Rupanya Tes Bakat Skolastik (TBS) Seleksi Beasiswa LPDP Tahap 2 Tahun 2023 sudah dekat. Pertama kali saya mengikutinya, TBS itu ibarat sebuah tembok yang sangat tinggi. Saya kuatir karena saya sudah lama tidak berurusan dengan perhitungan Matematika yang rumit, saya akan gagal.
Kecemasan saya sebenarnya tidak beralasan karena keterampilan Matematika bisa disegarkan kembali dengan latihan. Hal yang penting adalah tahu bagian mana yang harus dilatih. Bagi saya, bagian itu adalah deret bertingkat. Di bagian itu saya perbanyak latihan soal.
Deret bertingkat itu menghabiskan waktu karena kita perlu mengenal pola di balik pola. Risiko salahnya cukup tinggi, apalagi kalau kita terburu-buru. Beruntung contoh-contoh soal deret bertingkat itu mudah ditemukan. Jadi, saya punya cukup banyak materi untuk berlatih.
Selain deret bertingkat, soal-soal Matematika yang saya ingat di TBS adalah aritmatika, aljabar, dan analisis terhadap kecukupan data. Aritmatika dan aljabar itu biasa saya temui di tes-tes Matematika, salah satunya saat mengikuti Ujian Masuk UI. Kecukupan data itu yang unik.
Walaupun begitu, saya lebih banyak berlatih dengan soal deret bertingkat. Aritmatika, aljabar, dan kecukupan data tetap saya perhitungkan, tapi kemampuan mengenali pola bilangan yang saya utamakan. Hasilnya, di percobaan pertama dan kedua, saya bisa lulus TBS. Alhamdulillaah.
Contoh soal untuk semua itu mudah ditemukan di Internet. Apalagi untuk LPDP, banyak kanal yang berkenan berbagi langsung sampai pembahasan soalnya. Berlatih menjadi mudah. Akan tetapi, hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh peserta tes adalah kondisi mental.
Bagi yang belum terbiasa, soal-soal TBS bisa terasa sulit dan membuat kewalahan. Hal itu harus dihindari karena bersama soal-soal yang susah, ada soal-soal yang mudah. Jangan berhenti di 1 soal yang sulit. Ingat terus bahwa waktu tes terbatas. Jadi, kalau mentok, ganti soal.
Teman saya yang dulu ikut TBS juga mengakui bahwa ego kadang muncul dan membuat waktu kita habis di 1 soal tertentu. Hal itu jelas keliru karena kita tidak diminta untuk menjawab semua soal, tapi mendapat nilai setinggi mungkin. Kalau ada yang tidak bisa kita jawab, no problem!
Hal itu bukan berarti soal-soal kita lewati begitu saja. Semua soal sebaiknya diisi karena tidak ada penalti. Jadi, saat membaca dan mencoba menjawab soal, kalau kita tidak bisa menemukan jawabannya, paling tidak kita bisa membuat tebakan yang terarah. Siapa tahu benar, kan?
Selain keterampilan Matematika, TBS juga menguji keterampilan Bahasa Indonesia dan logika berpikir kita. Soal-soal keterampilan Bahasa Indonesia seperti padanan kata termasuk mudah. Akan tetapi, soal-soal yang menguji logika berpikir bisa sekaligus menguji kesabaran kita.
Saya ingat di percobaan kedua, ada soal yang meminta saya menyusun belasan pot dan guci ke sebuah lemari. Nantinya saya harus memilih kondisi mana yang benar dalam pilihan yang tersedia. Soal itu terasa begitu rumit sampai rasanya saya ingin membanting guci. Wild, right?
Untuk model soal seperti itu, opsi terbaik adalah mulai dari pilihan yang tersedia, lalu cari pilihan yang benar. Sebaliknya juga bisa dilakukan, kita lihat semua pilihan yang ada, coret yang salah sampai tersisa yang benar. Kalau tidak seperti itu, waktu akan banyak terbuang.
Intinya, sebaik apa pun keterampilan kita, sebanyak apa pun latihan kita, kita harus ingat bahwa tujuan mengikuti TBS adalah mendapatkan nilai semaksimal mungkin. Kalau ada soal yang tidak bisa kita jawab, tidak masalah. Kalau SEMUA soal tidak bisa kita jawab, itu baru masalah.
Lewati soal yang susah, fokus ke soal yang mudah. Setelah semua soal yang mudah dapat kita jawab, waktu yang tersisa kita alihkan untuk mencoba menjawab semua soal yang kita lewati. Kalau rasa panik sudah muncul, mulailah menebak sebaik mungkin agar semua soal terisi jawaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar