Minggu, 04 Juli 2021

Koin untuk Rinkas

0 opini

Tumbler Rinkas
Setiap gagasan tidak akan memiliki dampak apa pun kalau tidak ditindaklanjuti dengan tindakan yang nyata. Setiap inisiatif tidak akan berjalan ke mana-mana kalau tidak diikuti dengan tindakan-tindakan yang berkelanjutan. Masalahnya adalah setiap tindakan yang nyata, apalagi yang berkelanjutan, butuh modal. Modal yang saya bicarakan bukan hanya semangat dan koneksi, tapi modal yang lebih kongkrit berupa uang. Hal itu yang saya rasakan selama saya menyebarluaskan Pemerintah Tangkas.

Awalnya kebutuhan itu tidak terlalu membebani karena saya memperoleh dukungan finansial itu dari tempat saya bekerja, Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Saat itu, yaitu pada tahun 2018-2019, Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) DJP berhasil mengadakan beberapa lokakarya penerapan Agile di pemerintah. Dalam lokakarya-lokakarya itu, peran saya hanya sebatas menjadi narasumber dan mengatur pelaksanaan kegiatan bersama beberapa rekan saya. Satu hal yang pasti, urusan finansial sama sekali tidak menjadi beban karena lokasi, perlengkapan, dan konsumsi ditanggung oleh DJP.

Ada satu hal yang biayanya keluar dari kantung saya sendiri, yaitu suvenir. Di salah satu lokakarya itu, saya memutuskan untuk membuat suvenir yang spesial. Saat itu, tepatnya tanggal 23 Agustus 2019, saya dan rekan saya, Nafis, sepakat menggunakan brand Rinkas (singkatan dari Pemerintah Tangkas). Akhirnya tumbler sederhana bertuliskan Rinkas menjadi kenang-kenangan bagi peserta lokakarya. Di kegiatan-kegiatan lain, selama persediaan masih ada, tumbler itu tetap berpindah tangan dari saya ke salah satu atau beberapa peserta.

Masuk ke tahun 2020, seiring bergesernya prioritas organisasi dan munculnya pandemi, Direktorat TIK DJP tidak lagi mengadakan lokakarya Agile seperti yang saya ceritakan di atas. Rinkas tetap hidup, tapi kegiatan offline sama sekali tidak berjalan karena modal untuk menjalankan kegiatan offline itu tidak terpenuhi. Akhirnya demi menjaga agar Rinkas tetap hidup, saya berinisiatif untuk membuat publikasi Pemerintah Tangkas di Medium.

Kondisi Rinkas tetap seperti itu sampai akhirnya saya bersama Pustaka Saga menerbitkan buku Aparatur Sipil Negara (ASN) Juga Bisa Agile. Buku itu menimbulkan riak yang cukup besar bagi Rinkas. Penyebarannya jauh lebih luas daripada area yang biasa dijangkau oleh publikasi di Medium. Pihak-pihak yang merespons juga di luar bayangan saya. Mereka datang dari luar jaringan akun media sosial saya dari tempat-tempat yang tidak pernah terbayang sebelumnya. Saya bahkan mendapat undangan untuk menjadi narasumber di beberapa webinar, baik yang bersifat umum maupun terbatas.

Walaupun begitu, sesuai konteks tulisan ini, riak itu tidak cukup besar untuk mengumpulkan modal yang saya maksud di atas, yaitu untuk kegiatan lokakarya yang berkelanjutan. Saya sudah menyisihkan sebagian hasil penjualan buku dan honor sebagai narasumber, tapi karena nominal yang dapat saya sisihkan tidak pasti, jumlah uang yang terkumpul belum cukup untuk menjadi modal kegiatan lokakarya itu. Untungnya untuk pengeluaran-pengeluaran kecil seperti promosi di Facebook, membeli elemen untuk poster Rinkas, menyewa situs dan domain, dan pengeluaran kecil lainnya masih tercukupi.

Menerapkan Agile Di Mana Saja
Saya sempat memikirkan beberapa alternatif untuk mendapatkan modal seperti lewat monetisasi publikasi di Medium, mulai membuat konten di YouTube, atau menjalankan lokakarya berbayar, tapi ide-ide itu terhalang rasa enggan saya sendiri. Saya memulai Rinkas untuk menyebarluaskan ide tentang Agile di pemerintahan seluas mungkin. Ide-ide untuk monetisasi terasa menjadi penghalang proses penyebarluasan itu. Hal itu yang membuat saya enggan sampai akhirnya pilihan saya masih terbatas pada menyisihkan sebagian penghasilan dari menjual buku dan menjadi narasumber.

Saya sempat dibantu oleh beberapa rekan ASN mengenalkan Rinkas ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Mengenalkan Rinkas ke Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sudah saya lakukan saat saya mendapat kesempatan menjalankan lokakarya penerapan Agile bersama Pusat Pengembangan Profesi dan Sertifikasi di kementerian itu. Sayang sekali saya belum menerima respons lebih lanjut pasca perkenalan itu.

Satu hal yang ingin saya coba adalah mengumpulkan dana lewat KitaBisa atau platform sejenis. Idenya adalah Koin untuk Rinkas dengan model subsidi dari ASN untuk ASN. Walau bagaimanapun, ketangkasan di instansi pemerintah hanya dapat terbentuk lewat ASN-ASN yang tangkas. Dengan model subsidi dari ASN untuk ASN, saya berharap pengumpulan dana itu juga menjadi ajang untuk membentuk kepedulian kolektik terkait penerapan Agile di pemerintah Indonesia. Lagi-lagi saya merasa enggan untuk melakukan hal ini karena saya merasa tidak nyaman dengan opsi tangan di bawah.

Untuk saat ini sepertinya saya akan tetap bertahan dengan mengisi Koin untuk Rinkas dari kantung saya sendiri. Opsi untuk monetisasi juga tetap akan saya tunda. Mungkin di masa depan akan muncul kesempatan yang lebih layak untuk terus menyebarkan ide, semangat, dan nilai-nilai Agile di dalam instansi pemerintah. Siapa tahu di masa depan juga akan bermunculan pihak-pihak yang berkenan membantu Rinkas. Mudah-mudahan saja inisiatif Rinkas terus hidup dan terus meluas di masa depan. Aamiin.