Rabu, 24 Agustus 2011

Saat Akun Facebook Jebol

2 opini
Cerita ini bermula sekitar 2-3 hari yang lalu, saat akun Facebook saya tiba-tiba di-tag lewat 5 gambar alat elektronik for sale. Terus terang saya termasuk orang yang merasa terganggu dengan metode penjualan seperti ini. Saya tidak mempermasalahkan bila promosi barang-barang tersebut masuk ke dalam News Feed, tapi menjual barang dengan metode photo-tagging ini ibarat salesman masuk ke rumah saya tanpa permisi.

Kembali ke masalah akun Facebook yang jebol. Berhubung saya tidak suka dengan metode penjualan lewat photo-tagging, sudah dapat dipastikan bahwa saya tidak akan pernah menjadi Friends dengan akun-akun penjual terkait (kecuali untuk kasus-kasus tertentu). Oleh karena itu, saya cukup terkejut saat saya tiba-tiba di-tag lewat gambar alat-alat elektronik tersebut. Itu artinya saya sudah menjadi Friends dengan akun Facebook yang tag saya itu.

Saya pun teringat cerita salah seorang keluarga saya beberapa waktu yang lalu. Keluarga saya ini, berinisial LN, mengaku akun Facebooknya dijebol. Akhirnya dia membuat akun baru dengan nama yang sama persis. Berhubung akun Facebook yang dijebol itu belum diganti namanya, saya akhirnya mempunyai 2 Friends di Facebook dengan inisial LN ini.

Mengingat cerita tersebut, saya semakin yakin bahwa akun Facebook yang dijebol itulah yang tag saya dengan gambar-gambar alat elektronik di atas. Dengan rasa penasaran, saya pun mencoba mengakses akun Facebook tersebut. Ternyata dugaan saya benar. Namanya memang sudah diubah menjadi berinisial SME, tapi akun tersebut dapat dipastikan merupakan akun Facebook LN yang sebelumnya dijebol.

Bukti pertama adalah Mutual Friends. Saya dan SME memiliki 11 Mutual Friends, sementara saya dan LN (yang baru) memiliki 10 Mutual Friends. 9 akun dari masing-masing kelompok Mutual Friends itu adalah orang yang sama. Walaupun begitu, semua yang ada dalam Mutual Friends itu, baik dari SME maupun LN, adalah keluarga saya. Saya rasa fakta ini saja sudah cukup untuk membuktikan kalau akun SME ini adalah akun LN yang dijebol.

(Maaf sebelumnya saya tidak dapat mencantumkan screenshot temuan saya di atas)

Saya coba telusuri lebih lanjut profil Facebook SME ini. Bagian Info akun ini sudah berubah total. Akan tetapi, ada satu informasi yang tidak mungkin diubah, yaitu URL profilnya. URL profil akun SME ini masih tetap http://www.facebook.com/ln********1 yang merupakan URL profil LN yang lama.

Bagian Photos pun sudah berubah total. Akun SME ini tidak lagi menyimpan foto-foto dari akun LN yang lama. Foto-foto yang ada di akun SME saat ini adalah foto-foto barang elektronik. Kelihatannya memang akun SME ini fokus untuk menjual barang-barang elektronik. Wall Posts akun SME ini sendiri pun penuh dengan promosi barang-barang elektronik.

Terkait dengan Wall Posts, saya coba cek Older Posts di akun SME ini. Saya coba telusuri sampai beberapa bulan ke belakang sampai akhirnya saya menemukan sendiri entri yang saya buat di Wall LN yang lama pada tanggal 16 April 2011. Entri ini pun di-reply oleh LN pada hari yang sama.


Ternyata cukup mudah membuktikan bahwa akun Facebook SME ini adalah akun Facebook LN yang dijebol. Saya bahkan sudah menyampaikan informasi ini ke LN (lewat akun Facebook LN yang baru). Yang unik adalah SME ini berani buka-bukaan membeberkan informasi mengenai dirinya. Bahkan di akun Facebook SME ini dipasang foto-foto pribadi (dan keluarga) yang bersangkutan. Apa mungkin pemilik akun SME ini tidak peduli aksi jebol akun Facebook ini akan diungkap?

Mungkin saja pemasangan foto-foto dan informasi yang terbuka ini dalam rangka meyakinkan calon pembeli, tapi strategi ini mungkin akan menjadi bumerang saat akun SME diketahui hasil curian. Kredibilitas akun SME sebagai penjual tentu akan menurun. Dengan kredibilitas yang rendah, tentu promosi habis-habisan pun akan menjadi sia-sia.

Kemungkinan lain adalah pemilik akun SME ini tidak tahu-menahu masalah pencurian akun LN yang lama. Mungkin saja pemilik akun SME ini mendapatkan akun LN ini dari pihak lain; dengan cara membeli atau lainnya. Sementara yang melakukan pencurian akun ini adalah "pihak lain" tersebut. Saya mencoba berpikir positif di sini, tapi saya sendiri tidak terlalu yakin.

Entahlah. Kepedulian saya terhadap masalah ini harus berhenti sampai di sini saja. Tidak ada lagi yang dapat (atau perlu) saya lakukan. Paling tidak temuan ini sudah saya informasikan ke pemilik akun yang dijebol (LN). Semoga saja pemilik akun SME ini memang benar bukan pihak yang melakukan pembobolan dan tidak berniat melakukan penipuan lebih lanjut.

Minggu, 21 Agustus 2011

6 Tahun Terlewati

0 opini
20 Agustus 2011. 6 tahun sudah saya menikah dengan Ratna Aditia. Berbagai suka dan duka sudah kami lewati bersama. Roda pernikahan kami sudah berputar berkali-kali. Kebahagiaan pada puncaknya sudah kami rasakan, kesedihan pada puncaknya (atau lembahnya?) pun sudah kami rasakan; berkali-kali. Ada banyak pengalaman baru yang kami alami bersama, baik manis maupun pahit. Semua itu pada akhirnya membentuk hubungan yang kuat di antara kami.

Ucapan Selamat dengan Photo-tagging
Hubungan yang kuat? Betul sekali. Kekuatan hubungan antara saya dan istri saya setelah enam tahun menikah terasa sekali bedanya bila dibandingkan dengan waktu awal pernikahan. Kenapa begitu? Bukankah di awal pernikahan itu justru suami dan istri sedang on fire? Memang begitu. Hanya saja kemesraan di awal pernikahan itu tidak menandakan hubungan yang kuat. Justru pasangan pengantin baru itu lebih identik dengan kelabilan daripada kestabilan.

Setelah 6 tahun menikah, banyak hal yang berubah ke arah yang lebih baik. Kepentingan bersama senantiasa berada di posisi lebih tinggi dibandingkan kepentingan pribadi masing-masing. Mulai dari kepercayaan, keterbukaan, rasa saling mengerti, kemauan untuk mengalah, sampai kestabilan emosi, karakter saya dan istri saya berkembang menjadi lebih dewasa. 6 tahun adalah waktu yang signifikan untuk membentuk perubahan-perubahan yang baik ini.

Pernikahan justru membantu kita menjadi lebih dewasa ...
Menjadi dewasa setelah menikah? Benar sekali. Saya pernah menuangkan pendapat saya mengenai menjadi dewasa setelah menikah lewat tulisan Maturity Through Marriage. Kita memang memerlukan tingkat kedewasaan tertentu untuk menikah, namun proses menjadi dewasa itu tidak pernah berhenti; apalagi hanya dengan pernikahan. Pernikahan justru membantu kita menjadi lebih dewasa seiring waktu yang kita lalui untuk menyelaraskan kebutuhan dan kepribadian kita dengan pasangan kita.

Salah satu perubahan yang paling terasa adalah dari sisi keterbukaan dan kepercayaan. Kenapa "paling terasa"? Karena sebelum menikah saya adalah orang yang sangat tertutup; terutama saat ada masalah. Saya seringkali menyimpan masalah yang saya hadapi di dalam hati saya dan berusaha mengatasinya sendiri. Sifat tertutup saya ini menjadi sumber konflik dalam pernikahan saya. Namun semua itu berubah setelah saya belajar untuk lebih terbuka dan mulai banyak menceritakan masalah-masalah saya kepada istri saya.

Anger management pun jauh membaik. Rasanya di awal pernikahan itu konflik mudah sekali muncul. Selisih pendapat mudah sekali terpicu. Pertengkaran mudah sekali terjadi. Awal pernikahan itu benar-benar on fire. Bukan hanya dari sisi kemesraan, tapi juga dari sisi emosi. Betapa mudahnya emosi itu terpancing karena adanya ketidakcocokan di antara saya dan istri saya. Untungnya setelah bertahun-tahun menikah, kami menjadi lebih mampu mengendalikan emosi dan melangkah lebih jauh untuk saling memahami.

Masih banyak lagi perubahan baik yang dapat saya ceritakan, tapi saya rasa intinya sudah tersampaikan lewat beberapa contoh di atas. Yang pasti perjalanan saya bersama istri saya masih panjang. Masih banyak pengalaman baru yang akan kami temukan, masih banyak perubahan-perubahan baik yang dapat kami capai. Satu hal yang pasti, 6 tahun pernikahan saya adalah sesuatu yang patut saya syukuri.

Hubungan saya dan istri saya memang jauh lebih kuat setelah 6 tahun menikah, tapi itu bukan berarti hubungan kami 100% "aman". Pasangan-pasangan dengan usia pernikahan yang jauh lebih tua dari kami pun masih mungkin berpisah, apalagi kami yang baru menikah selama 6 tahun. Perjalanan kami memang benar-benar masih panjang.

Akan tetapi, kami tetap optimis (atau mungkin hanya saya yang optimis?) bahwa hubungan kami dapat bertahan sampai kehidupan akhirat. Berbagai masalah telah kami lewati, berbagai konflik telah kami atasi; baik kecil maupun besar. Ada banyak pelajaran yang tersirat dan tersurat saat menjalani berbagai masalah dan konflik tersebut. Dapat saya katakan bahwa amunisi kami cukup untuk membombardir setiap masalah yang akan datang di masa depan.

20 Agustus 2011. 6 tahun pernikahan sudah terlewati. Puluhan tahun pernikahan masih menanti. Semoga hubungan saya dan istri saya langgeng sampai di surga nanti. Aamiin ya rabbal 'aalamiin.

Jumat, 12 Agustus 2011

Menjadi Ayah (dan Suami) di Bulan Ramadhan

0 opini
Bagi umat Islam, bulan Ramadhan adalah bulan penuh kebaikan. Di bulan Ramadhan ini, setiap Muslim sudah pasti melaksanakan ibadah puasa. Tentu saja puasa yang dimaksud bukan sekedar menahan lapar dan dahaga, tapi juga puasa dalam konteks menahan amarah dan syahwat. Di bulan Ramadhan ini, setiap Muslim pun tidak akan sungkan beramal. Frekuensi shalat sunnah diperbanyak, sedekah diperbanyak, semangat bekerja semakin tinggi, kejujuran semakin kokoh, dan berbagai kebaikan lain yang diperbanyak dan diperkuat selama bulan Ramadhan ini.

Di bulan Ramadhan ini, seiring dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas amal baik yang dilakukan, kebaikan dalam diri seseorang pun akan meningkat. Bahkan dapat dikatakan bahwa di bulan Ramadhan ini, setiap Muslim akan mencapai titik maksimal kebaikan masing-masing. Kejujuran akan dimaksimalkan, integritas pun ikut dimaksimalkan, profesionalisme pun pada akhirnya menjadi maksimal. Masih banyak lagi kebaikan lain yang dimaksimalkan dalam diri setiap Muslim yang berpuasa di bulan ini.

Hal yang sama juga dapat terjadi dalam menjalankan peran kita sebagai seorang ayah dan sebagai seorang suami di tengah-tengah keluarga kita. Di bulan Ramadhan ini, kita pun dapat memaksimalkan kebaikan yang ada dalam diri kita sebagai seorang ayah dan seorang suami. Kebaikan maksimal ini dapat kita terapkan dalam keluarga kita lewat kiat-kiat berikut ini:
  1. Memaksimalkan kesabaran.
    Bulan Ramadhan adalah bulan paling kondusif untuk mengelola amarah (bahasa gaulnya: anger management). Bukan hanya kita, tapi orang-orang di sekitar kita pun mengelola amarah mereka di bulan ini. Oleh karena itu, bulan Ramadhan adalah bulan yang paling tepat untuk memaksimalkan kesabaran. Kita dapat menekan frekuensi amarah di tengah keluarga kita dengan menyikapi setiap masalah dalam keluarga dengan bijaksana.
  2. Memaksimalkan sesi makan sahur dan berbuka.
    Saya yakin kita semua pernah mendengar betapa pentingnya sesi makan bersama keluarga. Sesi makan ini sangat baik bila dimanfaatkan sebagai media komunikasi dengan istri dan anak-anak kita. Akan tetapi, mewujudkan sesi makan bersama keluarga ini kadang sulit; umumnya karena alasan pekerjaan. Di bulan ramadhan ini, sesi makan bersama akan semakin mudah terwujud lewat sahur bersama dan buka puasa bersama. Tidak hanya nuansa kebersamaan yang ada dalam sahur dan buka puasa bersama keluarga kita, tapi nuansa religius yang ada pun akan membantu mempererat kebersamaan itu.
  3. Memaksimalkan keteladanan.
    Mulai dari meningkatkan kesabaran dan kebijaksanaan sampai meningkatkan kuantitas (dan juga kualitas) kebersamaan dengan istri dan anak-anak kita, kita secara tidak langsung telah menjadi teladan yang baik dalam keluarga kita. Akan lebih baik kalau kita juga mulai membiasakan kebaikan-kebaikan kecil seperti membantu pekerjaan istri, menemani anak-anak bermain, atau lainnya. Dengan begitu, hubungan kita dengan keluarga akan bertambah erat sehingga keteladanan kita akan memiliki dampak yang lebih mendalam.
Masih banyak kiat-kiat lain yang dapat kita terapkan dalam keluarga kita selama bulan Ramadhan. Penerapannya sendiri kembali kepada masing-masing ayah (atau suami) karena kondisi keluarga setiap orang itu berbeda. Saya sendiri saat ini fokus pada tiga kiat yang sudah saya sebutkan di atas. Alhamdulillah saya pun merasakan manfaatnya.

Dengan lebih bersabar menyikapi masalah dalam keluarga, hati saya menjadi lebih tenang. Hal ini dikarenakan kemarahan saya itu seringkali menimbulkan penyesalan dalam diri saya sendiri. Selain itu, istri dan anak-anak saya pun menyikapi perbaikan sifat saya ini dengan perubahan positif. Yang paling terlihat adalah perubahan pada anak-anak saya. Tanpa keterlibatan emosi (atau rasa takut), anak-anak saya menjadi lebih berani mengakui kesalahan mereka dan tidak segan-segan meminta maaf.

Dengan adanya sesi makan sahur, saya punya waktu lebih banyak bersama istri saya. Anak-anak saya sendiri belum mencapai usia yang cukup untuk ikut berpuasa. Makan sahur berdua bersama istri saya memberikan waktu ekstra untuk saling berbagi pengalaman dan bertukar cerita; salah satu proses yang layak dilakukan untuk menjaga keterbukaan dan keharmonisan. Hal yang sama juga berlaku untuk sesi buka puasa. Bedanya adalah anak-anak saya ikut terlibat dalam sesi buka puasa tersebut.

Untuk keteladanan sebenarnya konsekuensi dari dua perubahan di atas, yaitu semakin mempererat hubungan saya dengan istri dan anak-anak. Hubungan yang erat ini yang memungkinkan saya menjadi teladan bagi istri dan anak-anak saya. Tidak mungkin saya menjadi teladan kalau istri dan anak-anak saya itu tidak menyukai saya. Pada akhirnya kebiasaan-kebiasaan saya (yang baik) pun dapat dengan mudah mereka lihat dan ikuti. Dampak positifnya adalah saya tidak perlu repot-repot memaksa mereka (terutama anak-anak saya) untuk mengikuti kebiasaan-kebiasaan saya.

Pada intinya, bulan Ramadhan ini adalah bulan yang tepat untuk memaksimalkan kebaikan. Dengan begitu, bulan Ramadhan ini dapat kita manfaatkan untuk menjadi seorang ayah (atau suami) yang lebih baik bagi anak-anak dan istri kita. Tentu saja dengan harapan bahwa kebaikan yang kita bentuk selama Ramadhan ini akan tetap langgeng sampai Ramadhan berikutnya; bahkan sampai akhir hayat.

Selasa, 09 Agustus 2011

Kamus Bahasa Raito Aidan

0 opini
Sebelumnya saya pernah menulis kamus mikro dengan judul yang sama: Kamus Bahasa Raito Aidan. Kamus mikro tersebut saya publikasikan di blog ini pada tanggal 22 Januari 2010. Saat itu Raito dan Aidan masih berumur 1,5 tahun. Kata-kata mereka saat itu agak sulit dimengerti. Kalau saya bukan orang tua mereka, dapat dipastikan saya tidak akan bisa memahami satu pun kata-kata mereka.

Kali ini saya putuskan untuk memperbaharui Kamus Bahasa Raito Aidan. Tentu saja isinya adalah kata-kata Raito dan Aidan yang sering saya dengar akhir-akhir ini. Kata-kata mereka sebenarnya lebih mudah dimengerti, tapi selalu saja ada kata-kata yang terdengar lucu di telinga orang dewasa. Di bawah ini adalah 20 kata-kata Raito Aidan pilihan saya yang saya rasa unik dan lucu:
  1. jamban :: gambar; bukan toilet
  2. puttinja :: fruit ninja; bukan "sesuatu yang tidak pantas saya sebutkan di sini"
  3. tutuwis :: tulis-tulis; maksudnya minta pensil warna untuk menjamban (menggambar)
  4. buwut :: huruf
  5. tabuk penyaman :: sabuk pengaman; sama sekali tidak nyaman
  6. micompon :: mikrofon
  7. lobon :: mengobrol
  8. binton :: badminton
  9. coan :: koran
  10. tana :: celana; bukan tanah
  11. teja :: kerja
  12. belennan :: berenang
  13. timcacih :: terima kasih
  14. mamici :: permisi
  15. cowwi :: sorry; kata "maaf" tingkat lanjut
  16. tateja :: tidak sengaja
  17. bucan :: bukan
  18. tunju :: tunggu
  19. helo ben helo ma ju pen :: hello friends, hello my good friends; lirik lagu pembukaan Pororo
  20. duit :: duit; entah kenapa untuk urusan duit tidak ada kesalahan pengucapan
Ada beberapa catatan kecil terkait kata-kata lucu di atas:
  1. Ada pola tertentu pada kesalahan pengucapan Raito dan Aidan, misalnya huruf "s" diganti dengan "c" atau huruf "c" diganti dengan "t", tapi tetap saja ribet untuk menjelaskan pola ini secara sistematis.
  2. Ada beberapa kesalahan pengucapan yang cepat membaik seiring penggunaan, tapi ada juga yang awet. Contoh yang awet ini adalah buwut. Alasannya mungkin karena "h", "r", dan "f" itu sulit diucapkan.
  3. Walaupun pengucapan mereka salah, mereka tetap tahu pengucapan yang benar. Kalau saya meniru pengucapan mereka yang salah itu, mereka akan bilang kalau ucapan saya itu salah. Contohnya seperti dialog di bawah ini:
    Saya: "Ini apa, Aidan?"
    Aidan: "tana."
    Saya: "Oh, tana."
    Aidan: "bucan. Ini tana."
    Saya: "Iya, tana."
    Aidan: "bucan. Ini tana."
    Saya: "Oh, celana."
    Aidan: "Iya."
Demikian segelintir hiburan di sela-sela lelahnya mengurus dua anak kembar yang pecicilan dan cerewet. Masih ada banyak lagi tingkah laku Raito dan Aidan yang unik (kadang lucu, kadang menyebalkan) dan berkesan. Mengurus Raito dan Aidan memang melelahkan, tapi kebahagiaan yang didapat dengan melihat mereka tumbuh dan berkembang itu tidak tergantikan.

Selamat mendidik anak kembar.