Sabtu, 06 Februari 2016

Pengalaman Menyunat Anak di Rumah Sunatan

25 opini
Gambar 1: Suvenir Pasca Sunat
Kali ini saya ingin berbagi mengenai pengalaman menyunat kedua anak laki-laki saya di Rumah Sunatan. Berhubung tulisan ini tentang sunat, saya akan menggunakan kata-kata yang terbilang vulgar. Mohon maaf bila ada yang tidak berkenan membacanya.

Here goes.

Saya menemukan informasi mengenai Rumah Sunatan saat saya googling mencari metode dan harga sunat anak terbaik. Saat itu, saya berasumsi bahwa metode laser adalah metode terbaik untuk sunat anak karena proses sunat dan masa penyembuhannya lebih cepat dari metode sunat yang biasa. Saat saya googling mencari harga sunat laser yang cocok di dompet, saya justru menemukan metode Klamp yang ditawarkan Rumah Sunatan.

Klaim Rumah Sunatan terkait pelayanannya terbilang menarik. Setelah menjelajahi situsnya, bertanya via telepon, mendatangi kantor cabangnya di Serpong, serta mencari informasi terkait Rumah Sunatan dari sumber lain, saya menangkap kesan bahwa metode Klamp yang digunakan memang oye! Proses sunatnya ringkas, tidak perlu dijahit, dan korban anak pun bisa langsung memakai celana dan beraktivitas seperti biasa pasca sunat.

Harga paket sunat anak yang ditawarkan pun masih terjangkau (bagi saya). Rumah Sunatan menawarkan 3 jenis paket sunat anak dengan harga yang berbeda. Perbedaan di antara ketiga jenis paket itu sepertinya hanya pada obat dan peralatan perawatan pasca sunat. Sementara pelayanan terkait proses sunatnya itu sendiri tetap sama untuk ketiganya. Saya sendiri memilih paket sunat anak dengan harga menengah, yaitu Rp. 1.630.000 per anak. Dengan paket tersebut, setiap anak berhak mendapatkan 1x sunat, 1 obat analgesik yang dimasukkan lewat dubur, 1 celana sunat (celana dalam kain yang dilengkapi sejenis batok untuk melindungi penis), dan 1 Kit Perawatan Pasca Khitan (KPPK). Gambar 2 memperlihatkan beberapa isi KPPK seperti NaCl, syringe, obat antibiotik tetes (obat luar), cotton bud, dan beberapa obat yang harus diminum.

Gambar 2: Isi KPPK
Hari H itu pun tiba. Di awal libur sekolah semester 1, saya dan istri saya menyempatkan diri untuk mengantar kedua anak laki-laki kami ke Rumah Sunatan. Mereka sedikit takut saat mereka tahu bahwa mereka akan disunat, tapi setibanya di sana, mereka tambah takut lagi. Atmosfir menyenangkan di Rumah Sunatan, yang dilengkapi dengan arena bermain dan Playstation 4, tidak terlalu membantu. Membujuk mereka untuk tetap mau disunat menjadi tantangan tersendiri.

Pada akhirnya, kedua anak saya tetap mau disunat. Proses sunat setiap anak seharusnya berjalan cepat. Dokter datang, anak disuntik anestesi lokal, tabung Klamp dipasang (sesuai ukuran penis anak), babat! Setelah itu, tabung Klamp dikencangkan. Prosesnya pun selesai. Hal yang memperlambat proses sunat tentu saja anak-anak saya sendiri. Walaupun sudah dimodali iPad dengan pilihan games yang cukup banyak, rasa takut saat disuntik dan disunat tetap mendominasi. Proses sunatnya pun menjadi lebih lama dari seharusnya.

Setelah tabung Klamp dikencangkan, obat analgesik dimasukkan lewat dubur. Anak-anak langsung memakai celana sunat dan celana seperti biasa. Penis anak-anak tidak perlu diperban dan anak-anak tidak perlu repot memakai sarung. Anak-anak pun diberi suvenir berupa bantal berbentuk bola american football (Gambar 1) dan diperbolehkan pulang; tentu saja setelah saya melunasi tagihannya. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa proses sunat di Rumah Sunatan memang bebas repot.

Sayangnya klaim "bisa memakai celana dan bisa langsung beraktivitas seperti biasa" tidak bertahan selama yang saya harapkan. Setelah efek obat analgesik hilang, kedua anak saya langsung merasa tidak nyaman memakai celana, walaupun sudah memakai celana sunat. Beberapa hari pertama pasca sunat, anak-anak saya lebih nyaman memakai sarung. "Sakit kalau kesenggol," begitu kata mereka. Celana sunat mereka lebih sering disimpan ketimbang dipakai. Mereka pun lebih banyak duduk dan mengurangi aktivitas yang biasa mereka lakukan. Salah satu anak saya sempat mencoba bergerak ekstra, tapi setelah bekas luka sunatnya mengeluarkan sedikit darah, dia pun menyerah; atau lebih tepatnya dipaksa menyerah oleh kedua orang tuanya yang khawatir akan muncul masalah yang lebih besar.

Terlepas dari itu, perawatan pasca sunatnya memang tidak merepotkan. Saya dan istri saya tidak perlu repot bolak-balik mengganti perban dan anak-anak saya pun tidak perlu repot menjaga bekas luka sunatnya tidak basah saat mandi atau buang air. Bekas luka sunatnya memang harus dijaga agar tetap higienis dan kering, tapi yang perlu dilakukan hanya sebatas menyemprot NaCl menggunakan syringe dan mengeringkan bagian dalam tabung Klamp dengan cotton bud.

Tabung Klamp dijadwalkan untuk dilepas seminggu setelah sunat. Pada saat itu, bekas luka sunat anak-anak saya tidak terlihat bermasalah. Sayangnya proses sunat, khususnya saat disuntik anestesi lokal, meninggalkan kenangan yang sulit dilupakan oleh anak-anak saya. Akibatnya pelepasan tabung yang simple itu pun menjadi momok dan membujuk mereka untuk tetap mau dilepas tabungnya pun menjadi tantangan tersendiri.

Mau tidak mau, pelepasan tabung itu tetap dilakukan. Pasca pelepasan tabung, anak-anak terlihat semakin leluasa bergerak, tapi mereka minta untuk terus menggunakan celana dalam bahkan saat tidur. Rupanya dengan menggunakan celana dalam, risiko penis dan bekas luka sunat tergesek celana menjadi berkurang sehingga rasa sakit yang terasa di bagian penis pun berkurang. Kondisi seperti itu dirasakan oleh anak-anak saya hingga 2-3 minggu pasca pelepasan tabung sebagaimana perkiraan dokter yang menangani anak-anak saya. Perawatan pasca pelepasan tabung tersebut tetap tidak repot. Satu-satunya perawatan yang perlu dilakukan adalah membalut bekas luka sunat anak-anak menggunakan kasa yang telah diteteskan Betadine sebanyak minimal 3 x 1 menit per hari. Waktu yang ideal untuk melakukan itu adalah setelah anak-anak mandi. Bebas repot, bukan?

Demikian pengalaman menyunat kedua anak saya di Rumah Sunatan. Saya pribadi merasa puas menggunakan jasa Rumah Sunatan. Proses sunatnya terbilang cepat dan perawatan pasca sunat, termasuk perawatan pasca pelepasan tabung, terbilang bebas repot. Dengan metode Klamp, luka bekas sunat tidak perlu dijahit, tidak perlu menggunakan perban, tidak perlu dijaga ekstra kering, dan anak-anak pun tidak perlu repot memegangi sarung ke mana pun mereka pergi. Anak-anak memang tidak otomatis bisa beraktivitas seperti biasa, tapi masalah ini sepertinya sangat bergantung kepada kondisi psikis dan fisik anak-anak saya (tidak berlaku umum). Terlepas dari itu, proses sunat dan perawatan pasca sunat bersama Rumah Sunatan berjalan tanpa kendala yang berarti.

Alhamdulillah.