Sabtu, 16 Juli 2011

Urgensi Prasekolah

0 opini
Para orang tua tetap memiliki peran dalam tumbuh kembang anak walaupun anak mereka dimasukan ke dalam prasekolah.
Besok, 17 Juli 2011, Raito dan Aidan akan merayakan ulang tahun ketiga mereka. Tidak terasa saya sudah menjadi ayah selama 3 tahun. Saya teringat kembali hari bersejarah dalam hidup saya, yaitu pada tanggal 17 Juli 2008, saat kedua anak kembar (tapi tidak mirip sama sekali) ini lahir. Hari itu adalah hari yang istimewa dan penuh kenangan.

Kembali ke topik tulisan ini.

Usia 3 tahun adalah usia prasekolah. Pada awalnya, saya dan istri saya memang berpikir untuk memasukan Raito dan Aidan ke salah satu prasekolah. Kami sudah survei ke beberapa playgroup di sekitar tempat tinggal kami. Dari hasil survei tersebut, kami bahkan sudah melakukan perbandingan dan memilih salah satu dari beberapa playgroup itu.

Prasekolah memang memiliki manfaatnya tersendiri. Dalam benak saya, manfaat prasekolah yang utama adalah membiasakan anak-anak saya untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Saat prasekolah, sudah dipastikan anak-anak saya akan berinteraksi dengan anak-anak sebaya dan guru-guru mereka. Interaksi sosial Raito dan Aidan tentunya akan meningkat pesat.

Dengan prasekolah, Raito dan Aidan pun akan mendapatkan rangsangan yang konstan untuk membantu pertumbuhan mereka di berbagai aspek seperti motorik, kognitif, bahasa, atau kemandirian. Merangsang pertumbuhan anak-anak di usia belia adalah sesuatu yang penting untuk dilakukan. Jadi, semakin banyak alasan untuk memasukan Raito dan Aidan ke prasekolah.

Walaupun begitu, saya dan istri saya tidak pernah menganggap bahwa memasukan Raito dan Aidan ke prasekolah adalah sesuatu yang wajib. Bagi kami, prasekolah untuk Raito dan Aidan itu tetap opsional. Sebanyak apa pun manfaat yang didapatkan di prasekolah, manfaat yang sama dapat diperoleh di rumah. Raito dan Aidan akan tetap tumbuh dan berkembang meskipun mereka tidak masuk prasekolah. Yang penting kami tetap konsisten mengenalkan hal-hal yang baru kepada Raito dan Aidan.

Prasekolah menjadi wajib bila pihak orang tua mengalami kesulitan meluangkan waktu untuk membantu anak-anak mereka tumbuh dan berkembang. Para orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dan aktivitas mereka, misalnya, mungkin saja harus memasukan anak-anak mereka ke dalam prasekolah. Walaupun begitu, setiap orang tua harus menyadari bahwa prasekolah itu tidak akan pernah menggantikan peran orang tua sepenuhnya. Para orang tua tetap memiliki peran dalam tumbuh kembang anak walaupun anak mereka dimasukan ke dalam prasekolah.

Jadi, opsional atau tidaknya prasekolah itu tetap saja subjektif. Semuanya kembali kepada kondisi masing-masing keluarga. Yang saya rasa perlu diingat oleh setiap orang tua adalah prasekolah itu bukanlah sesuatu yang harus dipaksakan. Apalagi bagi keluarga dengan kondisi finansial terbatas, prasekolah bukanlah sesuatu yang harus diprioritaskan.

Minggu, 10 Juli 2011

Menunggu Tawaran Beasiswa Berikutnya

0 opini
Tahun ini adalah tahun pertama saya mulai mencari beasiswa untuk S2. Sebelumnya saya hanya berpikir bagaimana cara mendapatkan pekerjaan dengan gaji paling tinggi. Sama sekali tidak terbersit pikiran untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Ada beberapa alasan yang membuat pikiran untuk S2 itu muncul dan semua itu berakar pada kenyataan bahwa saya sudah bekerja menjadi PNS (Pegawai Nyari Sampingan). Dengan menjadi PNS, pikiran untuk pindah kerja semakin berkurang. Saya sendiri sudah lelah menjadi kutu loncat; pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Saya ingin meniti karir sehingga saya tidak melulu menjadi kuli; walaupun dengan bayaran tinggi.

Tanpa perlu menjadi kutu loncat, saya mulai berpikir mengembangkan keahlian saya ke arah yang strategis. Yang dimaksud dengan keahlian strategis itu salah satunya adalah dengan pendidikan S2. Selain itu, S2 ini pun memperbesar kemungkinan saya naik tingkat dalam hirarki jabatan. Tingkat pendidikan seorang PNS menjadi hal yang penting dalam menentukan jabatan; suka atau tidak.

Yang agak njelimet adalah saya tidak bisa sembarangan memilih tawaran beasiswa S2. Setelah konsultasi dengan berbagai pihak, saya akhirnya memilih menunggu tawaran beasiswa S2 yang datang lewat Bagian Kepegawaian instansi tempat saya bekerja. Kalau saya memaksa ikut serta seleksi beasiswa S2 dari luar instansi, saya akan kesulitan mengurus ijin tugas belajar dan mengurus pengakuan gelar yang saya raih kelak. Saya sendiri tidak bisa membayangkan besarnya "kesulitan" ini, tapi saya memilih jalur aman saja.

Tahun ini, ada beberapa tawaran beasiswa yang datang, yaitu dari KOICA, JICA, ADS, dan World Bank. Saya yakin para pemburu beasiswa sudah familiar dengan lembaga-lembaga tersebut. Yang saya pilih adalah yang pertama datang, yaitu dari KOICA. Program yang ditawarkan pun ada yang, menurut saya, beririsan dengan kompetensi saya sebagai tenaga IT, yaitu Global e-Policy and e-Government.

Pilihan ini membawa beberapa konsekuensi. Saya harus pontang-panting mengurus berkas dalam waktu singkat. Ijazah dan transkrip bahasa Inggris harus segera saya urus ke kampus. Saya pun harus segera mendapatkan skor TOEFL ITP. Setiap kendala, yang (untungnya) tidak akan saya paparkan di sini, akhirnya dapat saya lewati dan berkas persyaratan beasiswa pun dapat saya serahkan pada waktunya.

Rupanya KOICA ini termasuk tawaran beasiswa dengan resiko tinggi. Resiko yang saya maksud adalah resiko gagal. Kuota program yang saya ikuti hanya 20 orang; dari seluruh dunia. Dari 20 orang tersebut, hanya 1-2 orang saja yang dipilih dari setiap negara. Resiko gagalnya sangat tinggi. Saya harus bersaing dengan pentolan-pentolan internasional untuk menjadi bagian dari 20 orang tersebut.

Saya berhasil terpilih sampai tahap wawancara. Tahap wawancara itu sendiri hanya menyisakan dua kandidat termasuk saya. Pada akhirnya, saya gagal. The not-so-painful side of the story adalah saya masuk waiting list. Rupanya Allah belum berkenan mengijinkan melanjutkan pendidikan di Korea untuk alasan yang saya sendiri tidak mengerti sepenuhnya.

Harapan saya untuk diterima itu sebenarnya sangat tinggi. Ada tiga alasan mendasar mengapa saya begitu berharap dapat lolos di beasiswa KOICA kali ini. Pertama, saya dapat berangkat tahun ini. Kalau saya lolos, saya akan berangkat ke Korea akhir Juli ini. Saya pun lebih tenang meninggalkan keluarga saya saat anak-anak saya masih berusia 3 tahun. Mereka belum perlu sekolah sehingga saya berharap istri saya tidak terlalu repot mengurus mereka berdua.

Kedua, program S2 yang ditawarkan hanya satu tahun. Saya memang tidak ingin berlama-lama belajar. Saya termasuk tipe orang yang lebih memilih belajar sebentar untuk segera dilanjutkan dengan implementasi. Dengan begitu, ilmu yang saya peroleh lebih membekas. Saya pun tidak perlu meninggalkan keluarga saya terlalu lama. Istri saya pun merasa tidak perlu nyusul ke Korea kalau hanya ditinggal selama 1 tahun. Ketiga, saya dapat mewujudkan cita-cita saya untuk menambah katalog bahasa asing yang saya kuasai. Alasan terakhir ini memang tidak terlalu penting.

Dengan harapan yang tinggi, maka kekecewaan yang hadir akibat kegagalan pun sama tingginya. Hidup saya memang jalan terus, tapi rasa kecewa ini agak sulit pergi. Saya jadi teringat saat saya mengikuti proses seleksi penerimaan pegawai Bank Indonesia. Saat itu, saya mengikuti seleksi penerimaan pegawai untuk MLE (bukan PCPM). Seperti dengan beasiswa KOICA ini, saya pun gagal di tahap wawancara. Gagal di tahap wawancara penerimaan pegawai MLE ini pun dapat dikatakan sama sakitnya.

Saat ini saya menunggu tawaran beasiswa berikutnya dari Bagian Kepegawaian. Tawaran beasiswa dari ADS, JICA, dan World Bank untuk tahun ini terpaksa saya lewati karena saya tidak diperbolehkan mengikuti lebih dari 1 seleksi beasiswa pada saat yang sama. Kelihatannya tawaran beasiswa berikutnya yang dapat saya ikuti akan datang tahun depan.

Kamis, 07 Juli 2011

Tips Mengikuti TOEFL ITP

22 opini
Tulisan berikutnya tentang TOEFL ITP. Dalam tulisan sebelumnya, Pengalaman Mengikuti TOEFL ITP, saya lebih banyak berbagi perihal urusan administrasinya, seperti pendaftaran, biaya, Additional Score Report, dll. Dalam tulisan ini saya akan lebih banyak berbagi pengalaman saya saat saya mengikuti tes tersebut.

Persepsi
Sebelum berbicara mengenai kiat-kiat mengikuti tes ini, mari kita samakan dulu persepsi kita. Tes TOEFL, baik itu ITP maupun IBT, bermaksud menguji keterampilan kita dalam menggunakan bahasa Inggris. Tes TOEFL itu bukan sekedar menguji pengetahuan kita mengenai bahasa Inggris. Jadi, tes TOEFL itu bukan tes bahasa Inggris biasa.

Persepsi di atas sangat penting ditanamkan di benak setiap peserta tes karena persepsi tersebut akan mempengaruhi cara seorang peserta tes mempersiapkan diri mereka untuk tes tersebut. Jadi, jangan sibuk memperkaya diri dengan pengetahuan seperti tenses, grammar, atau vocabulary. Yang perlu dilakukan adalah memperkaya diri dengan berlatih menggunakan bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Maksudnya seperti apa? Saya lanjutkan di bawah ini.

Persiapan
Apa saja yang saya lakukan untuk mempersiapkan diri saya mengikuti tes TOEFL ITP? Tidak ada. Maksudnya "tidak ada" di sini adalah tidak ada persiapan teknis yang khusus saya lakukan untuk ikut TOEFL ITP. Tidak ikut kursus persiapan TOEFL ITP, tidak membaca buku-buku tips dan trik TOEFL ITP, tidak juga sibuk latihan tenses atau grammar.

Yang saya lakukan untuk mempersiapkan diri menghadapi tes ini saya lakukan dengan menonton film berbahasa Inggris (dengan maupun tanpa subtitle), membaca manga scanlation, menulis blog dengan bahasa Inggris, dan kegiatan lainnya. Intinya adalah menjadikan bahasa Inggris sebagai bagian dari hidup saya. Dengan begitu, saya berhasil membentuk keterampilan (dan bukan sekedar pengetahuan) berbahasa Inggris.

Persiapan Saat Kepepet
Saya sendiri menyadari bahwa yang saya lakukan di atas membutuhkan banyak waktu. Keterampilan memang tidak dapat dibentuk dalam waktu yang singkat karena membentuk keterampilan itu butuh banyak latihan. Kalau sudah kepepet, kita butuh jalan singkat. Dalam kondisi seperti ini, buku-buku tips dan trik lulus TOEFL ITP menjadi dewa penolong.

Dalam kondisi kepepet seperti ini, saya tidak bisa memberikan banyak saran untuk persiapan. Hanya saja saya tetap ingin ingatkan bahwa tes TOEFL ITP ini menguji keterampilan mendengar, membaca, dan menulis dalam bahasa Inggris. Kita harus melatih ketiga aspek tersebut. Jangan hanya sibuk dengan grammar dan vocabulary yang hanya menunjang kemampuan menulis, tapi juga sempatkan diri untuk melatih keterampilan mendengar dan membaca seperti film dan novel dalam bahasa Inggris.

Pelaksanaan
Saat masa-masa persiapan telah lewat dan kita sudah duduk di ruangan tempat tes TOEFL ITP, serahkan semuanya kepada Yang Maha Kuasa. Tentu tidak. Yang pertama harus kita lakukan adalah berusaha. Berikut ini adalah tips yang bisa saya sampaikan:
  • Jangan sampai perhatian kita teralihkan saat tes. Matikan semua alat komunikasi, mampir ke toilet sebelum kebelet, makan secukupnya agar perut tidak bernyanyi, dan lain-lain. Lakukan semua hal yang diperlukan untuk menjaga agar kita dapat fokus selama pelaksanaan tes karena kita sama sekali tidak punya waktu luang saat pelaksanaan tes. Lalai menjaga diri untuk tetap fokus pada tes dapat berujung pada buruknya hasil tes.
  • Jangan sibuk menghitamkan lembar jawaban, terutama di bagian Listening Comprehension. Utamakan mendengar dialog untuk menjawab pertanyaan berikutnya. Kalau memang kita butuh waktu lama untuk menghitamkan jawaban di setiap nomor (seperti saya ini), sebaiknya tandai dulu saja jawaban kita. Kita hitamkan jawaban-jawaban yang ditandai ini saat kita punya waktu sisa di bagian tes lainnya.
  • Jangan sibuk dengan grammar, kecuali di bagian Structure and Written Expression. Di bagian ini yang diuji adalah kemampuan kita menyusun kalimat dalam tulisan. Jadi, grammar punya peranan penting di bagian ini. Sementara di bagian Listening Comprehension dan Reading Comprehension itu yang diuji adalah kemampuan kita menyerap makna dibalik dialog dan artikel.
  • Jangan terlalu lama membaca artikel yang dijadikan bahan pertanyaan di bagian Reading Comprehension. Baca secepat mungkin untuk mencari inti dari masing-masing paragraf, kemudian segera lanjutkan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait. Saya yakin sebaik apa pun kemampuan membaca kita, kita tetap akan kembali membaca artikel terkait saat menjawab pertanyaan. Jadi, manfaatkan waktu sebaik mungkin.
That's it.

Itu saja tips singkat yang bisa saya sampaikan. Saya tidak yakin tips di atas dapat membantu orang lain selain diri saya sendiri. Seandainya satu orang saja dapat mengambil manfaat dari tulisan ini, saya sudah bersyukur. Paling tidak waktu yang saya luangkan untuk menulis di sini tidak 100% sia-sia.

Selamat mengikuti tes. Semoga berhasil mendapat skor yang memuaskan.

Punya tips praktis lain yang ingin disampaikan? Silakan tambahkan di bagian komentar.