Minggu, 26 April 2009

Plagiarism is a Crime | Plagiarisme adalah Kejahatan

4 opini
Note: Indonesian version of this post is available at the end of this post
--

What if ...

What if the result of a research you've conducted for so long was claimed as the work of one of the professor in your department?

What if every little details you've come up with and resulted as a beautiful novel got hijacked by another writer?

What if your original and -perhaps one and only- brilliant idea was presented to your superior as coming from your colleague?

What if the money you've collected from saving for a whole year was used to hold your brother's birthday party without even thanking you?

I bet it hurts to know that someone else is using something belonged to you without even telling you about it. It could hurt even more if that someone was a complete stranger. We might reconsider if it was our brother, our friend, or our colleague, but I don't think that's the case with a total stranger.

That is what plagiarism is all about. Yes, plagiarism is stealing. Claiming another person's work as your own work is no different from stealing. You'd have to be desperate enough -or naive enough- to say the opposite.

The Internet, with Google Search as the main entrance, opens a wide opportunity to plagiarism. I don't blame Google on this one. They provide an excellent search result. It's us -the Internet users- that should be blamed for plagiarism. No matter how hard someone tried to protect his work, plagiarists would always find a way to counter those protections.

Us as Internet users should learn how to appreciate the work of others even in the slightest way. If we read something good, copied something brilliant, downloaded something useful, then the least we can do is put up a link pointing to our source instead of claiming it as your own.

Read this post in Bahasa Indonesia ...

Minggu, 19 April 2009

Tips Menghindari Penipuan dari XL

12 opini
Kasus penipuan yang hampir aku alami sudah aku laporkan ke Layanan Pelanggan XL. Beritanya aku sampaikan lewat email karena aku merasa lebih nyaman bercerita lewat tulisan. Berselang satu hari, aku sudah menerima jawaban dari mereka. Bagian penting dari jawaban mereka aku kutip di bawah.

... kami menghimbau kepada masyarakat, khususnya pengguna kartu XL agar berhati-hati terhadap penipuan berkedok undian berhadiah semacam ini. Yang perlu diperhatikan adalah, jika Bapak memenangkan undian yang dilaksanakan oleh XL kami tidak akan menginformasikan hal tersebut melalui SMS akan tetapi kami akan menghubungi ponsel Bapak secara lansung untuk mengkonfirmasikan hadiah yang didapat, dan cara pemberian hadiah dapat kami kirimkan langsung ke alamat Bapak atau diambil di XL Center terdekat tanpa biaya pajak undian, karena biaya pajak akan ditanggung oleh XL. Tidak ada nomor konfirmasi lain selain nomor 817 atau 021 57959817.

Mohon untuk bertindak hati-hati dengan tidak terpancing untuk mengikuti petunjuk yang diberikan si pengirim telepon antara lain dengan permintaan untuk menyetor sejumlah uang atau membeli sejumlah voucher terlebih dahulu dan menyebutkan 14 digit kode rahasia pengisian pulsa kepada si penelpon atau meminta korban melakukan registrasi internet di ATM salah satu Bank, kemudian memberitahukan password korban kepada si penelpon/penipu tersebut. ....

Paragraf pertama menjelaskan mekanisme konfirmasi hadiah undian yang didapat beserta nomor konfirmasi. Selain itu dijelaskan juga mekanisme pemberian hadiahnya. Paragraf kedua menjelaskan modus operandi yang sering dilakukan oleh si Penipu.

Khusus untuk bagian "menyebutkan 14 digit kode rahasia pengisian pulsa", orang tuaku pernah mengalaminya. Penipu menghubungi nomor telpon rumah orang tuaku dan menjanjikan hadiah sebuah motor. Orang tuaku diminta membeli voucher bernilai Rp. 100.000 (Seratus Ribu Rupiah) sebelum hadiah itu bisa mereka terima. Setelah voucher dibeli, si Penipu menghubungi orang tuaku kembali dan meminta orang tuaku menyebutkan 14 digit kode rahasia pengisian pulsa itu. Selesai.

Orang tuaku termasuk orang awam yang tidak terlalu mengerti bahwa 14 digit yang mereka berikan itu TIDAK SEHARUSNYA diberikan kepada orang lain. Bagi orang yang mengetahui hal ini mungkin bisa langsung tahu bahwa dia sedang ditipu dan segera mengakhiri pembicaraan atau malah membalas menipu dengan memberitahu 14 digit asal-asalan.

Terlepas dari itu semua, semoga saja tidak ada lagi yang tertipu dengan model penipuan seperti ini. Semoga saja yang menipu bisa segera kembali ke jalan yang lurus dan benar sehingga berkenan mencari nafkah dengan cara yang baik.

Sabtu, 18 April 2009

Penipuan Berkedok Undian dari XL

6 opini
Di suatu sore yang tenang, aku menerima telpon dari nomor 0817743154. Walaupun nomornya gak tercatat dalam phonebook, aku memutuskan untuk menerimanya. Mungkin saja yang menelpon ini orang yang aku kenal tapi menggunakan telpon dengan nomor lain.

Setelah aku angkat, seingatku tanpa menyebut namaku, si Penelpon langsung tembak sasaran. Dia, dengan sopan, bertanya apakah aku bisa diganggu atau tidak. Setelah aku persilakan bicara, dia segera menyampaikan "kabar baik" itu. XL sedang mengadakan undian dengan mengacak nomor 00 sampai nomor 99. Dan nomor yang keluar itu terkait dengan nomor telponku. Kok bisa? Tapi pertanyaan ini aku simpan dulu.

Dia melanjutkan penjelasannya. Aku berhasil memenangkan hadiah uang sebesar Rp. 7.000.000 (Tujuh Juta Rupiah) dan voucher isi ulang sebesar Rp. 500.000 (Lima Ratus Ribu Rupiah). Pertanyaan sebelumnya masih terngiang. Kok bisa sih aku menang undian seperti ini? Aku sendiri gak pernah merasa berpartisipasi dengan undian apapun dari XL. Lagi-lagi pikiran ini aku simpan dulu.

Si Penelpon segera menanyakan nomor rekening bank yang aku miliki. Aku bilang aku tidak ingat nomor rekening yang aku miliki. Buku tabungannya pun ada di rumah sementara aku masih di luar rumah. Tiba-tiba si Penelpon ini menanyakan apakah aku membawa kartu ATM-ku. Lho kok? Kenapa harus menanyakan kartu ATM-ku? Walaupun begitu, aku tetap menjawab pertanyaannya. Aku bilang kartu ATM-ku tertinggal di rumah.

Akhirnya rentetan pertanyaan dia terhenti. Tak berapa lama dia bertanya lagi kapan aku sampai di rumah. Aku bilang sekitar 1 atau 2 jam lagi. Sepertinya dia sudah kehabisan pertanyaan karena itu adalah pertanyaan terakhir dari dia. Dia menutup pembicaraan itu dengan mengatakan bahwa dia akan menghubungi aku lagi sekiranya aku sudah sampai di rumah.

Aku mengiyakan dan tidak lupa menanyakan namanya. Dia mengaku bernama Bambang Hutomo (atau Bambang Utomo). Aku akhiri dengan mengatakan bahwa sesampainya aku di rumah, aku akan segera menghubungi dia.

Pembicaraan selesai. Aku tertawa sendiri. Pemberitahuan hadiah undian itu benar-benar mengundang banyak pertanyaan. Pada awalnya aku memang sudah curiga. Isi pembicaraan itu justru memperkuat kecurigaanku.

Hal pertama yang membuat aku curiga adalah pemberitahuan pemenang hadiah undian datang dari nomor telpon biasa. Aku berpikir penyedia jasa telekomunikasi tentu punya nomor telpon yang lebih cantik untuk digunakan saat menghubungi pelanggannya.

Yang kedua, si Penelpon tidak menyebut namaku. Sepertinya tidak lazim mengontak pelanggan tanpa menyebut namanya. Aku yakin hal ini sudah menjadi bagian dari bentuk pelayanan; apalagi dari penyedia jasa seperti XL. Lagipula aku adalah pemenang undian. Apa mungkin pemenang undian tidak diketahui namanya?

Yang ketiga, undian dilakukan dengan mengacak nomor 00 sampai 99. Memangnya pelanggan XL sesedikit apa? Apa kelebihanku sampai aku bisa diikutkan dalam 100 nomor itu? Cara mengundi yang aneh tanpa dasar yang jelas. Benar-benar tidak masuk akal.

Yang keempat adalah pertanyaan mengenai kartu ATM. Kalau kepentingannya memang untuk melakukan transfer hadiah untuk aku, kenapa dia harus menanyakan kartu ATM milikku? Entah apa maksud pertanyaan ini. Memangnya ada korelasi antara nomor rekening dan kartu ATM? Aku jadi penasaran.

Semua pertanyaan di atas mempertegas bahwa si Penelpon itu berusaha menipuku. Apalagi sampai detik ini dia tidak lagi menghubungiku. Kalau memang aku menang undian, kenapa dia tidak berbaik hati dan menghubungiku sekali lagi untuk memastikan agar aku dapat menerima hadiah itu?

Pengalaman yang aneh dan lucu. Semoga tidak ada pembaca yang terjebak dengan penipuan seperti ini. Dan semoga saja bukan aku yang tertipu karena terlalu curiga dan membuat aku tidak bisa mendapatkan uang sebesar Tujuh Juta Rupiah.

Jumat, 10 April 2009

Maturity Through Marriage

2 opini
In my opinion, one of the key points in growing up is to know when to give in and when to fight for your rights or needs. It's like saying that growing up means learning to repress my ego for a better cause. That is why I believe marriage will have a strong impact on one's maturity. That being said, it greatly depends on how a married person responds to possible conflict in his/her marriage. 

In each marital conflict, much like in everyday conflict, every single person has at least two options; to fight or take flight? In their effort to fight for a solution in a single conflict, they will have a chance to grow. I'm not saying that fleeing is a bad option. I'm just saying that fighting gives more opportunity to learn. 

I'll continue with an example. Let's say I love playing games. There was never a day where I didn't play games. Let's say I at least spend more than 4 hours to play every day. That means more than 28 hours a week or more than 120 hours a month. 4 hours may not be a big number in a single day. However, this does not apply if you're currently working from 8 to 5. 

In every working day, 4 hours should be significant if we allocate them for other activities. Such routines wouldn't be much of a problem when we're single. Let's just say that we have all of our time for ourselves. However, this is not the case when we're married. At the very least we have to spare our time for our spouse. In this case, that would mean reducing my game-time. So should I reduce my game-time or have my spouse cope with my routine? This is not a difficult question. The answer would be sparing more time for my spouse. Either that or have my spouse play games together with me.

Above is just a simple example of repressing my needs for a better cause. Although it might not be that simple if I were addicted to games. The point is, by repressing my needs for game, I'm growing up. We all know that less selfish means more mature. The more we are able to repress our selfishness, the better we are in maturity.

Moving on to another example. Find something more basic and more difficult to overcome. Find something that we define "white" while our spouse define "black". Find something where we are faced with two options, that is to strictly define "white is white" or to go with "white is black". Find something that is so basic that we have to beat our logic just to cope with the fact that "white IS black". If you've found those "white" and "black" situation and in the end you've decided that "white is black", then it's two thumbs up for you. Defeating logic is not a simple matter. To acknowledge something against your believes requires a great effort. If you're willing to accommodate your spouse that far then you're already in the maturity zone.

I'd like to emphasize that this is not about being weak in our marriage. When the time comes where we need to defend our opinion then defend it at all cause. The key point is going for a better cause where we realize that it is much more important to cope with our spouse instead of being persistent. It all comes back to how we respond to such marital conflicts. Maintaining our relationship in marriage requires constant communication and understanding. During our communication with our spouse, there will be a chance to understand their thoughts or needs. In our effort to understand and accommodate them, we will find ourselves more and more mature. So, are you married and mature?