Kamis, 16 Februari 2012

Menyikapi Cacian Terhadap Islam

2 opini
*http://cerero.deviantart.com/
Menerima cacian dari orang lain bukanlah hal yang menyenangkan. Setiap kali menerima cacian, hati ini senantiasa memaksa kita untuk membalas cacian tersebut. Rasanya tidak sreg bila orang yang mencaci kita bisa pergi begitu saja tanpa merasakan rasa sakit yang sama; atau yang lebih parah. Rasanya kita ingin menghujamkan ribuan pukulan ke wajah orang yang mencaci kita.

Rasa ingin membalas di atas itu tidak pandang bulu. Rasa kesal karena dicaci itu pun tidak memandang konteks cacian. Apa pun atribut kita yang dicaci oleh orang lain, hati kita akan "terpanggil" untuk membalas. Contohnya bila agama dan kepercayaan kita yang dicaci oleh orang lain, hati kita pun akan "terpanggil" untuk membalas mencaci agama dan kepercayaan orang yang mencaci kita itu.

Saya pun sama. Setiap kali saya mendengar atau membaca cacian terhadap Islam, amarah langsung muncul di dalam hati. Rasanya saya ingin membalas semua cacian yang dilontarkan terhadap Islam. Rasanya saya ingin melihat para pencaci itu dipukuli dan dibungkam. Rasanya saya ingin memberikan balasan yang lebih pedih bagi orang-orang yang telah mencaci Islam.

Hanya saja, sejauh yang saya tahu, Allah SWT dan Rasulullah SAW tidak pernah menyarankan untuk membalas cacian dengan cacian. Saya tidak pernah menemukan ayat Al-Qur'an atau hadits yang menghimbau (atau bahkan memerintahkan) setiap Muslim untuk membalas keburukan dengan keburukan. Justru sebaliknya Islam menghimbau setiap Muslim untuk membalas keburukan dengan kebaikan.

Membalas keburukan dengan kebaikan ini dapat kita cermati lewat peristiwa turunnya ayat 199 dari surat Al-A'raaf sebagaimana saya kutip di bawah ini:
“Apa maksud semua ini wahai Jibril?” Tanya Rasul SAW pun ketika turun ayat: “Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh” (Al-A’raf: 199).  Jibril pun menjawab, “Wahai Rasul Allah, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk memaafkan orang yang menzalimimu, memberi kepada orang yang pelit kepadamu, dan menyambung silaturahim kepada orang yang memutuskannya denganmu”.[1]
Simak juga cuplikan dari kisah masyhur tentang seorang nenek buta yang konsisten menjelek-jelekan Rasulullah Muhammad SAW yang saya kutip di bawah ini:
Kisah lainnya adalah nenek yahudi buta yang terus menghina dan memfitnah Rasulullah SAW. Rasulullah setiap paginya justru mendatangi Nenek tersebut untuk diberikan suapan makanan, tanpa kata apapun. Setelah Rasulullah wafat, maka Abu Bakar menggantikan beliau. Saat Abu Bakar mulai menyuapinya, sontak pengemis berteriak, “Siapa kamu ? Orang yang biasa menyuapiku setiap pagi apabila Dia dating kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan mulut ini mengunyah”. Abu Bakar tidak bisa menahan air matanya, sambil terisyak dalam tangisnya Beliau mengatakan bahwa memang Beliau bukan orang yang biasanya, dan menyampaikan bahwa orang tersebut adalah Rasulullah SAW yang sering Ia hina. Sampai disini nenek itu terketuk hatinya dan bersayahadat dihadapan Abu Bakar r.a.[2]
Dalam surat Al-A'raaf ayat 134 pun Allah SWT berfirman:
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Al-A'raaf:134)
Saya pun sadar kalau pun ada manusia yang paling berhak marah saat Islam dihina, manusia itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah yang dicaci, dihina, disakiti secara fisik, dikucilkan, dan dikejar untuk dibunuh sudah memberikan contoh yang baik kepada kita. Sikap beliau terhadap semua perlakuan buruk itu adalah dengan tetap menahan amarah, menahan rasa benci serta senantiasa berbuat baik dan adil tanpa pandang bulu.

Jelas sudah bahwa kebanggaan saya sebagai seorang Muslim itu ditunjukan bukan dengan marah-marah dan balas mencaci orang yang mencaci Islam. Justru sebagai seorang Muslim yang bangga ini, saya perlu meneladani Rasulullah SAW dan menyikapi cacian terhadap Islam dengan tenang dan bijaksana. Dengan begitu, cacian terhadap Islam justru menjadi sarana untuk menunjukan nilai-nilai baik dalam Islam.

Apalagi di era Internet dan jejaring sosial saat ini, orang-orang bebas mengekspresikan caciannya secara tersembunyi; entah itu di forum-forum daring (online), Facebook, Twitter, atau situs-situs lainnya. Kalau kita emosi dan balas mencaci, bukankah itu berarti kita sudah terjebak di dalam kebodohan? Buat apa kita marah dan mencaci seseorang (atau sesuatu) yang tidak kita kenal orangnya dan bahkan tidak ketahui serius tidaknya? Terjebak dalam masalah seperti ini adalah hal yang bodoh, bukan?

Kita perlu menyikapi setiap cacian terhadap Isalm dengan tenang dan bijaksana. "Tenang dan bijaksana" di sini jelas berbeda dengan "diam saja". Setiap cacian itu juga perlu kita timpali dengan pembelaan yang objektif dan faktual. Belalah kepercayaan yang kita banggakan itu dengan kata-kata yang cerdas tanpa memancing konflik. Walau bagaimana pun, tujuan utama kita membela Islam adalah untuk menegakan kebenaran Islam tanpa harus disibukan dengan usaha untuk menumbangkan yang lain.

Bila ada orang yang menghina Islam, kita tetap perlu counter hinaan itu dengan penjelasan yang baik dan bijaksana. Yang tidak perlu kita lakukan adalah menjelek-jelekan atribut-atribut apa pun yang melekat pada orang tersebut. Dengan begitu kita tetap melaksanakan kewajiban kita untuk membela Islam tanpa perlu terjebak dalam lingkaran setan caci-mencaci.

Mari membela Islam dengan bijak!

--
[1]Membalas Keburukan dengan Kebaikan. http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/08/24/lqejr9-membalas-keburukan-dengan-kebaikan; diakses tanggal 14 Februari 2012.
[2]Jalan yang Indah, Fitrah Kehidupan... http://js.ugm.ac.id/kolom/ibroh/274-jalan-yang-indah-fitrah-kehidupan.html; diakses tanggal 14 Februari 2012.

Selasa, 14 Februari 2012

Surat Yunus (10) dan Huud (11)

2 opini
Kumpulan ayat-ayat dari Surat Yunus
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (QS. Yunus:3)
Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Yunus:12)
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya[1], dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasasinya[2], tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir. (QS. Yunus:24)
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya[3]. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan[4]. Mereka itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya. (QS. Yunus:26)
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. (QS. Yunus:44)
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Yunus:61)
Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Yunus:107)
Kumpulan ayat-ayat dari Surat Huud
Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih. {*} Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: "Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku"; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, {*} kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar. (QS. Huud:9 - 11)
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. {*} Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan[5]. (QS. Huud:15 - 16)
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh dan merendahkan diri kepada Tuhan mereka, mereka itu adalah penghuni-penghuni syurga; mereka kekal di dalamnya. (QS. Huud:23)
Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Huud:115)
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. Huud:117)
Kisah-kisah para Nabi dalam Surat Huud
  • Kisah Nabi Nuh a.s.: ayat 25 s.d. 49.
  • Kisah Nabi Huud a.s.: ayat 50 s.d. 60.
  • Kisah Nabi Shaleh a.s.: ayat 61 s.d. 68.
  • Kisah Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Luth a.s.: 69 s.d. 83.
  • Kisah Nabi Syu'aib a.s.: 84 s.d. 95.
  • Kisah Nabi Musa a.s.: 96 s.d. 99.
Catatan: Kumpulan kisah para Nabi ini juga tercantum dalam surat Al-A'raaf.

--
[1]Maksudnya: bumi yang indah dengan gunung-gunung dan lembah-lembahnya telah menghijau dengan tanam-tanamannya.
[2]Maksudnya: dapat memetik hasilnya.
[3]Yang dimaksud dengan tambahannya ialah kenikmatan melihat Allah.
[4]Maksudnya: muka mereka berseri-seri dan tidak ada sedikitpun tanda kesusahan.
[5]Maksudnya: apa yang mereka usahakan di dunia itu tidak ada pahalanya di akhirat.

Minggu, 12 Februari 2012

Antara Loyalitas dan Fasilitas

2 opini
Tulisan kali ini adalah hasil wawancara (baca: obrolan) saya dengan seorang tenaga pengamanan (baca: satpam) yang bernama Anton (bukan nama sebenarnya). Pak Anton ini sudah beberapa tahun bekerja sebagai satpam dan ceritanya cukup menarik untuk saya ikuti. Sesederhana apa pun profesi seseorang, sesuatu yang tidak saya temui sehari-hari adalah sesuatu yang menarik.

Ketertarikan saya pada cerita Pak Anton ini dimulai saat Pak Anton mengaku bahwa dia adalah lulusan pariwisata. Tidak jelas apakah yang dimaksud lulusan ini adalah lulusan S1, D3, atau D1. Bagi saya hal ini tidak menjadi penting karena pada intinya Pak Anton ini adalah salah satu dari sekian banyak orang dengan penghasilan pas-pasan walaupun berhasil mengenyam pendidikan di atas SMA.

Mencari pekerjaan di era reformasi ini memang sulit. Pak Anton mulai menjajaki dunia kerja sebagai tenaga administrasi. Sayangnya Pak Anton ini tidak berhasil mendapatkan pekerjaan tetap sehingga dia terus saja pindah tempat bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Sampai akhirnya umurnya sudah terlalu tua untuk bekerja sebagai tenaga administrasi dan satu-satunya tawaran pekerjaan yang ada di tangannya adalah pekerjaan sebagai satpam.

Dia bercerita bahwa seiring waktu dia berpindah kerja sebagai tenaga administrasi, dia tetap menjajaki lowongan-lowongan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Salah satu jenis lowongan yang dia jajaki antara lain adalah lowongan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Bagi Pak Anton, pekerjaan PNS adalah pekerjaan yang paling enak dengan masa depan yang paling terjamin. Tidak hanya PNS itu mendapatkan jaminan hari tua berupa pensiun, tapi PNS itu juga memiliki resiko diberhentikan yang sangat kecil. Selain itu, setiap PNS tidak perlu lagi pusing memikirkan kontrak dan mencari tempat bekerja yang lain.

Penjajakan lowongan itu terus dia lakukan sampai saat dia sudah bekerja sebagai satpam. Terlihat jelas dari ceritanya bahwa pekerjaannya sebagai satpam itu jauh dari mudah; bahkan rasanya semakin rumit. Saat pertama kali bekerja sebagai satpam, dia dikontrak langsung oleh perusahaan tempat dia bekerja. Gaji yang dia terima dan fasilitas lain (yang tidak dia sebutkan) masih mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari. Semua ini menurun drastis saat jasa pengamanan itu diambil alih oleh perusahaan outsourcing.

Saat jasa pengamanan diambil alih oleh perusahaan outsourcing, gaji Pak Anton sempat turun dan butuh waktu 2 (dua) tahun untuk kembali ke jumlah semula. Tunjangan yang sebelumnya didapat saat terikat kontrak langsung dengan perusahaan terkait pun tidak lagi ada. Satpam dari perusahaan outsourcing diperlakukan berbeda dengan satpam yang bekerja langsung di bawah perusahaan terkait. Sampai fasilitas-fasilitas seperti pos satpam atau hal sederhana seperti dispenser pun tidak tersedia.

Di tengah-tengah ceritanya (baca: keluh kesahnya) tentang pekerjaannya sebagai satpam, Pak Anton bahkan sempat mengenang indahnya hidup di jaman Presiden Soeharto. Di jaman Presiden Soeharto itu harga-harga sembako lebih terjangkau dan pekerjaan pun lebih mudah didapat. Kondisinya jauh berbeda dengan pemerintahan era reformasi sampai saat ini. Walaupun keluarga Presiden Soeharto itu banyak korupsinya (Pak Anton sendiri mengakui ini), kehidupan rakyat kelas menengah ke bawah itu lebih sejahtera.

Saya lebih banyak mengangguk saat Pak Anton bercerita tentang kehidupan menyenangkan di jaman Presiden Soeharto. Saya sendiri merasa kehidupan di jaman Presiden Soeharto itu lebih enak dan nyaman. Kenapa? Pada jaman Presiden Soeharto itu saya masih sekolah (SMA). Saya tidak perlu pusing memikirkan istri, anak, pekerjaan, atau hal-hal lainnya. Sangat berbeda dengan kondisi saya sekarang.

Masih banyak lagi uneg-uneg yang disampaikan Pak Anton kepada saya yang notabene orang asing bagi dirinya ini. Hanya saja ceritanya terlalu banyak untuk saya ungkapkan dalam tulisan saya ini. Satu hal yang sudah pasti saya tangkap dari cerita Pak Anton adalah timpangnya fasilitas yang diberikan kepada satpam dengan loyalitas yang dituntut dari satpam. Lewat cerita Pak Anton ini saya menemukan sudut pandang lain terhadap para satpam, baik Pak Anton maupun para satpam secara keseluruhan.

Rabu, 08 Februari 2012

Belajar Dari Film

2 opini
Saya yakin yang namanya sumber inspirasi itu ada banyak sekali. Untuk penggemar channel hiburan seperti saya, film tidak pelak lagi menjadi salah satu sumber inspirasi yang signifikan. Ada banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari film-film yang sudah saya tonton. Kali ini saya ingin berbagi tentang film-film yang memberikan inspirasi terhadap peran saya sebagai seorang suami dan sebagai seorang ayah.

Film pertama yang terbayang di benak saya adalah Up. Film ini adalah film yang mengharukan. Entah kenapa saat menonton film ini saya merasakan hubungan yang kuat dengan tokoh utama film ini, Carl Fredricksen. Adegan singkat hidupnya mulai dari menikah, istrinya hamil, istrinya keguguran, dan pada akhirnya mereka mencoba menikmati hidup berdua saja adalah adegan yang sulit saya lupakan. Saat istri Carl meninggal dunia, hati saya sempat terasa hampa karena saya pun terbayang bagaimana perasaan saya bila istri saya "pergi".

Inspirasi dari film ini tentu saja dedikasi Carl untuk mewujudkan impian istrinya memiliki rumah kecil di sebuah bukit yang dilengkapi dengan air terjun (koreksi saya bila saya salah di bagian ini). Cara Carl mewujudkan impian istrinya ini mungkin tidak masuk akal. Saya sendiri tidak bisa membayangkan seseorang mengangkat rumahnya dengan ratusan balon berisi helium (koreksi saya lagi bila saya salah di bagian ini). Hanya saja determinasi Carl ini patut diacungi jempol. Dia terus berusaha untuk membahagiakan istrinya walaupun istrinya tidak perlu lagi dibuat bahagia.

Film kedua adalah Take Shelter. Film ini bercerita tentang seorang pria bernama Curtis yang dihantui oleh mimpi dan bayangan akan datangnya sebuah badai besar yang akan melanda kotanya. Pengaruh mimpi dan bayangan ini sangat kuat sampai Curtis pun memutuskan untuk memperbaiki dan mengembangkan storm shelter yang ada di belakang rumahnya. Keputusan ini pada awalnya baik-baik saja tapi pada akhirnya masalah-masalah pun menumpuk. Curtis kehilangan pekerjaannya karena dia menggunakan alat berat dari kantornya tanpa izin. Istrinya marah besar saat mengetahui Curtis menggadaikan rumahnya demi mengumpulkan dana untuk memperbaiki storm shelter tersebut. Seluruh kota pun sudah mendengar kabar kegilaan Curtis.

Modal Curtis hanya satu. Keyakinannya yang kuat terhadap mimpi-mimpinya. Dia yakin badai besar itu akan datang dan storm shelter itu dia bangun dan perbaiki untuk menyelamatkan istri dan anaknya. Di balik semua tumpukan masalah itu, Curtis akhirnya berjalan sendirian. Hal yang paling menyentuh di bagian ini adalah saat istrinya (yang sangat mungkin memutuskan untuk meninggalkan suaminya yang gila ini) akhirnya memutuskan untuk tetap bersama Curtis dan melihat mimpi Curtis menjadi kenyataan. Istri Curtis tidak hanya memberi kesempatan bagi Curtis untuk membuktikan mimpinya, tapi dia juga memberi dukungan moral bagi Curtis untuk terus mencapai tujuannya. Melihat ikatan suami-istri yang kuat seperti ini sudah pasti memberikan inspirasi bagi saya untuk membentuk ikatan yang sama dengan istri saya sendiri.

Film ketiga adalah How to Train Your Dragon. Kalau Anda tidak suka film tentang Viking, saya jamin Anda akan menyukai film ini; atau sebaliknya. Entahlah. Satu hal yang pasti, film ini termasuk film favorit saya. Bagian yang paling saya suka dalam film ini tentu saja hubungan anak-ayah antara Hiccup Horrendous Haddock III (anak) dengan Stoick the Vast (ayah). Hubungan di antara keduanya adalah hubungan yang sesekali waktu kita temui di dunia nyata, yaitu antara seorang anak yang mati-matian membuktikan bahwa dirinya itu "layak" dengan seorang ayah yang tidak pernah merasa bahwa anaknya itu "layak".

Jangan sampai saya menjadi orang yang menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon.
Perkembangan hubungan antara keduanya pun terbilang predictable. Hiccup berhasil melakukan sesuatu yang dapat membuat dirinya diakui oleh ayahnya, tapi sulit bagi ayahnya untuk mempercayai anaknya. Dalam film ini digambarkan bahwa Stoick lebih sibuk dengan harapannya terhadap Hiccup ketimbang berusaha menerima Hiccup apa adanya. Fase ini terjadi terus dan terus dan terus hingga tiba waktunya saat Hiccup berhasil menunjukan kemampuannya dan mendapatkan kepercayaan ayahnya ... dengan sebuah pengorbanan. Film ini berhasil membuka mata saya dan mengingatkan saya untuk tidak menaruh harapan yang tidak mungkin digapai anak saya. Jangan sampai saya menjadi orang yang menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon.

Film keempat (dan terakhir dalam tulisan ini) adalah Finding Nemu ... maksud saya, Finding Nemo. Terus terang film ini baru beberapa waktu yang lalu saya tonton ulang; kali ini saya tonton bersama anak-anak saya. Cerita dalam film ini menjadi sumber inspirasi yang "menyegarkan" bagi saya yang sedang penat mengurus anak-anak. Satu hal yang saya rasakan betul adalah kadang kita lupa diri dan terlalu kaku dalam mengatur anak-anak sampai anak-anak kita pun tidak bisa menikmati hidupnya. Sampai akhirnya anak-anak kita pun menjauh dari kita sampai ke sebuah titik yang membuat kita menyesali keputusan-keputusan kita.

Dalam film Finding Nemo, ceritanya memang tidak setragis itu. Ceritanya justru lebih tragis lagi karena anak yang dimaksud malah hilang "diculik" orang. Untungnya film ini berakhir baik karena Nemo (anak) dan Marlin (ayah) berhasil bertemu kembali dan hidup bahagia selamanya. Yang menarik dari film ini justru petualangan Marlin menyeberang lautan yang luas untuk menemukan Nemo. Kata "luas" ini menjadi signifikan karena Marlin sendiri hanya seekor ikan badut kecil yang tidak berdaya. Dibalik semua keberuntungan yang dialami Marlin, dedikasi Marlin untuk menemukan anaknya yang (pada saat pencarian) belum tentu masih hidup itu menjadi inspirasi yang luar biasa bagi saya.

Masih banyak film lain yang menjadi inspirasi bagi saya sebagai seorang suami dan seorang ayah. Tentu saja semua itu tidak mungkin saya jabarkan dalam satu tulisan. Kalau satu film saja menghasilkan 2 paragraf, entah berapa panjang tulisan ini kalau saya pajang satu per satu film yang pernah saya tonton. Lagipula saya sendiri tidak ingat lagi film-film bertema keluarga yang saya pernah saya tonton.

Ada tulisan (blog post) tentang film lainnya yang menarik untuk saya baca? Silakan rekomendasikan di bagian komentar.

Kamis, 02 Februari 2012

The Taqwacores

0 opini
Sepertinya ini film pertama tentang Islam yang pernah saya tonton dengan tema yang tidak islami. Yang saya maksud dengan "tidak islami" di sini bukan karena filmnya tidak menyinggung Islam sama sekali atau bahkan bertolak belakang dengan Islam. Yang saya maksud dengan "tidak islami" di sini karena tema yang diangkat di dalam film ini sangat jauh berbeda dengan film islami yang biasa saya tonton. Saya tegaskan, sangat jauh.

Pertama kali saya melihat poster film ini, saya langsung tertarik untuk menontonnya. Dari gambar maupun tagline-nya saja film ini sudah berhasil membuat saya penasaran. Pertanyaan pertama saya tentu saja bagaimana film ini akan menampilkan sebuah cerita dengan kombinasi Punk, Muslim, dan American. Saya sudah tidak asing lagi dengan kombinasi Muslim dan American, tapi kombinasi Muslim dan Punk adalah sesuatu yang asing bagi saya.

Rasa antusias saya untuk menonton pun dibayar dengan baik oleh film ini. Film ini berhasil memperluas wawasan saya mengenai variasi keyakina yang dianut oleh orang-orang Islam. Perlu saya tegaskan bahwa variasi di sini adalah variasi keyakinan, karena Islam menjadi warna-warni karena perbedaan keyakinan ini.

Bagaimana dengan filmnya?

The Taqwacores diawali dengan perjalanan Yusef, your typical everyday Muslim, yang mencari tempat tinggal bersama pemuda Muslim lainnya saat meneruskan studinya di Buffalo (New York). Yusef akhirnya memutuskan untuk tinggal di sebuah rumah yang ditinggali oleh sekumpulan pemuda (dan pemudi) Muslim. Di dalam rumah inilah semua petualangan Yusef bersama aliran Punk Rock Muslim dimulai (dan diakhiri).

Jehangir (kiri) dan Umar
Orang pertama yang ditemui Yusef adalah Umar. Umar adalah tipe Muslim yang kaku. Di balik pemahamannya terhadap Islam yang baik, Umar adalah seorang Muslim yang keras. Rumah itu pernah menjadi rumah yang kaya dengan nilai-nilai Islam, tetapi lama-kelamaan Umar merasa nilai-nilai ini tergerus dengan kehadiran Punk Rock Muslim. Walaupun begitu, Umar tetap memilih untuk bertahan di rumah tersebut dengan harapan dapat mengembalikan kondisi rumah itu seperti dulu lagi.

Berikutnya Yusef bertemu Jehangir (baca: Jehanggir) dan Fasiq. Yusef bertemu mereka di waktu subuh saat dia hendak berwudhu untuk shalat subuh. Saat itu Jehangir dan Fasiq sedang duduk-duduk di atas bagian atap rumah mereka. Jehangir sedang menirukan suara adzan dengan gitar listriknya. Sebuah pertemuan yang menarik, bukan? Jehangir ini akan menjadi karakter utama yang mempengaruhi hidup Yusef. Pergaulan Yusef dengan Jehangir bahkan mampu merubah sikap dan keyakinan Yusef dalam Islam.

Rabeya
Pertemuan yang tidak diduga Yusef adalah dengan Rabeya (baca: Robiya). Yusef tidak pernah menyangka akan tinggal serumah dengan seorang Muslimah (yang mengenakan burqa). Tapi kecanggungan ini tidak berlangsung lama karena Rabeya sendiri sudah terbiasa berinteraksi dengan teman-teman pria. Karakter Rabeya tidak kalah menariknya dengan Jehangir. Muslimah yang satu ini, walaupun mengenakan burqa (yang mengindikasikan dia taat beragama), justru memiliki pemikiran yang liberal. Salah satu contohnya ditunjukan lewat adegan yang memperlihatkan dia berani mencoret (yang mengindikasikan penolakan) satu ayat Al-Qur'an kepunyaannya.

Masih banyak karakter menarik lainnya di dalam film ini antara lain (Amazing) Ayyub yang jauh lebih "radikal" dibandingkan Jehangir, Muzzamil yang gay, dan Lynn yang mengaku baru masuk Islam. Karakter-karakter ini menambah lebih banyak warna lagi ke dalam film The Taqwacores melalui beragam interaksi antara karakter-karakter tersebut. Di tengah-tengah film ini pun (sedikit) sisi toleran Umar pun sempat ditunjukan; terutama terhadap Muzzamil yang gay.

Klimaks dari keragaman ini, menurut saya pribadi, ada pada acara konser Punk Rock Muslim yang diadakan oleh Jehangir. Jehangir menyulap rumah tersebut menjadi tempat konser terbatas untuk para penggemar Punk Rock Muslim dan mengundang beberapa band untuk mengisi konser ini. Suasana saat konser ini sempat memanas karena Jehangir memutuskan mengundang satu band yang tidak disukai banyak orang. Konser yang awalnya seru menjadi ricuh karena konflik antara anggota band tersebut dengan para penonton. Adegan selanjutnya tidak akan saya ceritakan karena akan menjadi spoiler bagi pembaca yang belum (dan berminat) menonton.

Yang membuat film ini menarik bagi saya pada dasarnya hanya keanekaragaman Muslim di dalam rumah tersebut. Saya pernah bertemu dengan Muslim dengan keyakinan yang berbeda, tapi saya belum pernah bertemu orang-orang seperti Jehangir dan Rabeya. Satu hal yang kelihatannya ingin ditunjukan lewat film ini adalah terlepas dari berbagai keyakinan mereka, mereka masih bisa hidup bersama dan masih bisa shalat bersama-sama. Kelihatannya film ini ingin mengajak para penontonnya untuk bersikap lebih terbuka terhadap sesama Muslim yang berbeda pendapat, pemikiran, dan gaya hidup.

Saya memang tidak akan mengatakan bahwa film ini adalah film yang fenomenal, tapi saya rasa film ini tetap layak untuk ditonton oleh setiap pemuda Muslim. Akan tetapi, saya perlu ingatkan bahwa film ini memiliki potensi yang besar untuk menyinggung masyarakat Muslim. Untuk bisa menikmati film ini (dan mencoba menyerap moral ceritanya) dibutuhkan pemikiran yang terbuka dan kemauan untuk menerima sesuatu yang berbeda; atau lebih tepatnya sangat berbeda.

Saya menonton film The Taqwacores ini beberapa waktu setelah film The Message yang menggambarkan kehidupan kenabian Rasulullah SAW. Dapat saya katakan bahwa perubahan yang terjadi di dalam masyarakat Muslim itu sangat luar biasa. Bukan sesuatu yang mengherankan mengingat ajaran Islam diturunkan ke bumi ratusan tahun yang lalu, tapi apakah kondisi saat ini membahagiakan atau justru memprihatinkan. Saya rasa pertanyaan ini yang perlu kita jawab.