Senin, 31 Oktober 2011

Menyiasati Infinite To-do List

1 opini
Organizing adalah satu dari sekian banyak hal yang gemar saya lakukan. Tentu saja kegemaran ini saya mulai dari diri saya sendiri. Salah satu manifestasi dari kegemaran ini adalah dengan membuat to-do list. Dalam hidup saya sehari-hari, saya memiliki 2 (dua) jenis to-do list: satu untuk urusan pekerjaan, satu untuk urusan pribadi. Masing-masing to-do list saya kelola secara terpisah.

To-do list untuk urusan pekerjaan saya tuangkan dalam lembaran post-it yang saya tempel di meja kerja saya di kantor. To-do list untuk urusan pribadi selalu setia menemani saya di dalam smartphone saya. Pemisahan ini sengaja saya lakukan karena saya ingin memisahkan urusan pekerjaan dan urusan pribadi saya. Dengan pemisahan seperti ini, saya hanya perlu melihat tugas-tugas yang terkait dengan pekerjaan saya di kantor saja.

Pemisahan to-do list yang saya lakukan adalah bagian dari usaha saya untuk menyeimbangkan kehidupan saya di kantor dan kehidupan saya di rumah (bersama istri dan anak-anak saya). Saat di rumah, saya tidak pernah "terganggu" dengan urusan-urusan pekerjaan. To-do list yang terkait pekerjaan selalu saya kerjakan di kantor. Saya selalu berusaha agar urusan pekerjaan tidak ikut pulang ke rumah bersama saya.

Walaupun begitu, masih ada 1 (satu) masalah lain yang perlu saya atasi dalam mengelola to-do list saya, yaitu infinite to-do list. Saya seringkali merasa bahwa to-do list saya itu tidak ada habisnya. Item yang keluar dari to-do list saya itu lebih sedikit daripada item yang masuk ke to-do list saya. Pada akhirnya daftar pekerjaan yang harus saya lakukan terus saja menumpuk.

Bayangkan kita sedang berjalan di sebuah jalan yang tidak terlihat ujungnya. Kita terus saja berjalan tanpa tahu kapan kita akan mencapai tujuan. Setiap kali kita sampai ke suatu checkpoint, jarak perjalanan kita malah bertambah sampai akhirnya kita merasa lelah dan jenuh untuk meneruskan perjalanan. Kita pun memilih berhenti dan menunda perjalanan kita. Ketimbang lelah meneruskan perjalanan yang tidak jelas ujungnya, lebih baik berhenti dan menikmati pemandangan di sekitar. Procrastination for the world!

Masalah infinite to-do list ini sudah lama saya alami, baik di to-do list pekerjaan maupun di to-do list pribadi. Yang paling "mengganggu" tentu saja di to-do list pekerjaan karena tumpukan pekerjaan itu membuat saya kesulitan untuk fokus. Fokus yang rendah ini akhirnya mengganggu konsentrasi saya bekerja sehingga throughput pekerjaan saya pun semakin menurun. Throughput yang menurun sudah pasti meningkatkan kemungkinan menumpuknya pekerjaan. Dan siklus yang jahat itu pun tidak henti-hentinya berputar.

Alhamdulillah tadi pagi saya menemukan tulisan yang serupa di sini: http://blog.101ideas.cz/posts/the-3+2-rule.html. Tulisan tersebut juga membahas cara menyiasati to-do list yang seolah-olah tidak pernah habis dengan metode "the 3 + 2 rule". Metode itu pada intinya menegaskan bahwa kita perlu bersikap realistis, yaitu dengan membuat target harian yang memang sesuai dengan kapasitas dan waktu yang kita miliki.

Dalam metode "the 3 + 2 rule" itu, penulisnya menyarankan untuk membuat to-do list yang berisi 5 (lima) pekerjaan: 3 yang utama, 2 yang pilihan. Fokuskan energi dan waktu untuk mengerjakan 3 pekerjaan utama. Bila masih ada energi dan waktu yang tersisa, silakan luangkan untuk mengerjakan 2 pekerjaan pilihan.

Angka 3 dan 2 di atas tentu saja tidak harus sama untuk masing-masing orang. Yang paling penting untuk diadopsi dari metode itu adalah bagaimana membatasi pekerjaan sesuai kemampuan dan waktu yang tersedia. Kita bisa saja membuat "the 2 + 1" rule dengan 2 pekerjaan utama dan 1 pekerjaan pilihan. Kita pun bisa saja membuat "the 1 + 0" dengan 1 pekerjaan utama. Intinya tetap pada pembatasan pekerjaan sesuai kemampuan dan waktu.

Dengan metode membatasi pekerjaan seperti di atas, kita dapat lebih fokus mengerjakan hal-hal yang penting. Dengan fokus yang meningkat, maka sangat besar kemungkinannya throughput pun ikut meningkat. Ini artinya lebih banyak pekerjaan yang dapat kita selesaikan. Semakin besar throughput kita, semakin banyak pekerjaan yang dapat kita keluarkan dari to-do list kita. Semakin banyak pekerjaan yang dapat kita selesaikan, rasa lelah dan jenuh bekerja pun dapat diminimalisir. Secara tidak langsung, hal ini akan meningkatkan kepuasan kita saat bekerja.

Memang pada kenyataannya mengelola to-do list tidak semudah 3 + 2 atau 1 + 0. Masih ada faktor eksternal yang sulit kita kendalikan seperti penugasan yang mendadak dari atasan atau berbagai panggilan tugas yang membuat to-do list kita menjadi tidak berarti. Walaupun begitu, membatasi pekerjaan bukan berarti menjadi tidak penting. Lakukan apa yang bisa kita lakukan untuk mengatur to-do list kita agar tidak menumpuk terus-menerus. Paling tidak kita perlu melakukannya demi menjaga keseimbangan hidup antara pekerjaan dan urusan pribadi (atau keluarga).

Senin, 24 Oktober 2011

Rumahku Nerakaku

0 opini
Kehidupan rumah tangga itu tidak selalu menyenangkan. Nenek-nenek saja tahu akan hal ini. Koreksi: Justru nenek-nenek (yang punya segudang pengalaman) yang paling tahu akan hal ini. Hanya saja, dari semua orang yang tahu akan hal ini, tidak semua orang mau berbagi tentang masalah rumah tangga mereka. Di lain pihak, tidak sedikit orang yang tidak segan-segan berbagi tentang masalah ini. Tidak percaya? Tengok saja timeline di jejaring sosial kesayangan Anda.

Kembali ke topik pembicaraan: Neraka.

Ada banyak hal yang dapat mengubah rumah tangga tercinta kita menjadi neraka. Mulai dari yang paling muda sampai yang paling tua, tidak ada yang benar-benar bebas dari andil mereka membentuk neraka di rumah tangga kita. Kita sendiri pun termasuk di dalam daftar penyebab munculnya neraka itu. Akan tetapi, saya tidak akan mulai dari diri sendiri. Harap maklum. Manusia tidak pernah lepas dari ego yang membuat kita lebih mudah menyalahkan orang lain daripada menyalahkan diri kita sendiri.

Dari istri, anak-anak, orang tua, mertua, sampai pembantu; semua pihak memiliki cara mereka sendiri untuk mengubah rumah tangga kita menjadi neraka. Kadang kita bertengkar dengan istri, kadang anak-anak bertingkah tidak karuan dan menyebalkan, kadang orang tua kita terlalu mencampuri urusan kita, kadang mertua berbeda pendapat dengan kita, kadang pembantu kita membuat masalah yang tidak-tidak; sepertinya selalu saja ada masalah di rumah kita. Kadang masalahnya menumpuk begitu banyak dan membuat kita enggan tinggal di rumah.
Api
Dalam kondisi seperti di atas, kebaikan (kebahagiaan) yang muncul di tengah keluarga kita akan hilang seketika karena tertutup emosi kita. Senyum anak-anak menjadi hambar, kebaikan-kebaikan istri tidak lagi terasa manis, hal-hal baik yang dilakukan orang tua atau mertua pun tidak berarti, apalagi pembantu. Emosi kita senantiasa menghalangi semua kebaikan yang ada untuk mencapai hati kita. Sebegitu gelapnya hati kita sampai akhirnya kita pun merasa putus asa.

Saat rasa putus asa ini muncul, berbagai bentuk pelarian pun mulai terbayang. Mulai dari keinginan untuk pergi dari rumah sampai keingian untuk pergi dari dunia (alias bunuh diri). Pilihan bentuk pelarian ini tentu saja sangat erat kaitannya dengan tingkat stres yang dialami orang terkait. Pelarian dari stres yang ringan mungkin cukup dengan "kabur" sebentar, sementara bunuh diri biasanya menjadi pilihan pelarian dari stres yang berat bin akut.

Empat paragraf di atas adalah gambaran neraka yang saya maksud. Dalam tulisan ini, gambaran neraka itu saya batasi di dalam rumah seseorang yang sudah menikah, memiliki anak, dan tinggal satu rumah dengan orang tua/mertua. Tentu saja gambaran neraka ini tidak sama bagi semua orang, tapi saya yakin banyak orang yang sudah mengalami neraka yang sama.

Lalu?

Di antara semua orang yang pernah (dan akan) hidup di dalam neraka seperti di atas, tidak semuanya memiliki sikap yang sama. Ada yang memutuskan untuk tetap lari, ada yang memutuskan untuk berbalik dan mencoba memadamkan api neraka itu. Seriously? Betul sekali. Api neraka di rumah tangga kita umumnya masih dapat dipadamkan. Hanya saja proses pemadamannya membutuhkan dedikasi dan komitmen dari semua pihak yang terkait.

Alasan seseorang untuk tetap berlari itu bervariasi. Mungkin saja masalah yang dihadapi terlalu berat untuk diatasi. Mungkin saja jalan keluar yang dicari tidak pernah ditemukan. Mungkin saja orang yang bersangkutan tidak menemukan bantuan yang dia butuhkan untuk memecahkan masalahnya. Mungkin saja orang yang bersangkutan tidak memiliki kesabaran yang cukup untuk mengatasi masalahnya sendiri. Dan masih banyak kemungkinan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan. Intinya tetap satu: kabuuur.
Fight for Kisses
Yang lebih menarik untuk dibicarakan adalah alasan seseorang untuk berbalik dari pelariannya dan menghadapi masalahnya sampai tetes darah penghabisan. Kenapa? Karena bertarung itu lebih jantan. Sayangnya bukan itu alasan saya. Berhenti berlari dan menghadapi masalah adalah bukti keberanian seseorang. Berhasil atau tidaknya masalah diselesaikan itu urusan nanti.

Sebelum tulisan ini tambah melebar, kita kembali kepada topik tulisan ini: rumah yang menjadi neraka. Bagaimana cara kita memadamkan api yang membara di tengah-tengah rumah tangga (keluarga) kita? Bagaimana cara kita mengembalikan kesejukan dan kedamaian di dalam rumah kita? Haruskah kita mulai dari diri kita sendiri?

Rasanya tulisan ini akan menjadi panjang.

Bagi saya pribadi, setiap masalah itu hanya dapat diselesaikan bila kita memiliki determinasi yang cukup untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk menyelesaikan masalah dalam keluarga kita, kita butuh alasan yang kuat untuk mempertahankan keutuhan keluarga kita. Tanpa alasan yang tepat (dan kuat), kita tidak akan pernah memiliki determinasi yang kuat saat menyelesaikan masalah kita. Jadi, layak atau tidak keluarga kita dipertahankan, itulah pertanyaannya.

Kalau jawaban dari pertanyaan itu adalah "layak", langkah selanjutnya adalah introspeksi diri. Betul sekali; introspeksi diri. Kita perlu menenangkan diri dan meredam emosi kita sehingga kita dapat berhenti menyalahkan orang lain dan memulai perbaikan dari diri kita sendiri. Dengan meredam emosi, mata hati kita akan menjadi lebih jernih untuk memahami inti masalah yang kita hadapi.

Anger Management
Meredam emosi memang bukan hal yang mudah. Salah satunya adalah lewat pelarian tadi. Jadi, intinya tetap lari dari masalah? Memang benar begitu. Perbedaannya adalah lari di sini hanya untuk sementara. Lari di sini hanya untuk menenangkan diri dan mengembalikan energi kita untuk kembali menghadapi masalah kita. Kita sama-sama tahu bahwa memaksakan diri menghadapi masalah hanya akan membuat kita lelah. Kita butuh istirahat, hati kita pun butuh istirahat. Kita butuh pengalihan dan melarikan diri untuk sementara adalah metode pengalihan yang cukup handal.

Cara yang lain untuk meredam emosi adalah dengan bercerita. Ada kalanya kita perlu berbagi masalah kita dengan orang lain untuk meredam emosi kita. Dengan menceritakan masalah kita kepada orang lain, kita sedang berbagi beban di pundak kita. Saat beban di pundak itu kita lepaskan, saat itu juga emosi kita ikut mereda dengan sendirinya.

Masih ada cara lain untuk meredam emosi ini. Saya bahkan sempat menuangkannya dalam tulisan Menyiasati Marah dalam Keluarga (bagian 1, bagian 2,  bagian 3, bagian 4). Saya pun pernah mendengar kicauan seorang teman, "gw sih biasanya push-up," saat sedang membicarakan cara-cara mengelola emosi. Rasanya setiap orang punya cara yang tepat guna untuk meredam emosi masing-masing.

Dengan emosi yang reda, kepala yang dingin, dan hati yang bersih, jalan keluar akan lebih mudah ditemukan. Introspeksi diri akan menjadi lebih mudah dilakukan. Kita akan menemukan kesalahan-kesalahan dalam diri kita sendiri. Kita akan melihat seberapa besar peran kita dalam menciptakan neraka di dalam rumah kita sendiri. Dengan begitu, kita pun akan lebih objektif menilai kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh anggota rumah tangga kita (termasuk pembantu). Kita pun dapat memilah antara kesalahan yang kecil dan tidak perlu diperpanjang dengan kesalahan yang besar dan perlu ditindaklanjuti. Lalu sedikit demi sedikit, api neraka di rumah tangga kita pun akan segera padam.

Padamnya api neraka rumah tangga ini sebenarnya sudah mulai terjadi saat kita sedang meredam emosi. Kenapa? Karena neraka yang ada di dalam rumah tangga kita sebenarnya ada di dalam hati kita. Emosi kita yang membuat rumah tangga kita terasa panas. Emosi kita yang membuat kita ingin segera pergi dari rumah kita. Emosi kita yang membuat kita ingin terus berlari menjauh dari rumah kita. Emosi kita juga yang membuat kita kehilangan harapan. "Rumahku Nerakaku" itu adalah halusinasi yang dibentuk oleh emosi kita sendiri.

Walaupun begitu, masih banyak rumah tangga lain yang benar-benar menjadi neraka bagi penghuninya. Neraka-neraka ini tidak semuanya sebatas halusinasi yang mudah diatasi dengan meredam emosi dan introspeksi diri. Neraka-neraka ini benar-benar nyata dan terbentuk oleh berbagai masalah rumah tangga yang tidak ada habisnya (atau sulit ditemukan jalan keluarnya). Saya tidak akan berkomentar banyak mengenai neraka-neraka ini karena tulisan ini sendiri sudah sangat panjang. Untuk saat ini, saya hanya bisa mendo'akan agar setiap neraka dalam rumah tangga itu dapat dikembalikan ke fitrahnya sebagai surga atau sekalian dibubarkan sehingga tidak menelan lebih banyak korban jiwa.

Senin, 17 Oktober 2011

Kutipan dari Surat Ali 'Imran

2 opini
Cita-cita saya untuk membaca terjemah Al-Qur'an masih bertahan. Alhamdulillah pada hari ini saya selesai membaca terjemah Al-Qur'an surat Ali 'Imran sebanyak 200 ayat. Alhamdulillah ada banyak pelajaran yang dapat saya ambil selama membaca terjemah surat Ali 'Imran ini. Ada banyak kutipan ayat-ayat Al-Qur'an dalam surat Ali 'Imran yang ingin saya tuangkan di sini.

Kutipan ayat-ayat tersebut ada di bagian bawah tulisan ini. Akan tetapi, ada sedikit pelajaran yang ingin saya bagi di sini. Ternyata untuk tetap konsisten membaca terjemah Al-Qur'an itu bukan hal yang mudah. Hal pertama yang harus saya hadapi adalah masalah kebosanan. Kadang rasa jenuh itu begitu melekat sampai membuat saya enggan meneruskan membaca terjemah Al-Qur'an ini. Ada kalanya saya memutuskan untuk "libur" agar rasa bosan itu tidak semakin kuat. Saya khawatir bila rasa bosan itu menguat, minat saya membaca terjemah Al-Qur'an itu memudar.

Membaca terjemah Al-Qur'an pun butuh konsentrasi yang kuat. Saya rasakan sendiri beberapa kali saya mengulang membaca terjemah suatu ayat karena saya tidak mengerti apa yang dimaksud ayat itu, padahal saya sendiri sudah mencoba fokus kepada ayat-ayat muhkamaat[1]. Pada kondisi seperti ini, saya selalu merasa ada sesuatu yang mengalihkan perhatian saya dan membuat saya sulit memahami terjemah ayat Al-Qur'an yang sedang saya baca.

Selain itu, saya pun merasa harus berhati-hati saat membaca terjemah ayat-ayat Al-Qur'an ini. Jangan sampai setelah saya selesai membaca tulisan ini, bukan keimanan yang bertambah, justru keraguan yang semakin menguat. Oleh karena itu, saya tetap fokus pada ayat-ayat yang jelas dan mudah dimengerti. Kalau masih membingungkan, saya pun tidak segan mencari referensi tambahan untuk menjawab pertanyaan yang mengganjal di hati.

Masih banyak lagi yang dapat saya ceritakan di sini, tapi sepertinya tulisan ini akan menjadi terlalu panjang. Langsung saja saya cantumkan ayat-ayat dari surat Ali 'Imran yang sempat saya kutip di bawah ini. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran kumpulan ayat-ayat di bawah ini.
Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit. (QS. Ali 'Imran:5)
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). {*} Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. {*} (Yaitu) orang-orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka," {*} (Yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur. (QS. Ali 'Imran:14 - 17)
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali 'Imran:31)
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani[+], karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya." (QS. Ali 'Imran:79)
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali 'Imran:85)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. (QS. Ali 'Imran:91)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. (QS. Ali 'Imran:102)
Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan. (QS. Ali 'Imran:109)
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, {*} (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali 'Imran:133 - 134)
(Al Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali 'Imran:138)
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Ali 'Imran:180)
--
[1]Penjelasan lebih lanjut tentang ayat muhkamaat (dan ayat mutasyaabihaat) dapat dibaca di sini: http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/mutasyabihaat.htm
[+]Rabbani ialah orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah SWT

Selasa, 11 Oktober 2011

Rok Mini dan Pemerkosaan

2 opini
Peluit Pemerkosa(an)
Sesekali waktu saya ingin menulis tentang pemerkosaan di blog ini. Walau bagaimana pun, pemerkosaan dan pernikahan memiliki keterkaitan langsung. Keduanya sama-sama memiliki awalan "pe-" dan akhiran "-an". Lalu apakah pembahasan mengenai pemerkosaan ini telat? Mungkin saja. Topik ini sempat melejit di media sampai mendorong munculnya demonstrasi yang ingin menegaskan bahwa rok mini itu tidak ada hubungannya dengan pemerkosaan. Pada akhirnya topik itu hilang dengan sendirinya seiring dengan berkurangnya laporan terkait di media. Typical.

Telat atau tidak, saya tetap lanjutkan.

Jadi, esensi dari kontroversi di atas itu adalah adanya pihak yang menolak pernyataan yang mengkaitkan pemerkosaan dengan rok mini. "Jangan salahkan rok mininya. Salahkan pemerkosanya." Kira-kira seperti itu bunyi penolakan yang muncul dalam kontroversi terkait. Denial? Nanti dulu. Jangankan denial, mungkin saja masalah ini tidak masuk kategori kontroversi.

Kita sama-sama sepakat bahwa pihak yang salah, yaitu yang wajib dihukum, dalam sebuah kasus pemerkosaan adalah pemerkosanya. Korban pemerkosaan, apa pun pakaiannya, tidak layak disalahkan atau dihukum. Rasanya mengenaskan bila korban pemerkosaan, yang kemungkinan besar akan mengalami trauma, justru kehilangan dukungan dari masyarakat yang ikut menudingnya turut andil dalam pemerkosaan itu.

Sebagaimana kita ketahui bersama, pemerkosaan itu bergantung pada 4 (empat) faktor utama, yaitu pelaku, korban, waktu, dan lokasi. Di masing-masing faktor tersebut, ada sekumpulan faktor-faktor turunan lain yang perlu diperhatikan. Waktu dan lokasi memiliki peran penting dalam konteks pemerkosaan. Apa mungkin pemerkosaan terjadi di tengah keramaian pada siang hari? Kalau mungkin, itu artinya moral masyarakat di sekitar lokasi tersebut sudah bobrok sebobrok-bobroknya.

Faktor pelaku tentu saja lebih dominan dibandingkan waktu atau lokasi. Pemerkosaan dapat terjadi di tempat-tempat yang tidak kita bayangkan. Seorang gadis mungkin saja diperkosa di rumahnya sendiri; misalnya saat gadis itu memang sedang sendirian di rumah. Siang atau malam bisa jadi tidak relevan dalam konteks pemerkosaan; yang penting lokasinya sepi. Jelas sekali bahwa faktor penentu terjadinya pemerkosaan adalah pelakunya sendiri.

Saat seseorang tidak mampu lagi membendung hasrat seksualnya, tidak memiliki penyaluran yang sah, dan (secara tidak sadar) membenarkan pemerkosaan, maka pemerkosaan ini kemungkinan besar akan terjadi. Pemerkosaan mungkin saja terjadi tidak hanya pada wanita dengan rok mini, tapi mungkin saja terjadi pada wanita yang mengenakan pakaian yang tertutup. Pakaian yang dipakai korban pemerkosaan menjadi tidak relevan. Wanita muslim yang mengenakan jilbab panjang pun tidak akan lepas dari ancaman pemerkosaan.

Dari gambaran di atas, faktor pelaku terlihat jelas sebagai faktor dominan dalam pemerkosaan. Waktu, lokasi, bahkan korban sekali pun tidak dapat menyaingi dominasi faktor pelaku dalam setiap "sesi" pemerkosaan. Kalau faktor korban saja tidak dominan, apalagi rok mini (yang merupakan faktor turunan dari faktor korban).

Jadi, rasanya wajar kalau ada pihak yang menolak bila rok mini ikut disalahkan dalam masalah pemerkosaan. Yang perlu disorot memang pelakunya. Apa yang membuat pelaku pemerkosaan itu melakukan aksinya? Apakah terpaan pornografi yang diakses lewat Internet? Apakah perilaku tidak senonoh yang didapat lewat film? Apakah ada faktor-faktor lain yang membuat pelaku berani memperkosa wanita lain? Justru hal-hal seperti ini yang perlu disorot; dan tentu saja dibenahi.

Apakah itu artinya rok mini tidak memiliki pengaruh apa pun? Justru sebaliknya. Keberadaan rok mini juga turut andil mendorong hasrat seksual. Hanya saja rok mini di sini bukan sekedar rok mini pemerkosanya. Rok mini yang dimaksud adalah rok mini yang dipakai wanita di ruang publik dan bebas dipelototi pria-pria mata trolley (mata keranjang tidak lagi representatif). Rok mini yang dimaksud adalah rok mini yang dipakai berbagai aktris dan model dan dapat dikonsumsi secara bebas lewat media elektronik.

Ya, rok mini tetap memiliki andil. Akan tetapi, jangan memandang rok mini ini dengan kacamata kuda. Masih ada banyak faktor lain yang turut andil mempertahankan angka kasus pemerkosaan di Indonesia; atau bahkan di seluruh dunia. Semua faktor ini harus diperhatikan dan dibenahi sesuai prioritasnya. Tidak sepantasnya kita menyoroti satu-dua hal yang trivial semata untuk mengatasi masalah pemerkosaan.

Lalu bagaimana dengan kebebasan berpakaian? Sesuai dengan alur pembahasan saya di atas, silakan saja para wanita menggunakan rok mini. Yang perlu diingat adalah, walaupun rok mini tidak sepantasnya disalahkan, rok mini tetap memiliki andil memancing datangnya pemerkosaan. Pemerkosaan memang tetap saja bisa terjadi terlepas dari korban memakai pakaian minim atau pakaian tertutup, tapi pemilihan pakaian ini merupakan bagian dari kehati-hatian yang menjadi tanggung jawab setiap individu terhadap dirinya sendiri.

Bila rumah kita kosong selama beberapa hari, apakah kita akan mengumumkannya ke lingkungan sekitar? Bukankah pengumuman itu ibarat memancing datangnya pencuri? Kalau kita sedang naik bus atau kereta saat jam sibuk, apakah kita akan menyimpan dompet kita di saku celana (atau tempat lain yang mudah dijangkau)? Bukankah sikap seperti ini ibarat memancing datangnya pencopet?

Dalam dua contoh di atas, kalau rumah kita dibobol pencuri, maka yang patut disalahkan adalah pencuri. Tapi bukankah kita turut andil memudahkan pencuri itu untuk membobol rumah kita? Kita pun "bersalah". Kemudian kalau dompet kita dicopet, maka yang patut disalahkan adalah pencopet. Tapi bukankah kita turut andil memudahkan pencopet itu mengambil dompet kita? Kita pun "bersalah".

Saya rasa dua contoh di atas tidak jauh berbeda dengan seorang wanita yang menggunakan rok mini di ruang publik. Kalau sampai wanita ini diperkosa oleh seorang (atau kemungkinan besar beberapa orang) pria, maka yang patut disalahkan adalah (para) pemerkosanya. Tapi bukankah wanita ini turut andil memancing terjadinya pemerkosaan itu? Wanita ini pun "bersalah".

Rok mini memang tidak sepantasnya menjadi sorotan utama dalam kasus pemerkosaan. Rok mini memang tidak sepantasnya dituding sebagai dalang kasus pemerkosaan. Akan tetapi, dengan menggunakan rok mini, para wanita dapat dikatakan sedang memperbesar resiko diperkosa. Dengan menggunakan rok mini, para wanita dapat dikatakan lalai. Dan kelalaian itu sudah jelas memiliki andil dalam setiap kasus kejahatan.

Kesimpulannya?

Pakaian yang dipakai korban tidak bisa dijadikan alasan atau bahkan pembenaran dalam kasus pemerkosaan, tapi bersikap hati-hati (menjaga diri) dengan berpakaian sopan dan tidak minim sebaiknya diutamakan.

Kamis, 06 Oktober 2011

Pengalaman Membaca Terjemah Surat Al-Baqarah

2 opini
Al-Qur'an
Alhamdulillah. Kemarin siang saya berhasil menuntaskan membaca terjemahan dari 286 ayat Al-Qur'an dalam surat Al-Baqarah. Pengalaman membaca terjemahan surat Al-Baqarah ini mengungkap banyak hal baru bagi saya. Banyak ayat yang mengena dan mencerahkan hati dan pikiran saya. Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dalam surat Al-Baqarah ini. Contohnya antara lain bagaimana membedakan sifat orang mukmin, kafir, dan munafik, kisah penciptaan Nabi Adam sebagai manusia pertama, dan segudang firman Allah yang menjelaskan sifat-sifat buruk Bani Israil.

Berdasarkan pengalaman saya sendiri, firman Allah seputar Bani Israil itu mengambil porsi yang sangat banyak dalam surat Al-Baqarah. Bani Israil ini memiliki banyak sifat yang memang layak untuk kita ketahui sebagai peringatan agar kita tidak terjebak pada masalah yang sama. Alhamdulillah saya mendapat kesempatan untuk membaca semua itu.

Masih banyak lagi pelajaran yang dapat diambil dari surat Al-Baqarah. Yang saya paparkan di atas ibaratnya hanya seujung kuku dari sebuah tubuh yang lengkap. Apalagi yang saya baca hanya terjemahannya saja; belum sampai membaca tafsir. Tentu saja yang dapat saya pahami adalah ayat-ayat yang sifatnya eksplisit (mudah dipahami). Dari 286 ayat dalam surat Al-Baqarah itu, berikut ini adalah ayat-ayat yang sempat saya kutip:
Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (QS. Al-Baqarah:2)
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu', (QS. Al-Baqarah:45)
Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? Dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong. (QS. Al-Baqarah:107)
Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak (pula) mereka akan ditolong. (QS. Al-Baqarah:123)
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah:153)
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah:155)
‎Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah:168)
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[A1]. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah:173)
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah:177)
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah:186)
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Baqarah:254)
Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui. (QS. Al-Baqarah:268)
Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Baqarah:271)
Masih banyak lagi pelajaran-pelajaran yang menarik dan menakjubkan dalam Al-Qur'an. Saya yakin akan hal ini. Semoga saja saya masih mampu menyediakan waktu untuk membaca terjemahan Al-Qur'an ini sampai selesai; dan mungkin membaca kembali dari awal atau melanjutkan dengan tafsir. Aamiin.

Waktu terus berjalan, usia terus berkurang, semoga waktu yang tersisa dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.

--
[A1]Haram juga menurut ayat ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.

Selasa, 04 Oktober 2011

Pelajaran dari Menyuapi Anak

0 opini
Calvin and Hobbes
Salah satu bagian dari merawat anak balita adalah menyuapi anak. Berhubung saya memiliki dua anak laki-laki kembar, saya pun sesekali waktu membantu istri saya menyuapi anak-anak saya. Hal ini umumnya terjadi saat para PRT (Pembantu Rumah Tangga) sedang Cuti Lebaran. Rasanya tidak tega melihat istri harus menghabiskan waktu 2-4 jam untuk menyuapi 2 anak. Untungnya istri saya tidak gengsi menyerahkan sebagian pekerjaan mengurus anak kepada saya.

suapi anak di saat anak lapar
Dari semua sesi menyuapi anak-anak yang saya lakoni, ada beberapa pelajaran yang saya ambil. Pertama, suapi anak di saat anak lapar. Sejak anak-anak lahir sampai mereka besar, mereka dibiasakan makan sesuai jadwal. Pola makan sesuai jadwal ini efektif untuk menjaga agar anak-anak tidak kelaparan. Kami (saya dan istri) beranggapan dengan jadwal makan yang teratur, maka tambahan energi untuk anak-anak pun masuk dengan teratur. Tujuan akhirnya adalah untuk mempertahankan daya tahan tubuh anak-anak dengan asupan gizi yang teratur pula.

Hanya saja, seiring dengan bertambahnya usia mereka, jadwal makan ini mulai terasa tidak tepat guna. Semakin besar seorang anak, semakin tidak teratur pola makannya. Kue, susu, dan berbagai cemilan lain mulai sering dikonsumsi anak-anak. Frekuensi konsumsi makanan sampingan itu pun tidak teratur. Mereka pun lebih bisa menahan lapar mereka (misalnya karena sedang asyik bermain). Oleh karena itu, jadwal makan mereka pun perlu disesuaikan dengan kondisi perut mereka.

suapi anak di saat suasana hati mereka sedang baik
Kedua, suapi anak di saat suasana hati mereka sedang baik. Bahkan orang dewasa sekalipun sering kehilangan selera makan saat suasana hati mereka sedang buruk. Anak-anak justru lebih mudah terpengaruh suasana hati mereka. Tidak mudah bagi anak-anak mengalahkan perasaan dengan logika. Mau lapar seperti apa pun, mereka akan menolak untuk makan bila mereka sedang marah atau menangis. Lebih parah lagi kalau orang tua anak-anak ini justru menyikapinya dengan cara yang membuat suasana hati mereka semakin buruk seperti dengan memarahi atau menakut-nakuti.

Berdasarkan pengalaman saya pribadi, kata-kata ancaman seperti, "kalau gak makan, gak diajak pergi" itu lebih sering kontraproduktif. Kalau pun ancaman-ancaman seperti itu berhasil (membujuk anak-anak makan), resiko jangka panjangnya harus diperhatikan. Kemungkinannya besar bahwa anak-anak akan mengkaitkan sesi makan dengan ajakan jalan-jalan. Tentu repot kalau harus menjanjikan jalan-jalan setiap sesi makan. Alhasil anak-anak akan semakin susah makan karena janji jalan-jalan tersebut tidak kunjung terlaksana.

Yang perlu dilakukan orang tua adalah membuat sesi makan sekondusif mungkin. Entah itu dengan mengajak bermain, menonton film, atau kegiatan lain yang menyenangkan (tapi juga aman untuk perut anak-anak). Hindari menjanjikan hal-hal yang sulit dipenuhi di sesi-sesi makan yang lain seperti jalan-jalan, hadiah, atau janji-janji lainnya. Kalau suasana hati anak itu baik, suapan demi suapan makanan itu akan lebih mudah masuk ke dalam mulut anak-anak.

suapi anak dengan makanan yang mereka suka
Ketiga, suapi anak dengan makanan yang mereka suka. Kalau yang disajikan adalah makanan yang mereka suka, anak-anak sudah pasti akan melahapnya (walaupun mereka tidak lapar). Contohnya anak-anak saya sendiri. Salah satu makanan favorit anak-anak saya adalah french fries. Apa pun kondisi perut mereka, apa pun suasana hati mereka, mereka pasti akan melahap french fries yang disajikan di depan mereka.

Kadang kami (saya dan istri saya) pun mengkombinasikan makanan favorit anak-anak kami dengan makanan pokok mereka. Salah satu anak kami, misalnya, adalah penggemar kacang bawang. Kadang kami sajikan sepiring kecil kacang bawang untuk menemani nasi mereka. Anak kami yang lain adalah penggemar kering kentang balado. Kami pun kadang menyajikan kering kentang balado itu di samping nasi mereka. Bahkan ada kalanya kami melakukan kombinasi yang tidak lumrah. Kami pernah membiarkan mereka makan wafer coklat sembari disuapi nasi.

Hanya saja porsi makanan favorit ini perlu dijaga agar tidak kebablasan. Kalau porsi makanan favorit ini lebih banyak, ada kemungkinan makanan pokok yang disajikan malah tidak dimakan, apalagi bila makanan favorit anak-anak itu termasuk makanan yang mengenyangkan. Frekuensi makanan favorit ini pun perlu dijaga agar tidak kebablasan. Terlalu sering menyediakan makanan favorit akan membuat anak-anak berharap makanan favorit itu terus ada dan pada akhirnya membuat mereka enggan memakan makanan pokok yang disajikan.

Masih ada banyak faktor lain yang mungkin tidak sempat saya sebutkan di sini. Hanya saja, secara garis besar, yang penting untuk kita perhatikan saat menyuapi anak adalah kondisi anak-anak itu sendiri. Jangan hanya berpatokan pada jadwal yang kita (orang tua) buat sendiri. Kita pun perlu memperhatikan kondisi perut, suasana hati, dan selera makan anak-anak kita.

--
Tulisan lainnya tentang menyuapi anak: Memberi Makan Anak Tanpa Repot

Minggu, 02 Oktober 2011

Orang Tua Penyantun

0 opini
Tulisan ini terinspirasi dari Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 225 yang saya kutip di bawah ini:
Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.
Menurut terjemah Al-Qur'an yang saya baca, Halim berarti penyantun: tidak segera menyiksa orang yang berbuat dosa. Kata "penyantun" ini sempat membuat saya terhenyak. Allah yang Maha Kuasa tidak hanya mudah mengampuni hamba-Nya yang berbuat dosa. Allah bahkan tidak menyegerakan turunnya siksaan kepada para hamba yang berbuat dosa.

Sifat Allah yang Maha Penyantun ini dapat menjadi inspirasi saya sebagai orang tua dalam menyikapi berbagai masalah dengan anak-anak saya. Anak-anak adalah manusia yang sangat rentan membuat kesalahan. Dengan kata lain, anak-anak itu sangat rentan menyulut sumbu kemarahan orang tuanya. Hal ini saya rasakan sendiri saat berurusan dengan dua anak laki-laki saya.

Kalau saya ingin menjadi orang tua yang bijaksana, sudah selayaknya saya menjadi orang tua yang penyantun. Sudah selayaknya saya menjadi orang tua yang tidak mudah marah. Sebaliknya saya harus terus berusaha menjadi orang tua yang mudah memaafkan dan tidak terburu-buru memarahi anak saat anak melakukan kesalahan.

Walaupun teori-teori untuk menjadi orang tua yang penyabar sudah lama melekat dalam pikiran saya, kondisi di lapangan senantiasa membuat penerapan teori-teori ini menjadi sulit. Ada banyak faktor yang membuat kesabaran itu menjadi sulit untuk dicapai: fisik yang lelah, masalah yang menumpuk, emosi yang memuncak, dll. Semoga saja konsep "penyantun" ini dapat membantu saya menjadi orang tua yang lebih penyabar.