Selasa, 04 Oktober 2011

Pelajaran dari Menyuapi Anak

Calvin and Hobbes
Salah satu bagian dari merawat anak balita adalah menyuapi anak. Berhubung saya memiliki dua anak laki-laki kembar, saya pun sesekali waktu membantu istri saya menyuapi anak-anak saya. Hal ini umumnya terjadi saat para PRT (Pembantu Rumah Tangga) sedang Cuti Lebaran. Rasanya tidak tega melihat istri harus menghabiskan waktu 2-4 jam untuk menyuapi 2 anak. Untungnya istri saya tidak gengsi menyerahkan sebagian pekerjaan mengurus anak kepada saya.

suapi anak di saat anak lapar
Dari semua sesi menyuapi anak-anak yang saya lakoni, ada beberapa pelajaran yang saya ambil. Pertama, suapi anak di saat anak lapar. Sejak anak-anak lahir sampai mereka besar, mereka dibiasakan makan sesuai jadwal. Pola makan sesuai jadwal ini efektif untuk menjaga agar anak-anak tidak kelaparan. Kami (saya dan istri) beranggapan dengan jadwal makan yang teratur, maka tambahan energi untuk anak-anak pun masuk dengan teratur. Tujuan akhirnya adalah untuk mempertahankan daya tahan tubuh anak-anak dengan asupan gizi yang teratur pula.

Hanya saja, seiring dengan bertambahnya usia mereka, jadwal makan ini mulai terasa tidak tepat guna. Semakin besar seorang anak, semakin tidak teratur pola makannya. Kue, susu, dan berbagai cemilan lain mulai sering dikonsumsi anak-anak. Frekuensi konsumsi makanan sampingan itu pun tidak teratur. Mereka pun lebih bisa menahan lapar mereka (misalnya karena sedang asyik bermain). Oleh karena itu, jadwal makan mereka pun perlu disesuaikan dengan kondisi perut mereka.

suapi anak di saat suasana hati mereka sedang baik
Kedua, suapi anak di saat suasana hati mereka sedang baik. Bahkan orang dewasa sekalipun sering kehilangan selera makan saat suasana hati mereka sedang buruk. Anak-anak justru lebih mudah terpengaruh suasana hati mereka. Tidak mudah bagi anak-anak mengalahkan perasaan dengan logika. Mau lapar seperti apa pun, mereka akan menolak untuk makan bila mereka sedang marah atau menangis. Lebih parah lagi kalau orang tua anak-anak ini justru menyikapinya dengan cara yang membuat suasana hati mereka semakin buruk seperti dengan memarahi atau menakut-nakuti.

Berdasarkan pengalaman saya pribadi, kata-kata ancaman seperti, "kalau gak makan, gak diajak pergi" itu lebih sering kontraproduktif. Kalau pun ancaman-ancaman seperti itu berhasil (membujuk anak-anak makan), resiko jangka panjangnya harus diperhatikan. Kemungkinannya besar bahwa anak-anak akan mengkaitkan sesi makan dengan ajakan jalan-jalan. Tentu repot kalau harus menjanjikan jalan-jalan setiap sesi makan. Alhasil anak-anak akan semakin susah makan karena janji jalan-jalan tersebut tidak kunjung terlaksana.

Yang perlu dilakukan orang tua adalah membuat sesi makan sekondusif mungkin. Entah itu dengan mengajak bermain, menonton film, atau kegiatan lain yang menyenangkan (tapi juga aman untuk perut anak-anak). Hindari menjanjikan hal-hal yang sulit dipenuhi di sesi-sesi makan yang lain seperti jalan-jalan, hadiah, atau janji-janji lainnya. Kalau suasana hati anak itu baik, suapan demi suapan makanan itu akan lebih mudah masuk ke dalam mulut anak-anak.

suapi anak dengan makanan yang mereka suka
Ketiga, suapi anak dengan makanan yang mereka suka. Kalau yang disajikan adalah makanan yang mereka suka, anak-anak sudah pasti akan melahapnya (walaupun mereka tidak lapar). Contohnya anak-anak saya sendiri. Salah satu makanan favorit anak-anak saya adalah french fries. Apa pun kondisi perut mereka, apa pun suasana hati mereka, mereka pasti akan melahap french fries yang disajikan di depan mereka.

Kadang kami (saya dan istri saya) pun mengkombinasikan makanan favorit anak-anak kami dengan makanan pokok mereka. Salah satu anak kami, misalnya, adalah penggemar kacang bawang. Kadang kami sajikan sepiring kecil kacang bawang untuk menemani nasi mereka. Anak kami yang lain adalah penggemar kering kentang balado. Kami pun kadang menyajikan kering kentang balado itu di samping nasi mereka. Bahkan ada kalanya kami melakukan kombinasi yang tidak lumrah. Kami pernah membiarkan mereka makan wafer coklat sembari disuapi nasi.

Hanya saja porsi makanan favorit ini perlu dijaga agar tidak kebablasan. Kalau porsi makanan favorit ini lebih banyak, ada kemungkinan makanan pokok yang disajikan malah tidak dimakan, apalagi bila makanan favorit anak-anak itu termasuk makanan yang mengenyangkan. Frekuensi makanan favorit ini pun perlu dijaga agar tidak kebablasan. Terlalu sering menyediakan makanan favorit akan membuat anak-anak berharap makanan favorit itu terus ada dan pada akhirnya membuat mereka enggan memakan makanan pokok yang disajikan.

Masih ada banyak faktor lain yang mungkin tidak sempat saya sebutkan di sini. Hanya saja, secara garis besar, yang penting untuk kita perhatikan saat menyuapi anak adalah kondisi anak-anak itu sendiri. Jangan hanya berpatokan pada jadwal yang kita (orang tua) buat sendiri. Kita pun perlu memperhatikan kondisi perut, suasana hati, dan selera makan anak-anak kita.

--
Tulisan lainnya tentang menyuapi anak: Memberi Makan Anak Tanpa Repot

Tidak ada komentar:

Posting Komentar