Kamis, 13 September 2018

Menjadi Orang Tua Tanpa Tertekan

0 opini
Terus terang saya tidak tahu harus mulai dari mana. Topik yang saya pilih kali ini terkait erat dengan tekanan saat menjadi orang tua. Topik ini menarik untuk dibahas karena setiap orang tua mengalaminya. Tentu saja menarik untuk membahas bagaimana tekanan-tekanan itu muncul dan bagaimana mengatasinya agar kita dapat menjadi orang tua yang lebih bahagia. Sayangnya semakin lama saya memikirkan topik ini, semakin sulit untuk menentukan apa yang sebenarnya dapat saya tuangkan dalam sebuah blog post singkat. Untungnya masalah itu bisa saya atasi dan saya putuskan untuk mengubah topik dari "tekanan" menjadi "tertekan".


Untuk membahas "tertekan", kita perlu mulai dari "tekanan" karena kondisi tertekan hanya muncul saat ada tekanan. Terkait tekanan ini, saya menemukan sebuah video menarik berjudul "Why Moms Are Miserable" pada channel TEDx Talks. Video itu membahas secara spesifik tentang tekanan yang dirasakan oleh para ibu dan dampak negatifnya terhadap kehidupan para ibu tersebut. Ada satu kutipan menarik dari video tersebut:
If we're working mom, we feel guilty. If we're working mom, we feel judged. We second guess and stress over all the parenting decisions that we make and all too often we feel like failures and frauds.
Kutipan di atas memberikan gambaran seolah-olah apa pun yang dilakukan seorang ibu, hidupnya akan selalu penuh dengan tekanan. Apakah pekerjaan, karir, atau penghasilan sendiri dapat membantu meningkatkan kualitas hidup para ibu? Dalam beberapa hal, ya. Sayangnya tekanan-tekanan itu tetap ada dan tetap merusak kehidupan para ibu, baik mereka sadari maupun tidak.

Hal di atas tentu saja tidak menggambarkan besarnya tekanan yang dihadapi para ibu atau para ayah. Kita belum bicara tekanan dari para kakek dan nenek, para om dan tante, atau standar parenting yang datang dari publik. Kita belum bicara berbagai varian tekanan mulai dari persaingan di sekolah sampai kompetisi yang muncul akibat global market. Seolah-olah segala hal di dunia ini dapat menjadi sumber tekanan bagi para orang tua, padahal pada kenyataannya ... memang seperti itu.

Untungnya "tekanan" tidak sama dengan "tertekan". Tertekan merupakan akibat dari adanya tekanan, tapi akibat itu hanya muncul bila kita membiarkannya untuk muncul. Untungnya kita masih memiliki kendali terhadap kondisi tertekan sehingga sebanyak apa pun tekanan dalam hidup kita, pada hakikatnya kita masih bisa hidup tanpa tertekan. Jadi, hidup tanpa tertekan bukan berarti hidup tanpa tekanan, tapi hidup tanpa membiarkan tekanan mempengaruhi hidup kita.

Cara hidup di atas selaras dengan salah satu prinsip parenting yang saya temukan dalam artikel yang berjudul No Pressure Parenting. Hidup tanpa tertekan merupakan salah satu prinsip yang dibutuhkan kita agar kita dapat menemukan kebahagiaan dalam mendidik dan membesarkan anak. Kalau kita bekerja, kita tidak perlu merasa bersalah saat kita tidak meluangkan 24 jam waktu kita untuk keluarga kita. Selama kita masih menjadikan keluarga sebagai prioritas dan bekerja demi keluarga kita, waktu yang tidak kita luangkan bersama adalah pengorbanan yang perlu dilakukan. Kita tidak perlu mengambil hati berbagai anggapan dan penilaian dari orang lain terhadap cara kita mengurus keluarga kita asalkan kita sudah sepenuh hati memikirkan dan mengusahakan yang terbaik untuk keluarga kita.

Kita pun tidak perlu menjadi martir bagi keluarga kita. Saya pernah membahas soal martir ini dalam sebuah tulisan terpisah (hasil menerjemahkan dari tulisan lain) yang berjudul "Ibu, Bukan Martir." Walaupun tulisan itu membahas tentang para ibu, tips dan triknya masih relevan bagi para ayah. Dalam tulisan tersebut, ada 6 hal yang perlu dilakukan oleh para orang tua agar tidak menjadi martir dalam mendidik dan membesarkan anak. Keenam hal tersebut adalah:
  1. Saya akan mengingatkan diri saya setiap hari bahwa waktu saya bersama anak-anak saya itu sangat berharga.
  2. Saya akan mengurus diri saya.
  3. Saya bukan ibu yang sempurna.
  4. Saya akan mengutamakan pernikahan saya.
  5. Saya akan menghargai teman-teman saya.
  6. Saya akan mengutamakan makan malam bersama keluarga.
Penjelasan lebih jauh mengenai masing-masing hal di atas dapat dibaca langsung di "Ibu, Bukan Martir". Terkait dengan teman, video yang saya bahas di atas pun secara spesifik membahas tentang teman. Video tersebut menjelaskan bahwa menghabiskan waktu bersama teman adalah salah satu cara untuk mengatasi tekanan. Teman yang dimaksud tentu saja bukan sembarang teman, bukan sekadar teman dengan status teman, dan bukan pula teman yang begitu saja kita temukan lewat jejaring sosial. Teman yang dimaksud adalah teman yang dapat membantu kita menghilangkan perasaan terasing saat kita sedang terpuruk, bukan sebaliknya membuat kita semakin merasa terpuruk dalam pengasingan.

Pada intinya, kita sebagai orang tua harus mampu mengendalikan tekanan. Pilih tekanan mana yang boleh mempengaruhi hidup kita untuk mendorong kita menjadi orang tua yang lebih baik. Pilih pula tekanan mana yang tidak boleh mempengaruhi hidup kita agar kita tidak hidup dengan perasaan tertekan (baca: depresi). Jangan sampai kita menghabiskan seluruh waktu dan energi kita hanya untuk mati demi membawa keluarga kita menuju hidup yang lebih baik.

Agile Parenting
Dalam konteks ini, Agile Parenting Manifesto sangat relevan, khususnya terkait happiness (kebahagiaan). Kebahagiaan dalam Agile Parenting tidak boleh dibatasi pada kebahagiaan anak-anak semata. Kebahagiaan yang dimaksud adalah kebahagiaan setiap anggota keluarga, termasuk ibu dan ayah. Kita sebagai orang tua perlu memikirkan cara agar diri kita menjadi (lebih) bahagia karena kebahagiaan tersebut akan menjadi sumber energi untuk terus mendidik dan membesarkan anak-anak kita menjadi orang-orang yang bahagia.

Kalau definisi kebahagiaan kita adalah tercapainya kebahagiaan anak-anak, yaitu kita tidak memiliki definisi kebahagiaan tersendiri, kita harus belajar menikmati proses mencapai kebahagiaan anak-anak kita. Itulah alasannya kenapa kita perlu meluangkan waktu untuk "merawat" diri kita, baik fisik kita maupun mental kita. Jangan sampai pengorbanan yang kita berikan hanya membuat kita lelah tanpa ada hasil yang dapat kita rasakan secara langsung.

Mengingat pentingnya kebahagiaan tersebut, maka penting bagi kita untuk membedakan antara tekanan dan tertekan. Penting bagi kita untuk mengabaikan tekanan-tekanan yang tidak relevan dan berdampak negatif agar hidup kita tidak "diwarnai" dengan perasaan tertekan. Penting bagi kita untuk mendorong keluar tekanan-tekanan negatif yang sudah terlanjur masuk ke dalam hati kita dan menjaganya agar tidak masuk lagi. Penting bagi kita untuk mengganti warna hitam akibat tekanan-tekanan negatif tersebut dengan warna-warna yang cerah dari kenangan-kenangan bahagia bersama keluarga kita. Dengan begitu, perasaan tertekan dapat ditekan (keluar) dan kebahagiaan akan menghiasi proses mendidik dan membesarkan anak-anak kita.