Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Komunikasi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 11 April 2021

Pertemuan Keluarga Spesial Ramadan

0 opini

Pertemuan Mingguan Keluarga Array
Minggu, pukul 10 pagi, kami melakukan pertemuan mingguan keluarga kami seperti biasa. Sesuai namanya, pertemuan itu kami lakukan seminggu sekali setiap hari Minggu pukul 10 pagi. Waktu pertemuan itu kami sepakati bersama. Jadi, setiap orang dalam anggota keluarga kami, termasuk Si Kecil Lucu sudah tahu bahwa setiap hari Minggu pukul 10 pagi, kami harus meluangkan waktu pribadi kami untuk urusan keluarga.

Berhubung 2 hari lagi Ramadan tiba, pertemuan kami kali ini lebih banyak membicarakan rutinitas keluarga yang perlu disesuaikan selama bulan Ramadan. Apalagi sudah berbulan-bulan kami mengurus rumah dan keluarga secara mandiri (tanpa pembantu rumah tangga), rutinitas keluarga seperti bersih-bersih rumah tentu saja harus disesuaikan. Jangan sampai ada yang "pingsan" akibat kecapaian saat menyapu dan mengepel rumah.

Pada pertemuan kali ini, kami juga membahas soal game time, yaitu waktu bermain gim. Akibat sebuah insiden yang tidak bisa saya bicarakan di sini, saya sempat memangkas waktu bermain gim ketiga anak saya. Ibarat tukang cukur, saat itu saya babat rambut mereka sampai sependek 3 mm, termasuk rambut Si Kecil Lucu. Saat itu mereka sangat kecewa, padahal saya sudah berbaik hati tidak memotong rambut mereka sampai plontos. Setelah beberapa minggu berlalu, hari ini saya dan istri saya bersedia untuk kembali membiarkan mereka memilih model rambut sendiri, tapi dengan pilihan terbatas.

Ada juga hal-hal rutin yang kami bahas di setiap pertemuan seperti ibadah harian atau target belajar harian. Seperti halnya orang tua pada umumnya, saya dan istri saya juga membiasakan anak-anak kami agar terbiasa mengembangkan karakter dan keterampilan mereka. Ibadah, bagi kami, termasuk urusan pengembangan karakter. Belajar, sebagaimana umumnya, termasuk urusan pengembangan keterampilan. Kami ajak mereka untuk memperkuat pelajaran sekolah menggunakan platform belajar daring seperti Khan Academy atau Duolingo. Di luar pelajaran sekolah, kami juga mendorong mereka untuk memiliki proyek tertentu sesuai minat mereka.

Dari pertemuan keluarga kali ini, kami berkolaborasi dan berhasil menyusun jadwal rutinitas keluarga spesial Ramadan. Game time juga disepakati sesuai usulan anak-anak dengan beberapa batasan dari saya dan istri saya. Inspeksi terhadap ibadah harian, belajar harian, atau proyek berjalan lancar, tapi terlalu panjang untuk saya bicarakan di sini. Setiap topik berhasil kami bahas sampai tuntas dengan beberapa catatan yang harus ditindaklanjuti di luar pertemuan itu. Semua pertanyaan terjawab, setiap isu berhasil ditangani, dan semua orang senang.

Senin, 28 Januari 2019

Menemukan Kebahagiaan dan Dialog lewat #AgileParenting

0 opini
Perjalanan saya untuk menjadi orang tua yang lebih baik masih berlanjut. Saya masih membiasakan diri untuk belajar tentang parenting atau pembinaan keluarga secara umum. Beberapa video di channel Youtube milik Indonesia Morning Show NET dengan tema parenting menampilkan Ibu Elly Risman. Dalam beberapa video tersebut, saya sempat menangkap Ibu Elly menyampaikan ada 2 hal yang hilang dalam keluarga, yaitu kebahagiaan dan dialog.


I was like... "Itu dia!" Dalam hati tentunya. Tidak mungkin teriak di ruang publik.

Fokus pada kebahagiaan dan dialog sebenarnya sudah saya terapkan sejak beberapa bulan yang lalu, khususnya saat saya mulai menerapkan Agile Parenting dalam keluarga saya. Dalam Agile Parenting, kebahagiaan menjadi tujuan utama dalam membina keluargasementara dialog menjadi kunci utama untuk menemukan kebahagiaan tersebut, baik kebahagiaan anak-anak maupun kebahagiaan saya dan istri saya sebagai orang tua. Jadi, mendengar Ibu Elly Risman berbicara tentang hilangnya kebahagiaan dan dialog justru menegaskan bahwa konsep Agile Parenting yang saya coba terapkan sudah berada di jalan yang benar.

Dalam Agile Parenting Manifesto, saya menegaskan bahwa kebahagiaan lebih penting daripada peringkat dan prestasi. Hal tersebut sengajar saya tegaskan karena saya sering terjebak dalam definisi kebahagiaan yang kurang tepat, yaitu definisi kebahagiaan yang tidak lepas dari peringkat dan prestasi. Saya tidak ingin terus-menerus mendorong anak-anak saya untuk mencapai peringkat yang tinggi atau prestasi yang berlimpah seolah-olah semua itu akan menjamin kebahagiaan mereka. Saya ingin menghindar dari pola mendidik anak-anak yang mengarahkan untuk mengejar peringkat dan prestasi tanpa melihat kembali apakah benar peringkat dan prestasi itu membuat anak-anak bahagia.

Agile Parenting Manifesto pun saya arahkan pada kolaborasi dan interaksi. Saya ingin membangun kebiasaan berdialog dalam keluarga yang melibatkan tidak hanya saya dan istri saya, tapi juga anak-anak saya. Berdialog perlu dibedakan dengan berkomunikasi karena berkomunikasi belum tentu berjalan dua arah. Untuk membiasakan berdialog, saya perlu membentuk kebiasaan mendengarkan. Dengan membiasakan diri mendengarkan isi hati dan pikiran anak-anak, saya ingin mewujudkan dialog yang sehat. Dengan begitu, akan lebih mudah bagi saya untuk memahami kebutuhan anak-anak saya dan mewujudkan kebahagiaan di dalam keluarga saya.

Saat tulisan ini dibuat, keluarga saya sudah memulai rutinitas pertemuan keluarga seminggu sekali. Dalam pertemuan itu, kami membiasakan diri menyampaikan semua unek-unek yang dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Kami bergantian menyampaikan hal-hal yang kami anggap penting, sementara anggota keluarga yang lain memperhatikan dengan seksama. Ada banyak hal yang terungkap lewat pertemuan tersebut; hal-hal yang tidak pernah terungkap sebelumnya. Pertemuan tersebut sepertinya menciptakan situasi yang kondusif bagi saya, istri saya, dan anak-anak saya untuk benar-benar bercerita apa adanya.

Pertanyaan utamanya adalah mampukah pertemuan keluarga itu membantu kami menemukan kebahagiaan? Ya. Anak-anak kami akhirnya mendapatkan waktu dan kesempatan untuk mengutarakan masalah-masalah yang mereka pendam, sementara saya dan istri saya mendapatkan waktu dan kesempatan untuk menjelaskan banyak hal yang sepertinya tidak tersampaikan saat terjadinya masalah dalam keluarga.

Cerita lebih rinci tentang pertemuan keluarga tersebut rencananya akan saya tuangkan dalam tulisan lain. Untuk saat ini, saya hanya ingin menyampaikan bahwa keluarga saya sudah mulai menemukan wujud dari Agile Parenting Manifesto, khususnya bagian collaboration. Metode tersebut sepertinya cocok untuk diterapkan dalam keluarga saya. Jadi, kemungkinan besar kami akan mempertahankan pertemuan keluarga mingguan tersebut.

Sabtu, 13 Oktober 2018

Kukatakan Ini Karena Kucinta Kamu

0 opini
Streak untuk selalu publikasi di tanggal 13 pukul 13.00 setiap bulan akhirnya patah. Berhubung ada "pesanan" untuk menulis dari Majalah InfoKomputer, waktu untuk menulis di blog pun dikorbankan. Untungnya ada sedikit bahan untuk dituangkan dalam waktu yang singkat.

Here goes.

Tulisan kali ini masih terkait dengan agile parenting, khususnya manifesto "parents, children, and interactions over parenting styles and rules." Manifesto tersebut menegaskan bahwa dalam agile parenting, interaksi dalam keluarga itu lebih penting daripada cara atau aturan tertentu dalam proses mendidik anak-anak. Saya yakin semua orang tua tahu akan hal ini, tapi sejauh apa kita "tahu" tentang interaksi dalam keluarga?

Saya sendiri tidak banyak tahu. Ketidaktahuan saya semakin diperkuat saat saya membaca buku "Kukatakan ini karena Kucinta Kamu" karya Deborah Tannen. Buku itu membahas tentang seni berbicara dalam keluarga. Penggunaan kata "seni" sepertinya ditujukan untuk menegaskan bahwa untuk bisa berbicara dalam keluarga membutuhkan keahlian. Dari dua bab pertama saja saya berhasil membuka banyak pintu menuju pengetahuan baru tentang interaksi dan komunikasi dalam keluarga.

Dalam bab 1, saya menemukan bahwa pesan tersirat memiliki dampak yang kuat saat kita berkomunikasi dalam keluarga. Dampaknya bahkan lebih kuat daripada kata-kata yang diucapkan (tersurat). Walaupun pesan tersurat yang disampaikan tidak bermasalah, pesan tersirat tetap berisiko menimbulkan masalah. Setiap anggota keluarga perlu mengenali pesan-pesan tersirat tersebut dan mencoba menyampaikannya agar lebih memahami satu sama lain.

Dalam bab 2, saya menemukan bahwa ikatan dalam keluarga berjalan beriringan dengan kontrol. Sayangnya pemahaman yang kurang tepat antara ikatan dan kontrol juga berisiko menimbulkan masalah. Misalnya seorang anak menganggap bahwa ibunya terlalu mengatur dirinya. Si Anak hanya bisa melihatnya dari sudut pandang kontrol karena memang hanya itu yang dirasakan si Anak. Sebaliknya Si Ibu justru melihatnya dari sudut pandang ikatan karena mengatur anaknya merupakan wujud dari ikatan hati yang kuat terhadap anaknya.

Masalah muncul karena si Anak tidak mau terus-menerus diatur oleh ibunya. Dia tidak bisa memahami bahwa kontrol dari ibunya itu ditujukan sebagai wujud kasih sayang ibunya kepadanya. Sebaliknya si Ibu akan merasa kesal atau marah karena anaknya tidak bisa diatur. Dia tidak bisa memahami bahwa ikatan yang dia rasakan membuat anaknya merasa tertekan. Seandainya setiap anggota keluarga dapat memahami bahwa dalam ikatan ada kontrol dan dalam kontrol ada ikatan, risiko timbulnya masalah dapat lebih dikendalikan.

Ada lagi? Sayangnya tidak. Saya baru selesai membaca sampai bab 2. Jadi, tidak banyak yang bisa saya ceritakan lewat tulisan ini. Seiring waktu, saya akan share satu per satu sesuai hasil pemahaman saya. Satu hal yang pasti, buku karya Deborah Tannen itu benar-benar menarik. Tidak hanya para orang tua yang akan mendapatkan pelajaran-pelajaran penting dengan membaca buku itu, tapi juga para calon orang tua dan setiap anggota keluarga.