubung saya kurang suka dengan eksploitasi tuntutan hukum terhadap pelanggaran hak cipta, saya lebih cenderung memilih agar hak cipta itu dihilangkan saja. Akan tetapi, melihat kondisi penjiplakan yang terus meningkat, hati saya justru merasa bahwa aturan tentang hak cipta itu memang diperlukan. Kalau saja manusia lebih mampu menghargai hasil karya orang lain dan tidak sembarangan meniru, mencontek, atau menjiplak tanpa menyebutkan sumber (referensi) aslinya, mungkin saja dunia ini tidak akan memerlukan hak cipta.

Perdebatan tentang Hak Cipta
Terlepas dari penjelasan di atas, saya ingin berbagi sedikit pengalaman saya seputar perdebatan tentang hak cipta. Tahukah Anda bahwa di dunia ini ada orang (atau orang-orang) yang sangat tidak setuju dengan keberadaan hak cipta? Bukan saja tidak setuju dengan keberadaan hak cipta, mereka ini bahkan tidak setuju bahwa manusia itu memiliki hak terhadap hasil kerjanya sendiri. Kenapa? Karena segala sesuatu yang ada di dunia ini merupakan ciptaan Yang Maha Kuasa.

Pemikiran di atas menegaskan bahwa manusia itu dapat menghasilkan sesuatu atas petunjuk, pertolongan, dan izin dari Yang Maha Kuasa. Manusia itu tidak mungkin menghasilkan sesuatu tanpa andil Yang Maha Kuasa. Manusia pun tidak memiliki hak terhadap hasil kerjanya sendiri. Kepemilikan terhadap hasil kerja manusia ada pada Yang Maha Kuasa. Dengan begitu, hak cipta adalah sesuatu yang tidak pantas ada di muka bumi ini.

Sebagai seorang Muslim, saya pun meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini adalah atas izin (dan kehendak) dari Allah SWT. Akan tetapi, sulit bagi saya untuk menerima pendapat yang mengatakan bahwa setiap manusia tidak memiliki hak kepemilikan atas hasil kerjanya. Logika saya sederhana saja. Bukankah kita digaji atas hasil kerja kita? Bukankah kita dinilai atas perkataan dan perbuatan kita? Bukankah pahala dan dosa pun tidak lepas dari apa yang kita hasilkan dalam hidup kita?

Bahkan dalam menulis hal yang "sepele" seperti sebuah blog post pun penulisnya masih berhak mengakui bahwa tulisan itu adalah miliknya atau hasil kerjanya. Walaupun ide dan pengetahuan yang tertuang itu datangnya langsung dari Allah SWT, blog post yang berhasil di-publish oleh penulis itu adalah hasil kerjanya (miliknya). Penulis tersebut pun memiliki hak untuk meminta agar orang lain tidak asal menjiplak hasil kerjanya atau paling tidak menyebutkan blog post tersebut sebagai sumber saat dijiplak. Inilah alasannya kenapa saya setuju bila para plagiator itu disebut maling, karena mereka mengambil hasil kerja orang lain DAN mengakuinya sebagai hasil kerja sendiri.

Terkait dengan pernyataan 'plagiator adalah maling", saya pun mendapat kesempatan untuk bertukar pikiran dengan salah seorang pendukung pemikiran di atas. Singkat cerita, pendapat saya tetap menjadi pendapat saya. Sementara mereka yang menganggap Yang Maha Kuasa sebagai pemilik hak terhadap hasil kerja manusia itu pun sepertinya tetap mempertahankan pendirian mereka. Dapat ditebak bahwa perdebatan antara saya dengan salah satu dari mereka dapat dipastikan menjadi debat kusir. Kami justru sibuk memperdebatkan definisi seperti definisi tentang "kepemilikan" dan "hak milik", definisi tentang "mencuri", dan berbagai definisi lainnya yang tetap saja tidak akan menyatukan perbedaan pendapat yang sudah ada. Dan perdebatan tersebut pun ditutup dengan "we agree to disagree".

Demikian paparan sederhana dari saya tentang hak cipta. Saya tidak bisa mengatakan bahwa saya mendukung adanya hak cipta, tapi saya pribadi berusaha semaksimal mungkin menghargai hasil kerja orang lain. Menjiplak hasil kerja orang lain dan mengakuinya sebagai milik saya sendiri adalah hal yang tabu bagi diri saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar