Rabu, 10 November 2010

Mengenal Batasan Integritas

Dalam kondisi ideal, integritas tidak mengenal batas. Sikap jujur dan profesional yang kerap kali disandingkan dengan integritas sudah sepantasnya tidak mengenal batas. Dapat dikatakan bahwa dalam kondisi ideal, pilihannya adalah menjaga integritas atau mati. Akan tetapi, dunia nyata bukanlah kondisi ideal.

Di dunia ini, integritas jelas mengenal batas. Kadang batasan itu diakibatkan oleh pengaruh eksternal, kadang batasan itu disebabkan oleh pengaruh internal. Masing-masing sisi, eksternal atau internal, memiliki variasinya masing-masing. Variasinya pun bergantung pada waktu dan tempat integritas itu diterapkan oleh seseorang.

Dalam dunia kerja, batasan integritas itu datang dari berbagai arah. Untuk bawahan, batasan integritas datang dari atasan. Bawahan akan menjaga sikap di hadapan para atasannya untuk menghindari hukuman. Untuk atasan, batasan integritas datang dari bawahan. Atasan senantiasa menjaga sikap untuk menghindari rasa malu di hadapan bawahannya. Rekan kerja pun memiliki pengaruh tersendiri. Seseorang bisa jadi menjaga sikap saat berada di sekitar rekan-rekannya.

Dengan pola yang pragmatis seperti itu, integritas menjadi salah satu topeng dalam panggung sandiwara pekerjaan atau kasarnya sebuah bentuk kemunafikan. Integritas hanya dijaga agar terhindar dari hukuman dan rasa malu. Saat seseorang merasa aman dari hukuman dan rasa malu ini, integritas tidak lagi penting untuk dipertahankan.

Saat integritas diperlakukan sebagai topeng, maka tidak heran bila kita melihat banyak pejabat korupsi. Tidak juga kita perlu heran melihat banyak orang selingkuh. Tidak perlu heran bila kita melihat banyak orang pergi meninggalkan kantornya saat jam kerja. Jangan pula heran saat berbagai bentuk penyimpangan, besar atau kecil, terus terjadi di sekitar kita.

Integritas sepantasnya dibatasi oleh diri kita sendiri. Bagi seorang muslim, integritas justru dibatasi oleh keberadaan Allah. Saya sendiri memilih Allah untuk mengawasi integritas saya karena saya sadar manusia itu sering dibohongi dirinya sendiri. Dengan kehadiran Allah dalam hidup saya, saya yakin tidak akan ada yang luput dari pengawasan. Kebohongan sekecil apa pun yang kita lakukan akan diketahui oleh Allah. Kebenaran sekecil apa pun yang kita lakukan akan diketahui oleh Allah. Kondisi seperti ini yang dapat membuat integritas menjadi tanpa batas karena tidak ada pengawas yang lebih baik selain Allah.

Saya sering tegaskan kepada diri saya bahwa istilah terlalu jujur itu sering dipakai secara berlebihan. Bila Anda membocorkan rahasia negara saat peperangan, Anda bisa dikatakan terlalu jujur. Saat Anda membeberkan lokasi keluarga Anda pada kelompok penculik, Anda bisa dikatakan terlalu jujur. Tapi saat Anda mengakui bahwa Anda terlambat masuk kantor saat rekapitulasi absensi mengatakan sebaliknya, ini adalah sebuah bentuk kejujuran; bukan terlalu jujur. Saat atasan tidak di tempat dan Anda bersikeras untuk tetap bekerja, ini adalah sebuah bentuk kejujuran; bukan terlalu jujur.

Bila semua orang membiasakan hidup jujur dimulai dari hal-hal yang kecil sampai hal-hal yang besar, integritas akan terjaga dengan mudah. Dalam kondisi seperti ini, integritas berubah dari sekedar topeng menjadi bagian dari wajah -tidak akan lepas dalam kondisi apa pun. Dan dalam kondisi seperti ini, proses perbaikan individu, masyarakat, bangsa dan negara akan menjadi optimal.

Sudahkah kita hidup jujur hari ini?

Tulisan terkait:
Terlalu Jujur - http://asyafrudin.blogspot.com/2009/10/terlalu-jujur.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar