Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 Agustus 2023

Mengikat Hati Anak dengan Shalat Berjamaah

0 opini

Ada banyak alasan mengajak anak ke masjid. Kita bisa mengenalkan anak pada berbagai kegiatan di masjid mulai dari shalat berjamaah, mengaji, tidur, sampai main petak umpet. Kita bisa mengenalkan anak pada adab di masjid seperti mengutamakan shalat daripada main petak umpet.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah ikatan. Mengajak anak shalat di samping kita dan melanjutkannya dengan berzikir, apabila dilakukan secara konsisten, akan menjadi salah satu cara membentuk ikatan antara kita dengan anak kita. Namun, kita tidak bisa berhenti di situ.

Ikatan akan terbentuk bila shalat dan zikir menjadi bagian dari rangkaian interaksi yang kita bangun bersama anak-anak kita. Obrolan dan canda dalam perjalanan pergi dan pulang dari masjid juga tidak kalah penting. Prosesnya harus kita rangkul secara menyeluruh.

Saya merasakan hal itu dengan anak saya yang paling kecil. Berhubung dia perempuan, saya tidak membiasakan dia pergi ke masjid. Mungkin alasan dia hanya sebatas ingin bermain bersama teman-temannya, tapi dia selalu ingin pergi ke masjid bersama saya. Alhamdulillaah.

Hampir setiap hari kami selalu berjalan bergandengan tangan ke masjid. Subuh, Magrib, dan Isya menjadi We-Time untuk saya dan anak bungsu saya itu. Di akhir pekan, Zuhur dan Asar juga sama. Kadang kami naik motor, kadang sepeda. Apapun modanya, kebersamaan itu terus terjaga.

Dalam kebersamaan itu kami bertukar cerita. Ceritanya cenderung ringan, tapi kadang serius seperti masalah dengan teman atau isu di sekolah. Kadang saya sendiri yang memulai pembicaraan serius. Ada kalanya obrolan itu menjadi pembuka untuk membahas sesuatu yang lebih penting.

Tentu saja kondisinya tidak selalu kondusif. Ada kalanya mood saya atau anak saya sedang tidak baik. Akhirnya kebersamaan itu hanya sebatas sama-sama jalan pada waktu yang sama. Namun, ada kalanya mood itu membaik karena kami mau bertanya atau bercerita tentang masalah kami.

Ya, benar. Kalau saya diam saja, anak saya itu berani bertanya ada masalah apa. Saat saya menjawab dan bercerita, ada belenggu yang lepas dari hati saya sehingga mood saya membaik. Kalaupun saya tidak bisa ceritakan, rasanya tetap lebih plong saat kita merasa diperhatikan, kan?

Hal itu bersifat resiprokal. Kalau dia diam saja, giliran saya yang bertanya ada masalah apa. Kadang dia mau menceritakan hal yang membuat dia gundah, tapi kadang dia menahannya. Apapun pilihannya, kelihatannya dia tetap mendapatkan mood booster yang sama dari perhatian saya.

Pengalaman positif itu terus saya rasakan. Saya ceritakan juga pengalaman itu kepada istri saya. Saya melihat kebersamaan itu, walaupun kecil, sebagai sesuatu yang berharga. Saya yakin istri saya juga bisa mengambil manfaatnya kalau dia ikut mendampingi anak saya ke masjid.

Satu hal yang saya sesali adalah hal itu tidak saya dapatkan bersama kedua anak laki-laki saya yang pertama. Saya bahkan secara aktif membiasakan mereka shalat berjamaah di masjid. Namun, kuantitas (atau mungkin kualitas) kebersamaan yang sama tidak saya rasakan bersama mereka.

Saya sadari bahwa saya lebih sering bersikap keras saat membesarkan kedua anak laki-laki saya. Saat saya berhasil menjadi lebih bijaksana, "tembok" antara saya dan mereka sudah terlanjur berdiri. Anak bungsu saya lebih beruntung karena tumbuh bersama saya yang lebih dewasa.

Untungnya tembok yang menjadi pemisah itu masih bisa diruntuhkan sedikit demi sedikit. Walaupun tidak seintens dengan adik mereka, suasana akrab saat kami pergi ke masjid bersama masih terbentuk. Obrolan dan canda masih muncul sesekali waktu. Pengalamannya tetap menyenangkan.

Satu hal yang pasti, kebersamaan yang saya rasakan bersama anak-anak saya adalah bagian dari kebersamaan yang lebih besar dalam hidup kami. Komunikasi dan interaksi positif memang harus dibentuk dalam setiap kesempatan yang ada. Shalat berjamaah di masjid adalah salah satunya.

***

Sumber: https://twitter.com/asyafrudin/status/1690932675086032897

Minggu, 11 April 2021

Pertemuan Keluarga Spesial Ramadan

0 opini

Pertemuan Mingguan Keluarga Array
Minggu, pukul 10 pagi, kami melakukan pertemuan mingguan keluarga kami seperti biasa. Sesuai namanya, pertemuan itu kami lakukan seminggu sekali setiap hari Minggu pukul 10 pagi. Waktu pertemuan itu kami sepakati bersama. Jadi, setiap orang dalam anggota keluarga kami, termasuk Si Kecil Lucu sudah tahu bahwa setiap hari Minggu pukul 10 pagi, kami harus meluangkan waktu pribadi kami untuk urusan keluarga.

Berhubung 2 hari lagi Ramadan tiba, pertemuan kami kali ini lebih banyak membicarakan rutinitas keluarga yang perlu disesuaikan selama bulan Ramadan. Apalagi sudah berbulan-bulan kami mengurus rumah dan keluarga secara mandiri (tanpa pembantu rumah tangga), rutinitas keluarga seperti bersih-bersih rumah tentu saja harus disesuaikan. Jangan sampai ada yang "pingsan" akibat kecapaian saat menyapu dan mengepel rumah.

Pada pertemuan kali ini, kami juga membahas soal game time, yaitu waktu bermain gim. Akibat sebuah insiden yang tidak bisa saya bicarakan di sini, saya sempat memangkas waktu bermain gim ketiga anak saya. Ibarat tukang cukur, saat itu saya babat rambut mereka sampai sependek 3 mm, termasuk rambut Si Kecil Lucu. Saat itu mereka sangat kecewa, padahal saya sudah berbaik hati tidak memotong rambut mereka sampai plontos. Setelah beberapa minggu berlalu, hari ini saya dan istri saya bersedia untuk kembali membiarkan mereka memilih model rambut sendiri, tapi dengan pilihan terbatas.

Ada juga hal-hal rutin yang kami bahas di setiap pertemuan seperti ibadah harian atau target belajar harian. Seperti halnya orang tua pada umumnya, saya dan istri saya juga membiasakan anak-anak kami agar terbiasa mengembangkan karakter dan keterampilan mereka. Ibadah, bagi kami, termasuk urusan pengembangan karakter. Belajar, sebagaimana umumnya, termasuk urusan pengembangan keterampilan. Kami ajak mereka untuk memperkuat pelajaran sekolah menggunakan platform belajar daring seperti Khan Academy atau Duolingo. Di luar pelajaran sekolah, kami juga mendorong mereka untuk memiliki proyek tertentu sesuai minat mereka.

Dari pertemuan keluarga kali ini, kami berkolaborasi dan berhasil menyusun jadwal rutinitas keluarga spesial Ramadan. Game time juga disepakati sesuai usulan anak-anak dengan beberapa batasan dari saya dan istri saya. Inspeksi terhadap ibadah harian, belajar harian, atau proyek berjalan lancar, tapi terlalu panjang untuk saya bicarakan di sini. Setiap topik berhasil kami bahas sampai tuntas dengan beberapa catatan yang harus ditindaklanjuti di luar pertemuan itu. Semua pertanyaan terjawab, setiap isu berhasil ditangani, dan semua orang senang.

Sabtu, 02 Juli 2016

Tarawih Super Panjang di Masjid Canberra

0 opini
Tarawih tadi malam di Masjid Canberra benar-benar berkesan karena imam shalat memimpin shalat tarawih dengan mengkhatamkan Al-Qur'an. Shalat Isya dimulai dengan bacaan surat At-Thariq. Bacaan surat pendeknya sambung-menyambung hingga ditutup dengan bacaan surat An-Nas di rakaat terakhir shalat Witir. Pelaksanaan shalatnya sendiri terbilang singkat, tapi ada beberapa kegiatan lain yang membuat keseluruhan pelaksanaan shalat tarawih tersebut menjadi super panjang.

Pertama, setelah shalat Isya selesai dan sebelum shalat tarawih dimulai, ada sesi pembacaan surat-surat di dalam Al-Qur'an oleh anak-anak. Kalau tidak salah, ada 14 orang anak yang maju ke depan untuk membaca surat pendek sesuai arahan sang Imam. Ternyata 14 anak-anak itu memang mengikuti program pelatihan membaca Al-Qur'an yang dipimpin oleh sang Imam. Mayoritas anak-anak itu membaca dengan lancar, tapi ada beberapa yang masih perlu dikoreksi. Bagian yang lucu adalah saat seorang anak berumur 3 tahun maju ke depan untuk membaca surat Al-Kautsar. Tidak hanya salah membaca, anak itu bahkan kesulitan mengikuti saat sang Imam turun tangan dan mengajarkan bacaannya secara langsung. Mungkin anak itu demam panggung. Satu hal yang pasti, kejadian itu benar-benar menghibur para jama'ah yang hadir di situ.

Si Kecil Pembaca Al-Kautsar (Depan, Tengah, Jaket Biru)
Kedua, setelah 4 rakaat pertama shalat tarawih, ada sesi ceramah. Kenapa ceramahnya tidak setelah shalat tarawih seperti di Musala Spence? Mungkin kebijakan pengurus Masjid Canberra adalah untuk memaksimalkan orang yang mendengarkan ceramah, sementara pengurus Musala Spence lebih memilih untuk mempermudah orang-orang yang perlu segera pulang setelah shalat tarawih. Saya pribadi lebih suka kebijakan Musala Spence karena saya tahu bahwa saya mendengarkan ceramah shalat tarawih itu bukan karena terjebak di tengah-tengah pelaksanaan shalat tarawih.

Ketiga, di rakaat terakhir shalat Witir, imamnya memimpin pembacaan doa. Pembacaan doa tersebut bukan dilakukan setelah shalat selesai, tapi di dalam shalat, yaitu setelah membaca surat pendek sebelum rukuk dan pada saat melaksanakan iktidal sebelum sujud. Doa pertama terbilang pendek, tapi doa kedua durasinya benar-benar panjang. Benar-... benar... panjang. Mungkin panjangnya setara dengan setengah juz di dalam Al Qur'an. Baru pertama kali saya mengikuti pembacaan doa selama itu. Badan saya sendiri sepertinya kaget karena harus berdiri selama itu di rakaat terakhir.

Bincang-bincang Pasca Shalat Tarawih
Setelah semua kegiatan selesai, waktu sudah melewati jam 9.30 malam. Dengan dihiasi pembacaan Al Qur'an, ceramah, dan doa di akhir shalat Witir, keseluruhan pelaksanaan shalat tarawih tersebut menghabiskan waktu lebih dari 2,5 jam. Masya Allah. Sebegitu lamanya, istri saya sampai khawatir karena tidak biasanya sampai jam 9 malam saya belum memberi kabar.

Masjid Canberra (dari Area Parkir)
Walaupun panjang dan lama, pengalaman shalat tarawih tersebut benar-benar berkesan. Badan memang terasa lebih lelah dari biasanya, tapi rasa lelah itu kalah dengan rasa puas yang saya peroleh dari shalat tersebut. Mungkin saya perlu lebih sering lagi mengikuti pelaksanaan shalat tarawih seperti itu.

Rabu, 15 Juni 2016

Puasa dan Tarawih di Canberra

0 opini
Tidak pernah terbayang dalam hidup saya bahwa saya akan berpuasa di negeri orang, khususnya di sebuah negara yang memiliki 4 musim. Rupanya Allah punya kehendak yang berbeda. Saya pun mendapatkan kesempatan untuk merasakan berpuasa selama musim dingin di Canberra.

Hari ini, Selasa, 14 Juni 2016, adalah hari ke-9 saya berpuasa di Canberra. Berhubung saat ini sedang musim dingin, siang hari menjadi pendek. Akibatnya waktu berpuasa pun terbilang pendek. Waktu sahur berakhir sekitar pukul 05.30 sementara waktu berbuka tiba sekitar pukul 17.00. Waktu berpuasa di Canberra saat ini tidak sampai 12 jam. Bahkan, kalau melihat waktu sahur dan berbukanya, puasa di Canberra ini ibarat makan pagi agak awal dan skip makan siang.

Di sisi lain, udara dingin kadang mengganggu konsentrasi berpuasa. Udaranya memang belum terlalu dingin, tapi udara dingin dan perut kosong seringkali tidak hidup harmonis di dalam tubuh saya. Walaupun dinginnya masih bisa dinikmati, saya tetap memilih untuk menggunakan jaket bulu angsa (baca: super tebal) sepanjang hari, bahkan saat saya berada di dalam kantor. Alternatif lain adalah dengan mengenakan baju beberapa lapis untuk menjaga kehangatan tubuh.

Ada kalanya udara dingin di sini bisa membuat badan sedikit menggigil. Contohnya Jumat lalu saat saya menyempatkan diri untuk melaksanakan shalat Jumat di Masjid Gungahlin, angin kencang membuat udara begitu dingin sampai jari dan telapak tangan saya pun ingin bergegas masuk ke kantong celana. Untungnya bagian dalam tempat shalat Jumat itu masih hangat sehingga shalat pun bisa dilaksanakan dengan nyaman.

Masjid Gungahlin (belum selesai dibangun)
Tempat Shalat Alternatif di Area Masjid Gungahlin
Terlepas dari itu, rutinitas ibadah puasa berjalan seperti biasa. Siang puasa, malam tarawih. Tidak ada yang istimewa. Satu hal yang saya sayangkan adalah sulitnya menggapai masjid/musala dari apartemen yang saya huni untuk shalat tarawih berjamaah. Apartemen ini terletak di pusat kota Canberra, sementara Masjid Canberra, Musala Spence, tempat shalat tarawih pengganti Masjid Gungahlin, dan alternatif lainnya tidak mudah dicapai. Jalan kaki ke tempat-tempat tersebut bukan pilihan. Pilihan utama bagi saya adalah naik bus karena taksi atau Uber terlalu mahal. Masalahnya adalah tidak ada jaminan bahwa masih ada bus untuk pulang setelah shalat tarawih.

Untungnya salah satu rekan kerja di ATO menawarkan untuk mengantar pulang seandainya saya berminat untuk shalat tarawih berjamaah di Musala Spence. Akhirnya Jumat malam yang lalu, saya naik bus ke Musala Spence. Setelah buka puasa, melaksanakan shalat Maghrib, dan makan malam bersama keluarga, saya pamit berangkat ke musala tersebut. Walaupun tertinggal bus (padahal sudah lari secepat mungkin ke perhentian bus), bus berikutnya masih bisa dinaiki untuk tiba di Musala Spence sebelum tarawih dimulai. Sayangnya tertinggal bus sebelumnya itu membuat saya terlambat datang untuk ikut shalat Isya berjamaah.

Ceramah Pasca Tarawih di Musala Spence
Walaupun begitu, saya senang masih mendapat kesempatan merasakan shalat berjamaah di situ karena setiap kesempatan shalat berjamaah di Canberra ini memberi kesan tersendiri. Saya bisa bertemu dengan orang dari berbagai negara (dari berbagai benua) dengan berbagai cara shalat masing-masing. Melihat begitu banyaknya perbedaan dalam keharmonisan shalat berjamaah membuat saya semakin mencintai Islam karena Islam memang tidak mengenal warna kulit, warna rambut, tinggi badan, atau embel-embel lainnya.

Prosesi shalat tarawihnya tidak jauh berbeda dengan prosesi shalat tarawih yang pernah saya ikuti di Indonesia. Perbedaan yang benar-benar terasa adalah shalat tarawih di sini terasa lebih santai (baca: serasa shalat tarawih di rumah). Tidak ada ceramah antara shalat Isya dan shalat tarawih, tapi waktu yang disediakan masih cukup untuk istirahat. Ceramah dilakukan setelah shalat tarawih sehingga setiap orang bisa memilih untuk menghadiri ceramah atau tidak tanpa harus merasa janggal karena meninggalkan jamaah.


Shalat tarawihnya sendiri dilakukan per 2 rakaat dengan sedikit istirahat setiap selesai 4 rakaat. Tidak ada ucapan-ucapan di antara 2 rakaat shalat seperti yang biasa saya dengar dalam pelaksanaan shalat tarawih di Indonesia. Imam memulai shalat tanpa ada aba-aba tertentu seolah-olah sedang mengajak keluarganya sendiri untuk berdiri dan melaksanakan shalat. Seperti yang saya sebutkan di atas, "serasa shalat tarawih di rumah". Hadir di jamaah tersebut benar-benar sebuah kesempatan yang istimewa.

Bagaimana dengan ngabuburit? Berhubung waktu buka puasa sekitar pukul 17.00, ngabuburit tidak lagi relevan, khususnya di hari kerja. Sedikit berbeda dengan hari libur. Selain belanja, saya dan keluarga mengisi waktu siang hingga menjelang sore dengan rekreasi. Hari Minggu yang lalu, saya menyempatkan diri mengajak istri dan anak saya mengunjungi National Museum of Australia. Sesuai dugaan saya, anak saya senang bisa berlari ke sana kemari di bagian taman dalam museum tersebut. Istri saya senang bisa melihat sebagian dari Australia tempo dulu. Saya sendiri senang karena bisa menyenangkan anak dan istri saya. Gombal!

Bagian Taman di National Museum of Australia
Belenggu Narapidana Tempo Dulu
Miniatur Sydney Opera House
Demikian yang bisa saya ceritakan untuk saat ini. Terlihat dari cerita di atas bahwa sepuluh hari pertama di bulan Ramadhan ini benar-benar menyenangkan bagi saya. Udara dingin memang menjadi kendala, tapi kendala itu tidak signifikan. Puasa lancar, tarawih lancar, rekreasi pun lancar. Semoga senantiasa seperti ini hingga akhir Ramadhan. Aamiin.

Minggu, 29 Mei 2016

Boat Cruise dan Spence

0 opini
Judul asli: Minggu VI di Canberra: Boat Cruise dan Spence
-- 
Akhir pekan ke-6 di Canberra ini tidak dihiasi dengan banyak aktivitas. Saya menghabiskan hari Sabtu dengan sedikit pekerjaan dan banyak tidur siang, tapi hari Minggu saya menyempatkan diri mengajak istri dan anak saya berkeliling danau Burley Griffin di tengah kota Canberra. Aktivitas yang tepat untuk melepas kepergian musim gugur di tahun ini.

Kapal untuk Berkeliling Danau Burley Griffin
Kapten Kapal Memberi Narasi Sepanjang Perjalanan
Pemandangan di Sekitar Danau
Berkeliling danau Burley Griffin di atas kapal itu menarik bukan hanya karena pemandangannya. Pemandangannya memang menarik, tapi pengetahuan dan wawasan si Pemilik Kapal tentang Canberra (yang dituangkan lewat narasinya) justru lebih menarik lagi. Selama perjalanan, si Pemilik Kapal tidak hanya memperlihatkan berbagai gedung atau tugu peringatan, tapi juga menceritakan banyak kisah (sebagian lucu) di balik bangunan-bangunan tersebut.

Setelah menghabiskan sekitar 1 jam di atas danau, demi memuaskan rasa ingin tahu saya, kami bergegas menuju ke sebuah musala di daerah Spence. Musala Spence ini masuk ke dalam daftar tempat shalat yang pernah saya kunjungi di Canberra setelah prayer room di kantor, function room di Theo Notaras Multicultural Centre ("centre", bukan "center"), Masjid Canberra, dan sport hall di Australian National University. Target berikutnya adalah sebuah masjid di Gungahlin yang saat ini masih dalam tahap pembangunan.

Bagian Dalam Musala Spence
Ruang Baca di Musala Spence
Selain 2 aktivitas di atas, tidak ada lagi hal yang istimewa di akhir pekan ini. Tak apalah. Paling tidak tulisan kali ini tidak lagi panjang seperti beberapa tulisan sebelumnya. Bagi yang ingin melihat foto-foto lain seputar suasana di Canberra, silakan cek tautan ini: https://goo.gl/photos/AB7nnRW6Fbkpeav98

Minggu, 22 Mei 2016

National Arboretum, Old Bus Depot Markets, dan Fyshwick

0 opini
Judul asli: Minggu V di Canberra: Arboretum, Bus Depot, dan Fyshwick
-- 
Di akhir pekan ke-5 di Canberra, saya menyempatkan diri untuk mengajak istri dan anak saya mengunjungi National Arboretum. Sesuai namanya, tempat wisata ini penuh dengan pepohonan sejauh mata memandang. Sayangnya, berhubung kami mengandalkan bus lokal untuk bepergian, kami hanya sempat melihat National Bonsai and Penjing Collection dan Margaret Withlam Pavilion.

National Bonsai and Penjing Collection
Bonsai Paling Menarik yang Pernah Saya Lihat
Rupanya National Bonsai and Penjing Collection memiliki koleksi yang terbilang banyak. Terus terang baru pertama kali saya melihat bonsai sebanyak itu. Awalnya saya pikir bonsai itu hanya bonsai, yaitu tanaman yang dibuat dalam bentuk kecil, tapi saya salah. Ternyata bonsai itu karya seni dan butuh puluhan tahun untuk membuat bonsai menjadi karya seni yang menarik. Di Jakarta ada tempat wisata sejenis tidak ya?

Margaret Whitlam Pavilion pun tidak kalah menarik. Bangunan tersebut sebenarnya bukan bagian dari atraksi karena bangunan tersebut merupakan bangunan yang disewakan untuk keperluan pribadi. Pengunjung memang tidak diperbolehkan masuk ke dalam, tapi membayangkan mengadakan resepsi pernikahan di situ sepertinya menarik. Sayangnya saya sudah menikah dan sepertinya konyol kalau saya dan istri saya harus mengadakan resepsi pernikahan lagi.

Margaret Whitlam Pavilion dari Kejauhan
Tampak Depan Margaret Whitlam Pavilion
Satu hal lagi yang menarik di National Arboretum adalah Pod Playground. Tempat bermain anak-anak itu tidak terlalu luas, tapi cukup memuaskan bagi anak-anak. Sayangnya satu-satunya sarana bermain yang bisa digunakan gadis mungil berusia tiga tahun hanya ayunan. Atraksi lainnya hanya bisa dinikmati oleh anak-anak SD.

Pod Playground
The Pod!
Keesokan harinya (Minggu), kami memutuskan untuk berkunjung ke Fyshwick. Fyshwick adalah daerah di sebelah barat Canberra. Di daerah itu, ada sebuah pasar bernama Fyshwick Fresh Food Markets. Tapi sebelum kami mengunjungi pasar tersebut, ada pasar lain yang kami kunjungi sebelumnya, yaitu Old Bus Depot Markets.

Old Bus Depot Markets
Bagian Dalam Old Bus Depot Markets
Old Bus Depot Markets ini hanya buka setiap hari Minggu dan barang-barang yang dijual lebih banyak produk lokal. Produk-produk yang dijual bervariasi mulai dari pakaian, lukisan, perhiasan, hingga makanan. Rasanya tepat bila istri saya mengatakan pasar ini seperti pasar kaget. Sayangnya tidak ada yang bisa membuat saya atau istri saya mengeluarkan uang dari dompet kami. Mungkin lain kali.

Setelah menghabiskan hampir satu jam berkeliling di pasar tersebut, kami pun pindah ke pasar berikutnya, Fyshwick Fresh Food Markets. Alasan kami mengunjungi Fyshwick lebih cenderung kepada kewajiban. Kami sudah mengunjungi 3 mata angin Canberra, yaitu daerah selatan (Tuggeranong), utara (Gungahlin), dan barat (Belconnen). Dengan mengunjungi Fyshwick di timur Canberra, lengkap sudah petualangan kami di Australian Capital Territory.

Fyshwick Fresh Food Markets 
Half Chicken dan Chicken Burger
Tujuan utama kami di Fyshwick Fresh Food Markets adalah toko bernama Halal Poultry. Sebagaimana berbagai toko halal di Canberra, Halal Poultry juga menjual daging-daging mentah yang halal. Bedanya toko ini juga menjual makanan siap saji sehingga kami memutuskan untuk mencoba memakan ayam goreng dan burger ayam. Bagaimana kesannya? Porsinya besar, daging ayamnya lembut, harganya terbilang murah. Layak untuk menjadi alternatif tempat makan halal di daerah Fyshwick.

Demikian akhir pekan ke-5 saya di Canberra. Entah cerita apa yang bisa saya tuangkan di pekan berikutnya. Biar waktu yang menentukan.

--
Foto-foto lainnya bisa dilihat di sini: https://goo.gl/photos/AB7nnRW6Fbkpeav98

Minggu, 15 Mei 2016

Dari ATO hingga Cockington Green Gardens

0 opini
Judul asli: Minggu IV di Canberra: ATO, Parliament House, dll
--
Sudah 4 minggu saya bermukim di Canberra, tapi saya belum pernah benar-benar menceritakan dalam rangka apa saya ada di sini. Ada yang sebegitu penasaran mengenai hal tersebut sampai rela bertanya dan meladeni ngeles-nya saya di Twitter. Terus terang, saya pun akan penasaran saat mengetahui bahwa saya tiba-tiba terbang dan bermukim di Canberra karena saya memang bukan tipe orang yang suka bepergian. Saya butuh alasan yang kuat untuk pergi keluar kota, apalagi keluar negeri. Dan alasan yang kuat untuk bermukin di Canberra adalah pe-ker-ja-an.

Salah satu bentuk hubungan kerja sama antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Australian Taxation Office (ATO) yang baru saja dibentuk adalah program secondment. Menurut Google Translate, secondment dapat diartikan "penugasan", "penempatan", atau "diperbantukan". Saya termasuk salah satu pegawai DJP yang ikut serta dalam program secondment tersebut. Jadi, dapat dikatakan bahwa saat ini saya sedang diperbantukan di ATO. Sebagai apa? Sebagai kuli kode. Mengerjakan apa? Migrasi sebuah aplikasi agar mendukung teknologi terbaru. Aplikasi dan teknologi apa? Rahasia.

Saya tidak mungkin berbagi informasi terkait pekerjaan saya di ATO, tapi saya bisa berbagi sedikit tentang suasana kerja di sini. Satu hal yang paling menonjol di ATO adalah waktu kerja yang fleksibel. Durasi kerja per hari adalah 7 jam 21 menit. Kami memiliki keleluasaaan untuk datang dan pergi selama kantor dibuka, yaitu antara jam 7 pagi dan jam 7 malam, asalkan kami mampu memenuhi durasi kerja per hari tersebut. Saya memilih jam kerja yang konsisten dari pukul 08:10 hingga 16:30 (durasi kerja 7 jam 20 menit dikurangi waktu istirahat 1 jam). Cukup menyenangkan bukan?

Ruangan kerja di kantor ATO tempat saya bekerja terbilang nyaman. Salah satu alasannya karena cubicle para pegawai benar-benar lengang sehingga privasi lebih terjaga dan ruang gerak pun lebih luas. Break room yang disediakan untuk pegawai pun fully-furnished dengan microwave, toaster, coffee maker, refrigerator, dan vending machine. Pemandangan ke luar break room pun menarik. Berhubung gedung kantor tempat saya bekerja ada di tengah kota Canberra dan posisinya melintang dari utara ke selatan, pemandangan di luar jendela break room dihiasi dengan Black Mountain (di break room sisi timur) atau Mount Ainslie (di break room sisi barat). Silakan dilihat foto-fotonya di bawah ini.

Mount Ainslie (diambil dari break room sisi barat)
Black Mountain (diambil dari break room sisi timur)
(Di balik kaca) Ruang Printer dan Mesin Fotokopi
Fully Furnished Break Room
Break Room
My Cubicle
(Satu-satunya) Prayer Room
Prayer Room yang disediakan untuk para pegawai muslim tidak jauh berbeda dengan musola yang banyak ditemukan di gedung-gedung kantor dan pusat perbelanjaan di Jakarta. Akan tetapi, prayer room ini cukup terawat sehingga jauh dari kesan kotor dan sumpek. Fungsinya lebih cenderung seperti masjid karena di ruangan itu para pegawai muslim "janjian" untuk melaksanakan shalat berjamaah di awal waktu; bukan sekedar tempat shalat kelas dua yang digunakan saat tidak sempat ke masjid. Adzan pun turut dikumandangkan di prayer room ini.

Secara keseluruhan, bekerja di ATO melalui program secondment cukup menyenangkan. Tentu saja ada faktor-faktor lain selain ruangan kerja dan fleksibilitas jam kerja yang membuat hal tersebut menyenangkan, tapi saya tidak mungkin menceritakannya di sini. Sebagian tidak bisa saya ceritakan, sebagian lainnya tidak pantas pula saya ceritakan.

Lalu bagaimana dengan acara akhir pekan kali ini?

Akhir pekan kali ini terbilang padat karya. Sabtu siang, salah seorang pegawai ATO bernama Hari berkenan menemani (baca: mengantar menggunakan mobilnya untuk menemani) saya dan rekan-rekan saya untuk berkeliling kota Canberra. Ada 3 tempat yang kami kunjungi bersama Hari, yaitu Parliament House, National Museum, dan Mount Ainslie. Masing-masing tempat wisata itu memiliki daya tarik tersendiri.

Dengan mendatangi Parliament House, kita bisa membayangkan perkembangan pemerintahan di Canberra dan apa saja yang mereka hasilkan. Ada banyak hal yang dipamerkan di Parliament House, tapi hal yang paling menarik bagi saya adalah Apology to Australia's Indigenous Peoples (Kenapa ada "s" setelah "people" ya?), yaitu sebuah permintaan maaf resmi dari parlemen Australia (yang mewakili seluruh Australia) kepada penduduk asli Australia (Aborigin).

Apology to Australia's Indigenous Peoples
Bagian lain dari Parliament House yang juga menarik adalah bagian atap. Saya tidak menyangka bahwa bagian atap gedung itu dihiasi oleh rerumputan sehingga terlihat menyatu dengan pemandangan kota Canberra. Menurut penjelasan Hari, kondisi tersebut dirancang untuk menegaskan bahwa para anggota parlemen (yang ada di dalam gedung) berada di bawah masyarakat Canberra (dan warga negara Australia secara keseluruhan). Posisi "di bawah" itu menunjukkan tugas para anggota parlemen, yaitu menopang kehidupan seluruh warga negara Australia.

Pemandangan dari Atap Parliament House
Lokasi berikutnya adalah National Museum. Kalau kita mau melihat berbagai hal menarik di Australia, di sini tempatnya. National Museum menampilkan berbagai hal unik yang ada di Australia mulai dari entah kapan di masa lampau. Tempat ini juga memiliki 2 bagian yang menarik untuk anak-anak, yaitu Kspace dan area bermain yang tidak saya ingat namanya.

Area Bermain (yang tidak saya ingat namanya)
Kspace
Bagaimana dengan Mount Ainslie? Kami tiba di sana sekitar pukul 6 sore dan hari sudah mulai gelap. Jadi kami bisa melihat kota Canberra yang bercahaya di malam hari. Pemandangannya tentu saja indah. Sayangnya hanya itu saja yang menarik dari Mount Ainslie malam itu. Mungkin kalau kami datang lebih siang, kami masih sempat menjelajahi gunung tersebut dan bertemu dengan kangguru.

Canberra dari Puncak Mount Ainslie
Beacon di Puncak Mount Ainslie
Setelah Mount Ainslie, Hari mengantar kami kembali ke apartemen. Pengalaman yang menyenangkan di hari Sabtu tanpa harus sibuk mencari jadwal dan rute bus. Selesai? Belum. Keesokan harinya (Minggu), saya bersama keluarga saya (ya, ganti tim) menyempatkan diri mengunjungi Cockington Green Gardens. Cockington Green Gardens pada dasarnya "hanya" sebuah taman yang berisi miniatur bangunan-bangunan megah dari berbagai kota dan negara. Daya tarik utamanya adalah kereta mini yang dapat ditumpangi pengunjung untuk berkeliling di dalam taman tersebut. Sayangnya kami kurang beruntung karena kereta mini itu justru sedang tidak beroperasi saat kami berkunjung.

Cockington Green Gardens Official Car?
Miniatur Candi Borobudur
Sekian.

Foto-foto lainnya, seperti biasa, dapat dilihat di sini: https://goo.gl/photos/AB7nnRW6Fbkpeav98

Minggu, 08 Mei 2016

ANU, Telstra Tower, dan Gungahlin

0 opini
Judul asli: Minggu III di Canberra: ANU, Telstra Tower, dan Gungahlin
--
Minggu ini saya memutuskan untuk merasakan suasana shalat Jumat yang diselenggarakan di Australian National University (ANU). Setelah hampir setengah jam jalan kaki dari kantor, saya berhasil menemukan tempat shalat Jumat itu. Lokasinya memanfaatkan salah satu lapangan basket di sport hall. Suasananya terbilang menarik karena sudah lama sekali sejak saya shalat Jumat bersama dengan para mahasiswa. Sayangnya sound system yang digunakan kurang nendang sehingga khutbah Jumat tidak terdengar jelas.

Pasca Shalat Jumat di Lapangan Basket ANU
Waktunya Beres-Beres
Setelah shalat Jumat, saya menyempatkan diri untuk melihat-lihat lingkungan kampus ANU. Lingkungannya benar-benar membuat saya rindu dengan masa-masa kuliah di kampus UI Depok. Banyak bangunan-bangunan unik, pohon di sana-sini, sarana olah raga siap pakai, dan yang paling penting, sebuah musala kecil sebagai pusat kegiatan mahasiswa muslim di ANU.

Computer Science & Information Technology
(Kalau Tidak Salah) Gedung Penelitian Kimia
Fellows Oval
Pusat Kegiatan Mahasiswa Muslim
ANU Bebas Rokok
Centre for Arab & Islamic Studies
Beralih ke Telstra Tower. Setelah mempelajari seluk-beluk rute dan jadwal bus, saya memberanikan diri mengajak istri dan anak saya ke Telstra Tower, salah satu bangunan khas di Canberra, yang berada di puncak Black Mountain. Kami ke sana dengan bus 981 yang merupakan tourist loop, yaitu bus yang rutenya dirancang untuk melewati tempat-tempat wisata di Canberra. Perjalanan di dalam bus itu seperti sedang bepergian ke luar kota, terutama saat bus itu meliuk-liuk menuju ke puncak Black Mountain.

Telstra Tower
Miniatur Telstra Tower
Pesawat Telepon Kuno yang Dipamerkan di Telstra Tower
Indoor Viewing Deck
Puncak Telstra Tower dari Open Viewing Deck
Pemandangan dari Open Viewing Deck
Kotak Pos Tertinggi Di Canberra
Hari Jumat ke ANU, hari Sabtu ke Telstra Tower, lalu hari Minggu ke mana? Setelah minggu lalu kami menjelajahi daerah selatan Australian Capital Territory (ACT), yaitu daerah Tuggeranong, hari Minggu ini kami memutuskan untuk bepergian ke daerah utara ACT, yaitu daerah Gungahlin. Sayangnya hujan tidak kunjung berhenti, kami pun hanya menyempatkan diri mampir ke beberapa tempat belanja seperti The Reject Shop, Coles, Pacifik Halal Meats, dan Aldi untuk memuaskan rasa ingin tahu kami terhadap produk-produk yang halal atau murah.

Satu hal menarik terjadi di Coles. Kasir tempat kami membayar belanjaan kami adalah seorang muslimah yang ramah. Saat dia melihat kami membeli sebungkus beef jerky, dia langsung bertanya kepada kami. "Is this for you?" Begitu tanya si Kasir. "It's not halal." Begitu penjelasan singkat yang diberikannya. Sayangnya saya sudah lebih dulu berselancar menemukan informasi bahwa beef jerky itu halal. Setelah kami memperlihatkan logo halal di balik bungkusnya, dia langsung tersenyum.

Area Parkir Dekat Aldi Gungahlin
Hujan yang Tak Kunjung Berhenti
Jack Link's Beef Jerky Berlogo Halal
Demikian pengalaman saya selama minggu ketiga di Canberra. Masih ada lebih banyak cerita lagi seiring waktu saya tinggal di Canberra hingga 8-9 minggu ke depan. Insya Allah. Seperti biasa, foto-foto lain yang sempat saya ambil dapat diakses di https://goo.gl/photos/AB7nnRW6Fbkpeav98.