Tampilkan postingan dengan label Menulis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Menulis. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Juli 2023

Esensi Esai untuk Seleksi Beasiswa LPDP

0 opini

Keberuntungan saya dalam esai untuk Seleksi Beasiswa LPDP belum tentu dirasakan banyak orang. Tidak semua orang "kebetulan" memiliki tulisan yang siap untuk dijadikan esai, kan? Bukan tidak mungkin banyak orang di luar sana yang mengalami kesulitan ekstra dalam penyusunan esai.

Beberapa orang yang lulus Seleksi Beasiswa LPDP mengakui urusan esai itu menantang. Setiap orang, sesuai cerita mereka, memiliki tantangan masing-masing saat menyusun komitmen dan rencana pasca studi mereka. Namun, semuanya terlihat memiliki keaslian dan kematangan yang sama.

Keaslian dan kematangan itu akan digali saat wawancara, tapi esai menjadi titik awal yang penting. Esai itu membentuk cerita yang akan disajikan kepada para pewawancara. Esai itu tentunya berisi perjalanan yang telah dilakukan dan "itinerary" untuk perjalanan di masa depan.

Ceritanya juga harus diarahkan ke hal-hal yang berdampak positif bagi banyak pihak. Saya, misalnya, bercerita mengenai workshop Agile untuk rekan-rekan ASN dan menulis buku ASN Juga Bisa Agile. Walaupun sifatnya terbatas, banyak pihak yang ikut merasakan manfaatnya.

Kalau esai bisa diarahkan seperti itu, penyusunannya akan lebih mudah. Bagian "komitmen" dapat diisi dengan komitmen untuk meneruskan apa yang sudah dibangun lewat kontribusi yang lampau. Di situ, rencana pasca studi atau kontribusi seharusnya akan keluar dengan sendirinya.

Peran studi kita kelak juga akan lebih mudah untuk dijelaskan. Saya, misalnya, berkomitmen untuk terus menjaga agar Rinkas tetap hidup. Topik riset yang saya pilih adalah Agile. Riset itu berperan besar untuk memperkuat kompetensi saya sebagai praktisi Agile dalam Rinkas.

Benang merahnya terlihat, kan?

Pada intinya, esai itu dimulai dari diri penulisnya. Jelaskan siapa dirinya, kompetensinya, lalu kontribusinya. Selanjutnya jelaskan visinya yang selaras dengan kontribusinya. Di tengah-tengah, sisipkan peran studi yang ingin diambil dalam rencananya di masa depan. Itu saja.

Sederhana, tapi tidak mudah.

Senin, 03 Juli 2023

Pengalaman Membuat Proposal Riset untuk Seleksi Beasiswa LPDP

0 opini

Dari semua persyaratan yang perlu disiapkan untuk Seleksi Beasiswa LPDP, proposal riset adalah hal yang paling menantang. Tidak seperti esai yang hakikatnya "hanya" bercerita, uraian di dalam proposal riset harus ilmiah. Alur ceritanya harus ditunjang referensi yang kuat.

Untuk S3, tantangannya lebih berat lagi karena topik riset kita harus lebih luas dari riset S2. Selain itu, kita dituntut untuk menemukan sesuatu yang baru lewat riset S3. Definisi "baru" itu, berdasarkan pemahaman saya saat ini, dinilai dari referensi yang kita gunakan.

Referensi dalam proposal riset bisa diibaratkan sebagai pijakan untuk melompat ke depan. Kalau pijakan yang kita gunakan tidak kuat, lompatan kita tidak akan jauh. Bukan hanya itu, pijakan yang rapuh mungkin saja membuat kita GAGAL melompat karena pijakannya ambruk lebih dulu.

Pijakan yang rapuh itu membuat saya gagal di Seleksi Beasiswa LPDP Tahap 2 Tahun 2022. Seperti yang sudah saya ceritakan sebelumnya, referensi di dalam proposal pertama saya memang lemah. Saya hanya mencantumkan 1 jurnal sehingga pijakan riset saya benar-benar terlihat lemah.

Rasanya ingin menertawakan diri sendiri.

Dari kejadian itu saya belajar. Tidak lama setelah wawancara di Tahap 2 Tahun 2022, saya perbanyak referensi. Kajian pustaka untuk proposal riset saya perdalam. Satu per satu publikasi ilmiah internasional saya tambahkan. Referensi non-publikasi juga saya buat seminimal mungkin.

Waktu saya terbatas karena saya harus segera menyelesaikan proposal riset saya untuk mendaftar di Seleksi Beasiswa LPDP Tahap 1 Tahun 2023. Walaupun begitu, hasilnya cukup baik. Referensi berupa publikasi di dalam proposal riset saya meningkat drastis dari 1 menjadi belasan.

Seiring dengan bertambahnya referensi, isi proposal saya juga berubah. Analisis dalam proposal terasa lebih "nendang". Hal "baru" yang ingin saya temukan lewat riset semakin terlihat. Dapat dikatakan bahwa proposal riset saya mengalami peningkatan kualitas yang signifikan.

Walaupun proposal itu saya susun untuk Seleksi Beasiswa LPDP, dampak positifnya saya rasakan juga dalam mencari prospek kuliah S3. Saya menjadi lebih percaya diri saat mengontak para profesor di kampus-kampus yang saya minati. Saya memang merasa isi proposal saya lebih berbobot.

Dalam proses memperbaiki proposal itu, saya juga menggunakan publikasi yang penulisnya ada di salah satu kampus incaran saya. Saat saya menghubungi profesor itu, saya sebutkan juga publikasinya. Isi email yang saya kirim menjadi lebih spesifik karena menyebut hasil karyanya.

Dibandingkan sebelumnya, proposal saya menarik lebih banyak respons. Responsnya bervariasi dari yang berminat, tapi tidak bisa menampung PhD student baru, sampai yang berminat dan mengajak diskusi lebih lanjut. Yang mengajak diskusi adalah profesor yang publikasinya saya kutip.

Dari profesor itu, prosesnya diarahkan ke kampus. Beliau meminta saya tetap mendaftar dulu di kampus tujuan agar kelayakan saya dinilai langsung oleh bagian administrasi kampus. Saya menerima lampu hijau dan diskusi saya bersama profesor dapat diteruskan lebih dalam lagi.

Kondisi itu benar-benar menguntungkan bagi saya karena semua itu terwujud sebelum wawancara di Seleksi Substansi (Beasiswa LPDP). Wawancara itu lebih lancar dari tahap sebelumnya. Perbaikan di sisi proposal dan respons dari profesor itu membuat wawancara saya "lebih meyakinkan".

Ada satu hal yang membuat saya tetap waswas. Salah seorang pewawancara mengatakan bahwa mayoritas referensi saya berisi fringe journal. Untungnya saya bisa menjelaskan bahwa hal itu akan saya perbaiki karena saya mendapat akses ke berbagai publikasi yang kredibel dari kampus.

Singkat cerita (di tulisan yang ekstra panjang ini), saya lulus seleksi. Seleksi Substansi yang terlihat sulit itu berhasil saya lewati. Upaya memperbanyak literatur untuk saya kutip membuahkan hasil positif. Kampus yang saya kejar juga memberikan respons positif. Alhamdulillah.

Soal wawancara, sebenarnya masih ada hal menarik lain karena isinya bukan hanya soal proposal riset. Di tengah proses seleksi juga ada Seleksi Bakat Skolastik yang juga tidak kalah menantang. Saya coba ceritakan di tulisan berikutnya, ya. Insyaa Allaah.

Sabtu, 01 Juli 2023

Pengalaman Membuat Esai Untuk Seleksi Beasiswa LPDP

0 opini

Setelah IELTS, ada esai. Setiap orang yang mendaftar Seleksi Beasiswa LPDP, termasuk saya, harus membuat esai yang berisi rencana studi dan kontribusi di masa depan. Semua itu perlu kita jelaskan dalam konteks berkomitmen untuk kembali ke Indonesia dan terus berkontribusi.

Sebenarnya, dibandingkan dengan IELTS, membuat esai ini justru lebih sulit. Namun, lagi-lagi saya beruntung karena pernah membuat tulisan yang panjang mengenai kontribusi dan mimpi saya dalam penerapan Agile di pemerintahan. Kata kuncinya adalah Pemerintah Tangkas.

Target 1.500-2.000 untuk esai dapat saya penuhi dengan mudah karena tulisan saya mengenai Pemerintah Tangkas (Rinkas) memang sepanjang itu. Saya hanya perlu mengubah sudut pandang tulisan dari komunitas ke pribadi. Struktur dan isinya secara fundamental tidak perlu saya ubah.

Struktur esai yang saya buat cukup sederhana. Saya buka dengan menceritakan berbagai pengalaman saya menerapkan Agile sejak tahun 2015. Saya lanjutkan dengan menjelaskan apa itu Rinkas dan apa visinya. Saya juga ceritakan peran dan pencapaian Rinkas di dalam esai itu.

Berhubung saya aktif di Rinkas, mudah bagi saya untuk memposisikan diri saya di setiap bagian dalam cerita Rinkas. Saya juga tambahkan cerita tentang komunitas praktisi/peminat Agile di pemerintahan dan gambaran Agile yang Agnostik. Tujuannya agar ceritanya menjadi lebih utuh.

Esai saya tutup dengan komitmen untuk meneruskan apa yang sudah saya mulai. Saya juga tekankan bahwa topik riset saya juga selaras dengan cita-cita itu. Esai itu saya tutup dengan menunjukkan keselarasan antara kontribusi yang telah lalu dengan rencana saya di masa depan.

Saya sendiri tidak tahu seberapa besar pengaruh esai itu terhadap hasil akhir Seleksi Substansi. Namun, kalau memang keaslian yang dicari, sepertinya praktisi Agile di pemerintahan memang belum banyak. Peran saya yang cukup signifikan di Rinkas ikut memperkuat keaslian itu.

Kalau dilihat dari kaitannya dengan bangsa dan negara, isi esai saya sudah terkait cukup erat. Peran saya dalam penerapan Agile adalah sebagai ASN. Tujuannya untuk membangun layanan yang berkualitas di instansi tempat saya bekerja. Dampak positifnya akan dirasakan masyarakat.

Rinkas, dengan konteks yang lebih luas dari tempat kerja saya, juga tidak jauh dari pemerintahan. Lewat Rinkas, saya juga ingin melihat peningkatan kualitas layanan di instansi lain di luar tempat saya bekerja. Dampak positifnya tentu akan dirasakan oleh lebih banyak pihak.

Mungkin esai seperti itu yang perlu disiapkan para pemburu Beasiswa LPDP. Esai itu perlu diisi dengan riwayat kontribusi yang relevan dengan rencana di masa depan. Dengan begitu, esainya akan berisi cerita yang berkelanjutan dengan studi S2/S3 sebagai salah satu katalisatornya.

Oleh karena itu, menurut saya, akan lebih baik kalau proposal riset yang dibuat juga selaras dengan esai. Keselarasan itu menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan memang memiliki visi yang jelas terkait studinya. Bukan hanya studi yang dipikirkan, tapi juga manfaat studi itu.

Proposal riset adalah salah satu persyaratan untuk melanjutkan studi S3 dengan Beasiswa LPDP. Seluk-beluk mempersiapkan proposal juga menarik untuk dibahas, tapi tentu saja terlalu panjang untuk diteruskan di sini. Saya ceritakan di tulisan selanjutnya saja, ya. Insyaa Allaah.

Minggu, 04 Juli 2021

Koin untuk Rinkas

0 opini

Tumbler Rinkas
Setiap gagasan tidak akan memiliki dampak apa pun kalau tidak ditindaklanjuti dengan tindakan yang nyata. Setiap inisiatif tidak akan berjalan ke mana-mana kalau tidak diikuti dengan tindakan-tindakan yang berkelanjutan. Masalahnya adalah setiap tindakan yang nyata, apalagi yang berkelanjutan, butuh modal. Modal yang saya bicarakan bukan hanya semangat dan koneksi, tapi modal yang lebih kongkrit berupa uang. Hal itu yang saya rasakan selama saya menyebarluaskan Pemerintah Tangkas.

Awalnya kebutuhan itu tidak terlalu membebani karena saya memperoleh dukungan finansial itu dari tempat saya bekerja, Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Saat itu, yaitu pada tahun 2018-2019, Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) DJP berhasil mengadakan beberapa lokakarya penerapan Agile di pemerintah. Dalam lokakarya-lokakarya itu, peran saya hanya sebatas menjadi narasumber dan mengatur pelaksanaan kegiatan bersama beberapa rekan saya. Satu hal yang pasti, urusan finansial sama sekali tidak menjadi beban karena lokasi, perlengkapan, dan konsumsi ditanggung oleh DJP.

Ada satu hal yang biayanya keluar dari kantung saya sendiri, yaitu suvenir. Di salah satu lokakarya itu, saya memutuskan untuk membuat suvenir yang spesial. Saat itu, tepatnya tanggal 23 Agustus 2019, saya dan rekan saya, Nafis, sepakat menggunakan brand Rinkas (singkatan dari Pemerintah Tangkas). Akhirnya tumbler sederhana bertuliskan Rinkas menjadi kenang-kenangan bagi peserta lokakarya. Di kegiatan-kegiatan lain, selama persediaan masih ada, tumbler itu tetap berpindah tangan dari saya ke salah satu atau beberapa peserta.

Masuk ke tahun 2020, seiring bergesernya prioritas organisasi dan munculnya pandemi, Direktorat TIK DJP tidak lagi mengadakan lokakarya Agile seperti yang saya ceritakan di atas. Rinkas tetap hidup, tapi kegiatan offline sama sekali tidak berjalan karena modal untuk menjalankan kegiatan offline itu tidak terpenuhi. Akhirnya demi menjaga agar Rinkas tetap hidup, saya berinisiatif untuk membuat publikasi Pemerintah Tangkas di Medium.

Kondisi Rinkas tetap seperti itu sampai akhirnya saya bersama Pustaka Saga menerbitkan buku Aparatur Sipil Negara (ASN) Juga Bisa Agile. Buku itu menimbulkan riak yang cukup besar bagi Rinkas. Penyebarannya jauh lebih luas daripada area yang biasa dijangkau oleh publikasi di Medium. Pihak-pihak yang merespons juga di luar bayangan saya. Mereka datang dari luar jaringan akun media sosial saya dari tempat-tempat yang tidak pernah terbayang sebelumnya. Saya bahkan mendapat undangan untuk menjadi narasumber di beberapa webinar, baik yang bersifat umum maupun terbatas.

Walaupun begitu, sesuai konteks tulisan ini, riak itu tidak cukup besar untuk mengumpulkan modal yang saya maksud di atas, yaitu untuk kegiatan lokakarya yang berkelanjutan. Saya sudah menyisihkan sebagian hasil penjualan buku dan honor sebagai narasumber, tapi karena nominal yang dapat saya sisihkan tidak pasti, jumlah uang yang terkumpul belum cukup untuk menjadi modal kegiatan lokakarya itu. Untungnya untuk pengeluaran-pengeluaran kecil seperti promosi di Facebook, membeli elemen untuk poster Rinkas, menyewa situs dan domain, dan pengeluaran kecil lainnya masih tercukupi.

Menerapkan Agile Di Mana Saja
Saya sempat memikirkan beberapa alternatif untuk mendapatkan modal seperti lewat monetisasi publikasi di Medium, mulai membuat konten di YouTube, atau menjalankan lokakarya berbayar, tapi ide-ide itu terhalang rasa enggan saya sendiri. Saya memulai Rinkas untuk menyebarluaskan ide tentang Agile di pemerintahan seluas mungkin. Ide-ide untuk monetisasi terasa menjadi penghalang proses penyebarluasan itu. Hal itu yang membuat saya enggan sampai akhirnya pilihan saya masih terbatas pada menyisihkan sebagian penghasilan dari menjual buku dan menjadi narasumber.

Saya sempat dibantu oleh beberapa rekan ASN mengenalkan Rinkas ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Mengenalkan Rinkas ke Kementerian Komunikasi dan Informatika juga sudah saya lakukan saat saya mendapat kesempatan menjalankan lokakarya penerapan Agile bersama Pusat Pengembangan Profesi dan Sertifikasi di kementerian itu. Sayang sekali saya belum menerima respons lebih lanjut pasca perkenalan itu.

Satu hal yang ingin saya coba adalah mengumpulkan dana lewat KitaBisa atau platform sejenis. Idenya adalah Koin untuk Rinkas dengan model subsidi dari ASN untuk ASN. Walau bagaimanapun, ketangkasan di instansi pemerintah hanya dapat terbentuk lewat ASN-ASN yang tangkas. Dengan model subsidi dari ASN untuk ASN, saya berharap pengumpulan dana itu juga menjadi ajang untuk membentuk kepedulian kolektik terkait penerapan Agile di pemerintah Indonesia. Lagi-lagi saya merasa enggan untuk melakukan hal ini karena saya merasa tidak nyaman dengan opsi tangan di bawah.

Untuk saat ini sepertinya saya akan tetap bertahan dengan mengisi Koin untuk Rinkas dari kantung saya sendiri. Opsi untuk monetisasi juga tetap akan saya tunda. Mungkin di masa depan akan muncul kesempatan yang lebih layak untuk terus menyebarkan ide, semangat, dan nilai-nilai Agile di dalam instansi pemerintah. Siapa tahu di masa depan juga akan bermunculan pihak-pihak yang berkenan membantu Rinkas. Mudah-mudahan saja inisiatif Rinkas terus hidup dan terus meluas di masa depan. Aamiin.

Senin, 10 Mei 2021

5 Tahun, 1 Buku

0 opini
ASN Juga Bisa Agile
Beberapa hari yang lalu, saya membeli sebuah buku berjudul "Happiness is a Choice You Make". Tebalnya cukup signifikan, yaitu sekitar 210 halaman. Isinya juga cukup signifikan, yaitu perspektif tentang kebahagiaan dari orang-orang yang sudah berusia lanjut. Hal yang menarik adalah buku itu ditulis sejak tahun 2015 dan dipublikasikan pada tahun 2018. Penulisnya, John Leland, membutuhkan waktu sekitar 3 tahun untuk menyelesaikan buku itu.

Ternyata menulis buku dalam waktu yang lama itu bukanlah hal yang unik. Kalau penulis kelas kakap seperti John Leland saja butuh waktu 3 tahun untuk menulis tentang happiness, wajar saja kalau saya butuh waktu 5 tahun untuk menulis ASN Juga Bisa Agile. Saya memang tidak mewawancarai dan mengikuti hidup beberapa orang narasumber seperti yang dilakukan John, tapi saya tetap berusaha untuk menulis buku yang sarat dengan hal-hal praktis, bukan hanya teori. Itu alasannya kenapa saya butuh waktu 5 tahun untuk menulis buku saya itu.

Akan tetapi, bukan itu alasan utama saya membuat post ini. Di post ini, saya ingin menegaskan bahwa waktu bukanlah faktor kunci dalam keberhasilan membuat buku. Selama 5 tahun itu, saya tidak banyak menulis. Waktu saya lebih banyak saya luangkan untuk mempelajari, mengamati, dan menjalani sendiri apa itu Agile dan bagaimana caranya menjadi Agile. Saya lakukan itu sambil menjalankan peran saya sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN). Itu yang menjadi alasan kenapa saya butuh waktu begitu lama untuk menerbitkan buku tentang ASN dan Agile.

Saya teringat pernyataan seorang rekan ASN yang mengatakan bahwa tidak semua bisa menulis buku seperti saya, apalagi bagi para ASN yang harus memikirkan code dari pagi sampai malam (baca: ASN programmer). Menurut rekan saya itu, menulis buku membutuhkan waktu yang tidak sedikit dan modal berupa waktu itu yang tidak dimiliki para programmer. Saat ini, walaupun saya berlatar belakang pendidikan di bidang TI dan bekerja di unit TI, porsi kerja saya memang lebih banyak berkutat di analisis dan perancangan, bukan ngoding. Saat itu, saya mengiyakan saja pernyataan rekan saya itu karena saya sendiri menyadari bahwa menulis itu butuh waktu. Belakangan ini saya sadar bahwa "iya" yang saya sampaikan itu terus mengganjal karena saya sendiri sadar keberhasilan saya menulis buku tidak bergantung pada faktor waktu.

Coba kita hitung bersama. Tebal buku ASN Juga Bisa Agile hanya xiv + 134 halaman. Jumlah halaman yang benar-benar "berisi" hanya sekitar 120 halaman. Dari durasi 5 tahun itu, saya baru benar-benar menulis di akhir tahun 2016. Jadi, berhubung ASN Juga Bisa Agile terbit di akhir tahun 2020, kita anggap saja saya "hanya" butuh waktu 4 tahun untuk menulis buku itu. Jadi, 120 halaman dibagi 4 tahun sama dengan 30 halaman per tahun atau kira-kira 3 halaman per bulan. Apakah menulis 3 halaman A5 per bulan itu sulit? Sepertinya mudah, bukan? Sepertinya tidak sulit bagi seseorang untuk meluangkan waktu menulis 3 halaman A5 setiap bulan.

Apa mungkin maksud rekan saya itu adalah waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang cukup untuk dituangkan ke dalam 3 halaman A5? Waktu untuk mempelajari, mengamati, dan mengalami seperti yang saya sebutkan di atas? Waktu untuk semua itu yang sulit diluangkan setiap bulan? Jadi, walaupun menulis 3 halaman A5 setiap bulan itu mudah, tetap saja sulit meluangkan waktu untuk mendapatkan ide dan bahan tulisan. Benarkah seperti itu kondisinya? Belum tentu.

Kuncinya ...

Saya sepakat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menulis juga perlu memperhitungkan waktu untuk mengumpulkan informasi, tapi saya tetap yakin bahwa waktu bukanlah faktor kunci. Apalagi kalau tidak ada deadline, kita punya waktu sebanyak yang kita mau. Hal itu yang saya rasakan. Saya hanya ingin menulis tentang ASN dan Agile tanpa ada tekanan apa pun. Saya bahkan baru mulai mencari penerbit setelah saya benar-benar merasa puas dengan apa yang saya tulis. Semuanya "dibawa santai".

Hal yang membuat saya bertahan untuk tidak berhenti menulis selama bertahun-tahun itu hanyalah niat. Saya sudah tegaskan bahwa saya tidak memiliki tekanan apa pun. Modal saya hanya niat. Saya memiliki niat yang cukup kuat untuk terus menulis tanpa terlalu peduli berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk menghasilkan sebuah buku. Saya memiliki niat yang kuat untuk mengorbankan waktu ekstra yang saya miliki untuk menulis (dan mengumpulkan informasi). Pada akhirnya, saya berhasil menulis buku bukan karena saya punya waktu untuk menulis, tapi karena saya mau meluangkan waktu untuk menulis.

Jadi, waktu bukanlah isu utama. Determinasi dan kegigihan yang menjadi faktor utama keberhasilan saya menulis buku. Seandainya saya bekerja sebagai programmer, bukan tidak mungkin saya akan tetap menulis buku, tapi waktu yang saya butuhkan mungkin akan lebih panjang. Seandainya pekerjaan saya berbeda juga tetap ada kemungkinan saya akan menulis buku, baik dengan waktu yang lebih panjang atau lebih pendek. Ada juga kemungkinan bahwa apa pun profesi saya, saya tidak akan pernah menulis buku hingga akhir hayat, tapi saya yakin, seandainya saya tidak menulis buku, waktu tetap saja bukanlah isu utama.

Minggu, 17 Mei 2015

Waktunya Menulis Kembali

1 opini
To Blog or Not To Blog*
Sudah lama sekali saya tidak menulis di blog, baik di blog ini, di Bagaimana Cara, maupun di Teknokrasi. Saya sendiri memang tidak rutin menulis di blog. Kesibukan kuliah justru membuat saya semakin tidak rutin menulis di blog. Sejak saya mulai kuliah, yaitu awal September tahun 2013 (kira-kira 18 bulan yang lalu), saya hanya mempublikasikan 12 tulisan di blog ini, 4 tulisan di Bagaimana Cara, dan 4 tulisan lainnya di Teknokrasi. Mayoritas tulisan itu pun sepertinya saya tulis saat libur kuliah.

Saat kuliah, saya lebih memilih untuk fokus belajar dan mengerjakan tugas-tugas kuliah dibandingkan menulis panjang-lebar di blog. Akhir pekan juga sering saya manfaatkan untuk urusan kuliah. Saat ada waktu luang, saya lebih memilih untuk menghabiskan waktu saya untuk berhibur bersama istri dan anak-anak. Pola hidup seperti itu lambat laun terbentuk dengan sendirinya sehingga pasca kuliah pun, setelah saya kembali bekerja, saya masih menerapkan pola hidup yang sama. Senin s.d. Jumat saya maksimalkan untuk mengerjakan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab saya, sementara Sabtu dan Minggu saya dedikasikan untuk istri dan anak-anak.

Lalu kenapa saya memutuskan untuk kembali menulis di blog? Karena saya merasa kehilangan. Kehilangan apa? Pertama, saya kehilangan satu saluran untuk berbagi manfaat. Saya yakin tulisan-tulisan saya bisa memberikan manfaat walaupun jumlahnya tidak seberapa. Sebagai seorang muslim, kesempatan untuk menjadi pribadi yang bermanfaat itu tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja; sekecil apa pun kesempatan itu. Saya bisa saja berbagi tulisan melalui status update di Facebook atau membuat rangkaian twit di Twitter, tapi tulisan-tulisan tersebut akan lebih mudah ditemukan lewat Google Search bila dipajang di blog.

Kedua, saya kehilangan satu cara untuk berpikir kreatif. Saya memang bukan orang paling kreatif di dunia ini, tapi saya masih merasa bahwa menulis itu justru menumbuhkembangkan kreativitas saya. Paling tidak, dengan menulis di blog, saya bisa memikirkan (dan menuliskan) hal-hal di luar rutinitas sehari-hari. Kalaupun tidak bisa lepas dari rutinitas sehari-hari, paling tidak menulis itu bisa membantu menata pemikiran saya menjadi lebih logis dan sistematis.

Ketiga, saya kehilangan satu paksaan untuk membaca. Menulis itu pada dasarnya memaksa saya untuk membaca. Tidak mungkin saya menulis sesuatu yang saya tidak tahu. Hal ini jelas bertolak belakang dengan keinginan saya untuk memberikan manfaat lewat tulisan. Saya pasti akan menulis sesuatu yang saya tahu. Bila pengetahuan saya kurang, otomatis saya akan mencari tahu dan minimal saya akan membaca tulisan-tulisan yang relevan dan memiliki kredibilitas yang memadai.

Tiga hal tersebut yang menjadi alasan utama kenapa saya kembali memutuskan untuk menulis di blog. Walaupun saya semakin jarang menulis di blog, bahkan mendekati status vakum, darah blogger itu ternyata belum berhenti mengalir di dalam tubuh saya. Sudah waktunya bagi saya untuk meramaikan kembali blog-blog saya; minimal blog ini. Semoga saja keputusan ini tidak bersifat sepihak, maksud saya, tidak bersifat sementara.

--
*Gambar ditemukan lewat Google Image Search

Senin, 02 Januari 2012

Blogging 2012

4 opini
2012 telah tiba. Sebagai seorang blogger, saya ingin memanfaatkan momentum pergantian tahun ini untuk melihat kembali perjalanan blogging saya; terutama di tahun 2011. Sepertinya ada banyak hal yang dapat saya cuplik dari aktivitas blogging saya tahun lalu. Saya mulai!

Satu hal yang patut saya acungi jempol adalah keberhasilan saya untuk menahan diri dari menghapus blog-blog saya yang tidak lagi saya update, yaitu islam-awam.blogspot.com dan bicarapajak.blogspot.com. Rupanya masih saja ada pembaca yang mengunjungi kedua blog tersebut. Bahkan sesekali waktu masih saja ada pembaca yang berkenan memberikan komentar.

Saya pribadi berasumsi bahwa tulisan-tulisan di dalam kedua blog tersebut masih dapat memberikan manfaat bagi orang lain, walaupun manfaat yang diberikan tidak terlalu besar. Itulah alasannya saya tidak lagi menghapus blog-blog yang tidak lagi saya urus. Sebelumnya saya pernah menghapus beberapa blog dan di dalam blog-blog tersebut ternyata ada beberapa tulisan yang berguna. Saya pun menyesali keputusan saya menghapus blog-blog tersebut.

Moving on ...

Hari ini, 2 Januari 2012, blog yang masih saya pelihara hanya 3 (tiga): blog ini (Another Story), Bagaimana Cara, dan Teknokrasi. Another Story dan Bagaimana Cara adalah dua blog yang sudah lama saya miliki. Kedua blog tersebut lahir pada tahun 2008 berselang beberapa bulan. Another Story hadir sebagai tempat saya menuangkan tulisan-tulisan yang terkait dengan kehidupan pribadi saya, sementara Bagaimana Cara hadir sebagai tempat saya menuangkan berbagai jenis tips, trik, atau tutorial yang saya buat sendiri. Saya sengaja menegaskan bagian "yang saya buat sendiri" karena saya tidak ingin Bagaimana Cara berkembang menjadi blog hasil copy-paste.

Teknokrasi sendiri adalah blog yang baru lahir. Blog ini saya buat pada bulan Februari 2011 sebagai tempat untuk menuangkan opini saya seputar teknologi informasi dan birokrasi. Sesuai dengan pekerjaan saya sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang berkutat di bidang teknologi informasi, saya rasa Teknokrasi akan menjadi tempat yang tepat untuk menuangkan pengalaman saya yang terkait dengan pekerjaan. Dengan topik "pekerjaan" teralihkan ke Teknokrasi, tulisan-tulisan di Another Story pun semakin personal.

Saya memang suka mengelompokan. Saya paling tidak tahan dengan sesuatu yang campur aduk, kecuali gado-gado, salad, ketoprak, rujak, atau sejenisnya. Inilah alasannya kenapa saya memiliki banyak blog. Saya bermaksud mengarahkan Another Story menjadi blog yang berisi tulisan-tulisan tentang membina keluarga. Jadi, saya sengaja menambah 1 (blog) lagi, yaitu Teknokrasi, untuk memisahkan antara tulisan-tulisan tentang keluarga dengan tulisan-tulisan seputar minat dan profesi saya di bidang teknologi informasi.

Terlalu serius dan rumit? Itulah saya. Ada hal-hal yang di mata orang lain sepele, tapi bagi saya hal tersebut justru saya urus sepenuh hati. Salah satunya adalah blogging. Blog adalah salah satu ruang bagi saya untuk mengimplementasikan salah satu tujuan hidup saya, yaitu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain semaksimal mungkin. Pada awalnya idealisme ini saya tuangkan lewat Bagaimana Cara. Tidak lama kemudian idealisme ini saya tularkan ke Another Story. Teknokrasi pun sama. Blog ini lahir dengan membawa idealisme ini.

Bagaimana Cara merupakan wujud nyata implementasi idealisme tersebut. Blog yang sampai saat ini baru berisi 50 post berhasil menembus angka 100.000 page views. Bagi orang lain, angka 100.000 itu mungkin biasa saja. Bagi saya, angka 100.000 itu adalah pencapaian yang luar biasa. Saya, yang sering menghapus blog saya sendiri ini, tidak pernah menyangka page views di Bagaimana Cara akan mencapai 6 digit di tahun 2011. Dua post dengan page views terbanyak adalah Membuat Kartu Tanda Pencari Kerja (Kartu Kuning) dan Urus STNK Hilang.

Another Story sendiri memang tidak selaris Bagaimana Cara, tapi dari sisi interaksi (komentar yang diberikan pembaca) tidak tertinggal terlalu jauh dari Bagaimana Cara. Kelihatannya banyak pembaca lebih senang membicarakan hal-hal yang personal (di Another Story) dibandingkan dengan hal-hal yang formal (di Bagaimana Cara). Semoga saja Another Story dan Bagaimana Cara akan terus berkembang. Perihal Teknokrasi, kita tunggu saja tanggal mainnya.

Yang perlu saya pikirkan sekarang adalah bagaimana cara meluangkan waktu untuk blogging. Prioritas saya tentu saja ada pada keluarga dan pekerjaan. Sampai saat ini saya masih mampu mencuri waktu istirahat di kantor dan di rumah untuk menulis, tapi tetap saja aktivitas blogging saya jauh dari konsisten. 15 post yang saya buat untuk Bagaimana Cara di tahun 2011 tidak tersebar merata di setiap bulan, padahal saya bermaksud untuk mempublikasikan minimal 1 setiap bulan. Saya sepertinya kesulitan membagi waktu untuk 3 (tiga) blog. Hal ini terlihat jelas dari timpangnya jumlah post di masing-masing blog: 53 untuk Another Story, 15 untuk Bagaimana Cara, dan 13 untuk Teknokrasi.

Ketimpangan ini kadang menjadi dilema. Keinginan saya untuk memisahkan blog sesuai tema terbentur dengan keinginan saya untuk menghasilkan tulisan dengan konsisten. Akhirnya saya memenangkan keinginan untuk memisahkan blog itu dengan harapan dapat membagi waktu blogging saya dengan lebih baik lagi. Tetap saja yang saya utamakan adalah tercapainya tujuan saya dengan menulis di blog, yaitu menjadi seorang blogger yang memberikan manfaat lewat tulisan karyanya sendiri.

Saya pribadi tidak ingin menjadi blogger yang terobsesi dengan statistik. Memang benar statistik seperti yang saya paparkan di atas menjadi ego-booster tersendiri bagi saya, tapi saya tidak ingin gelap mata dan dikendalikan oleh keinginan untuk membuat blog yang populer. Justru yang benar-benar memberikan rasa puas bagi diri saya adalah komentar-komentar yang, baik secara eksplisit maupun implisit, menyatakan bahwa tulisan saya memang benar-benar memberikan manfaat.

Semoga di tahun 2012 ini saya masih bisa mempertahankan blog-blog saya beserta idealisme di balik mereka. Semoga Another Story, Bagaimana Cara, dan Teknokrasi semakin kaya dengan tulisan-tulisan yang informatif, edukatif, stimulatif, dan "-if -if" positif lainnya. Semoga saya dapat terus bertahan menjadi seorang blogger yang memberikan manfaat lewat tulisannya. Aamiin.

Kamis, 31 Desember 2009

Tutup Tahun Blogging

0 opini
Akhirnya hari terakhir di tahun 2009 pun tiba. Iseng ingin melihat performa blogging pribadi untuk tahun ini. Saya pribadi ingin tahu berapa tulisan yang berhasil saya publikasikan, berapa pengunjung yang berkenan mampir ke blog-blog saya, dan berbagai statistik lain.

Terhitung 1 Januari 2009, saya mengelola lima blog. Kelima blog itu adalah:
  • sikluskehidupan.blogspot.com
  • asyafrudin.blogspot.com
  • islam-awam.blogspot.com
  • bagaimana-cara.blogspot.com
  • stochasticmanga.wordpress.com
Pada tanggal 16 Mei 2009, koleksi blog saya bertambah satu, yaitu bicarapajak.blogspot.com. Jadi di akhir tahun ini saya mengelola enam blog.

Walaupun begitu, tidak semuanya bertahan hidup sampai akhir tahun 2009. sikluskehidupan dinyatakan mati suri pada tanggal 28 September 2009. Blog yang berfungsi sebagai aggregator untuk blog-blog yang lain ini tidak lagi saya gunakan sejak tanggal tersebut. bagaimana-cara dinyatakan mati suri pada tanggal 5 Oktober 2009. Blog yang berisi tips dan trik buatan sendiri ini tidak saya teruskan. Tulisan terbaru yang seharusnya masuk ke bagaimana-cara akhirnya saya alihkan ke asyafrudin.blogspot.com di kategori Bagaimana Cara ....

asyafrudin.blogspot.com merupakan blog utama yang menjadi corong aspirasi saya di Internet. Di sini saya menulis tentang banyak hal mulai dari pernikahan, mendidik anak, pekerjaan, dan berbagai hal yang saya minati. islam-awam adalah tempat saya bercerita mengenai hal-hal yang perlu saya garis bawahi dalam Islam. Sifat tulisannya tentu sangat subjektif, namun saya berusaha untuk selalu mencantumkan referensi yang absah dalam setiap tulisan di islam-awam.

stochasticmanga adalah tempat saya mencurahkan minat saya terhadap manga. Sudah bertahun-tahun saya membaca manga dan kadang saya berbagi opini saya tentang sebuah manga lewat stochasticmanga. bicarapajak adalah blog yang saya dedikasikan untuk berbagi informasi yang saya miliki tentang perpajakan. Sayangnya masih belum banyak yang bisa saya tuangkan dalam bicarapajak itu.

Jumlah pengunjung yang berhasil dikumpulkan oleh blog-blog tersebut lumayan banyak. Buat saya pribadi, pencapaian itu cukup luar biasa walaupun tidak akan sebanding dengan blog-blog yang sudah tenar. Pencapaian "page loads" -supaya terlihat banyak- untuk blog-blog saya sampai saat tulisan ini dibuat adalah sebagai berikut:
  • sikluskehidupan berhasil menembus angka 1.700. Saya tidak berharap banyak karena memang situs ini berfungsi meringkas dan mengumpulkan tulisan-tulisan saya yang sebenarnya.
  • asyafrudin berhasil menembus angka 7.500. Angka yang cukup baik melihat isinya lebih banyak berkutat pada kehidupan pribadi saya. Terus terang saya punya kecenderungan untuk menulis lebih banyak tentang pernikahan dan keluarga dalam blog ini. Sayangnya kedua topik itu bukan sesuatu yang diminati banyak orang.
  • islam-awam berhasil menembus angka 2.700. Ternyata ada banyak orang yang tersandung blog ini. Semoga informasi tentang Islam yang saya sampaikan lewat blog ini tidak menyimpang dari kebenaran. Kalau sampai menyimpang, dosa saya akan terus bertambah seiring bertambahnya pengunjung.
  • bagaimana-cara berhasil menembus angka 18.800. Sebuah angka yang fenomenal. Terus terang saya tidak menyangka pertumbuhan pengunjung blog ini akan sebegitu cepat. Tulisan tentang STNK, SIM, dan Kartu Kuning sepertinya menarik banyak orang untuk mampir ke blog ini.
  • stochasticmanga berhasil menembus angka 28.600. Ternyata tidak sedikit penggemar manga yang tertarik untuk melihat opini saya dan rekan-rekan saya tentang manga yang sudah kami baca.
  • bicarapajak berhasil menembus angka 1.400. Angka yang wajar mengingat blog itu belum lama hidup dan juga belum mempublikasikan banyak tulisan.
Angka-angka di atas bisa jadi tidak ada artinya sama sekali. Yang paling penting bagi diri saya adalah jumlah orang yang mendapatkan manfaat dari tulisan-tulisan saya. Kemudian orang-orang itu akan menyebarkannya dan menambah jumlah orang yang mendapatkan manfaat dari tulisan-tulisan tersebut. Dengan begitu niat saya untuk mengais rejeki amal baik untuk bekal di hari hisab nanti dapat tercapai.

Blogging merupakan alternatif yang "sehat" saat saya memiliki waktu luang yang cukup. Ketimbang saya nge-game, menonton film, dan membaca manga, nge-blog jelas lebih sehat. Sayangnya saya sering kehilangan ide untuk menulis. Akhirnya waktu luang saya tetap saja dihabiskan untuk game, film, dan manga.

Sekian ringkasan perjalanan blog saya sampai akhir tahun 2009 ini. Saya berharap kiprah saya sebagai blogger kawakan kacangan ini bisa terus bertahan hingga akhir tahun 2010 nanti. Satu hal yang saya syukuri untuk tahun ini adalah saya tidak lagi menghapus blog yang tidak ingin saya lanjutkan. Entah sudah berapa blog yang saya hapus sejak saya mulai membuat blog. Mulai tahun ini kebiasaan itu, insya Allah, akan saya hentikan. Kalau pun blog saya harus mati, biarkan dia menjadi bagian dari arsip-arsip yang bertebaran di dunia maya.

Saya yakin blog tidak akan sekedar menjadi trend sesaat. Hal ini akan terbukti selama orang-orang berkenan untuk berbagi pengalaman, pengetahuan, kisah nyata, cerita fiksi, atau apa pun juga di Internet lewat tangan mereka sendiri. Salam nge-blog.

Selasa, 30 Juni 2009

Blogging Anniversary 1

4 opini
I have a bad habit of migrating from one blog to another. Although I tend to call it migration, it's more like deleting the old one and creating a new one. Thus if you take a quick peek on my blog archive, you'll notice that my first post was back in June 2008 -around a year ago.

I've "migrated" so many times that I've lost count. The only address I remember was sikluskehidupan.blogspot.com -the blog I'm using before this one. The only reason I remember that blog was because I'm still using it as my blog aggregator.

When I started this blog, sikluskehidupan was not yet deleted. I've kept some drafts in it because I'm planning to re-post them in this blog. When I decided to create more blogs, I decided to have sikluskehidupan acting as my personal aggregator.

Even though that, the aggregator was nothing like a typical aggregator. I actually made a summary of every published post from all my blogs, i.e. asyafrudin.blogspot.com, islam-awam.blogspot.com, bagaimana-cara.blogspot.com, and bicarapajak.blogspot.com, and publish that summary in sikluskehidupan. Lame, huh? :)

Nevertheless, it served the purpose as an entry point to all my blogs. Whenever I wanted to submit my blogs to any public (and obviously relevant) aggregator out there, I simply submit sikluskehidupan.

I guess that's enough story from the past. Currently I wanted to congratulate myself for keeping asyafrudin alive for one year. To tell you the truth, I nearly migrated again. Fortunately I came to a conclusion that the effort for such migrations was just too much -and of course not really worth it.

Hopefully this blog will continue to live without going through another migration. I even planned to integrate all my other blogs to asyafrudin and have sikluskehidupan removed once and for all. Well that's all in the future so I don't really have to write about it now.

So it should be happy anniversary for asyafrudin. Hopefully new and useful posts will be published through this blog in the future as I aspire to be a useful person myself. Be on the look out for new posts, or maybe not. It's up to you. :D

Happy birthday asyafrudin!