Jumat, 12 Agustus 2011

Menjadi Ayah (dan Suami) di Bulan Ramadhan

Bagi umat Islam, bulan Ramadhan adalah bulan penuh kebaikan. Di bulan Ramadhan ini, setiap Muslim sudah pasti melaksanakan ibadah puasa. Tentu saja puasa yang dimaksud bukan sekedar menahan lapar dan dahaga, tapi juga puasa dalam konteks menahan amarah dan syahwat. Di bulan Ramadhan ini, setiap Muslim pun tidak akan sungkan beramal. Frekuensi shalat sunnah diperbanyak, sedekah diperbanyak, semangat bekerja semakin tinggi, kejujuran semakin kokoh, dan berbagai kebaikan lain yang diperbanyak dan diperkuat selama bulan Ramadhan ini.

Di bulan Ramadhan ini, seiring dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas amal baik yang dilakukan, kebaikan dalam diri seseorang pun akan meningkat. Bahkan dapat dikatakan bahwa di bulan Ramadhan ini, setiap Muslim akan mencapai titik maksimal kebaikan masing-masing. Kejujuran akan dimaksimalkan, integritas pun ikut dimaksimalkan, profesionalisme pun pada akhirnya menjadi maksimal. Masih banyak lagi kebaikan lain yang dimaksimalkan dalam diri setiap Muslim yang berpuasa di bulan ini.

Hal yang sama juga dapat terjadi dalam menjalankan peran kita sebagai seorang ayah dan sebagai seorang suami di tengah-tengah keluarga kita. Di bulan Ramadhan ini, kita pun dapat memaksimalkan kebaikan yang ada dalam diri kita sebagai seorang ayah dan seorang suami. Kebaikan maksimal ini dapat kita terapkan dalam keluarga kita lewat kiat-kiat berikut ini:
  1. Memaksimalkan kesabaran.
    Bulan Ramadhan adalah bulan paling kondusif untuk mengelola amarah (bahasa gaulnya: anger management). Bukan hanya kita, tapi orang-orang di sekitar kita pun mengelola amarah mereka di bulan ini. Oleh karena itu, bulan Ramadhan adalah bulan yang paling tepat untuk memaksimalkan kesabaran. Kita dapat menekan frekuensi amarah di tengah keluarga kita dengan menyikapi setiap masalah dalam keluarga dengan bijaksana.
  2. Memaksimalkan sesi makan sahur dan berbuka.
    Saya yakin kita semua pernah mendengar betapa pentingnya sesi makan bersama keluarga. Sesi makan ini sangat baik bila dimanfaatkan sebagai media komunikasi dengan istri dan anak-anak kita. Akan tetapi, mewujudkan sesi makan bersama keluarga ini kadang sulit; umumnya karena alasan pekerjaan. Di bulan ramadhan ini, sesi makan bersama akan semakin mudah terwujud lewat sahur bersama dan buka puasa bersama. Tidak hanya nuansa kebersamaan yang ada dalam sahur dan buka puasa bersama keluarga kita, tapi nuansa religius yang ada pun akan membantu mempererat kebersamaan itu.
  3. Memaksimalkan keteladanan.
    Mulai dari meningkatkan kesabaran dan kebijaksanaan sampai meningkatkan kuantitas (dan juga kualitas) kebersamaan dengan istri dan anak-anak kita, kita secara tidak langsung telah menjadi teladan yang baik dalam keluarga kita. Akan lebih baik kalau kita juga mulai membiasakan kebaikan-kebaikan kecil seperti membantu pekerjaan istri, menemani anak-anak bermain, atau lainnya. Dengan begitu, hubungan kita dengan keluarga akan bertambah erat sehingga keteladanan kita akan memiliki dampak yang lebih mendalam.
Masih banyak kiat-kiat lain yang dapat kita terapkan dalam keluarga kita selama bulan Ramadhan. Penerapannya sendiri kembali kepada masing-masing ayah (atau suami) karena kondisi keluarga setiap orang itu berbeda. Saya sendiri saat ini fokus pada tiga kiat yang sudah saya sebutkan di atas. Alhamdulillah saya pun merasakan manfaatnya.

Dengan lebih bersabar menyikapi masalah dalam keluarga, hati saya menjadi lebih tenang. Hal ini dikarenakan kemarahan saya itu seringkali menimbulkan penyesalan dalam diri saya sendiri. Selain itu, istri dan anak-anak saya pun menyikapi perbaikan sifat saya ini dengan perubahan positif. Yang paling terlihat adalah perubahan pada anak-anak saya. Tanpa keterlibatan emosi (atau rasa takut), anak-anak saya menjadi lebih berani mengakui kesalahan mereka dan tidak segan-segan meminta maaf.

Dengan adanya sesi makan sahur, saya punya waktu lebih banyak bersama istri saya. Anak-anak saya sendiri belum mencapai usia yang cukup untuk ikut berpuasa. Makan sahur berdua bersama istri saya memberikan waktu ekstra untuk saling berbagi pengalaman dan bertukar cerita; salah satu proses yang layak dilakukan untuk menjaga keterbukaan dan keharmonisan. Hal yang sama juga berlaku untuk sesi buka puasa. Bedanya adalah anak-anak saya ikut terlibat dalam sesi buka puasa tersebut.

Untuk keteladanan sebenarnya konsekuensi dari dua perubahan di atas, yaitu semakin mempererat hubungan saya dengan istri dan anak-anak. Hubungan yang erat ini yang memungkinkan saya menjadi teladan bagi istri dan anak-anak saya. Tidak mungkin saya menjadi teladan kalau istri dan anak-anak saya itu tidak menyukai saya. Pada akhirnya kebiasaan-kebiasaan saya (yang baik) pun dapat dengan mudah mereka lihat dan ikuti. Dampak positifnya adalah saya tidak perlu repot-repot memaksa mereka (terutama anak-anak saya) untuk mengikuti kebiasaan-kebiasaan saya.

Pada intinya, bulan Ramadhan ini adalah bulan yang tepat untuk memaksimalkan kebaikan. Dengan begitu, bulan Ramadhan ini dapat kita manfaatkan untuk menjadi seorang ayah (atau suami) yang lebih baik bagi anak-anak dan istri kita. Tentu saja dengan harapan bahwa kebaikan yang kita bentuk selama Ramadhan ini akan tetap langgeng sampai Ramadhan berikutnya; bahkan sampai akhir hayat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar