Kamis, 17 Februari 2011

Istri Bukan Pembantu

Sebuah judul yang menarik minat baca saya. Pertama kali saya melihat judul artikel "Istri Bukan Pembantu", saya bergegas membacanya. Artikel tersebut adalah tulisan Ust. Ahmad Sarwat yang membongkar sempitnya persepsi masyarakat terhadap kedudukan istri dalam rumah tangga; tentunya disertai dalil Al-Qur'an, Sunnah, dan Mahzab para ulama. Tulisan lengkapnya dapat dibaca di sini: http://www.ustsarwat.com/web/foto_berita/istri.pdf.

Dalam tulisan tersebut, Ust. Ahmad Sarwat menjelaskan betapa mulianya kedudukan istri dalam Islam. Sebegitu mulianya sampai-sampai kewajiban mengurus rumah tangga sebenarnya tidak berada di tangan para istri. Jangankan wajib, sunnah pun tidak. Justru para suami yang wajib mengurus semua urusan rumah tangga. Bila para suami tidak mampu melakukannya, maka mereka wajib menyediakan pembantu rumah tangga.

Paparan Ust. Ahmad Sarwat jelas bertolak belakang dengan kondisi saat ini dalam masyarakat (baik di Indonesia maupun di seluruh dunia). Diskriminasi terhadap wanita masih kental. Posisi wanita secara umum dianggap lebih rendah dari pria. Bahkan wanita pun tidak jarang dianggap sebagai sebuah objek ketimbang sebagai seorang manusia yang layak dihormati dan dihargai.

Dalam konteks kehidupan rumah tangga, suami dianggap sebagai seseorang yang WAJIB dipatuhi dan dilayani oleh istri. Penting bagi seorang istri untuk bisa memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, mengurus anak-anak, dan melayani kebutuhan suami. Aturan suami harus dipatuhi dan pendapat suami harus didengar. Hal yang sama belum tentu berlaku sebaliknya untuk istri.

Jelas sekali persepsi masyarakat saat ini berbeda dengan paparan Ust. Ahmad Sarwat. Yang jelas tulisan beliau pun sedikit banyak berlawanan dengan persepsi saya mengenai kedudukan istri. Saya sendiri tidak keberatan urusan rumah tangga dikerjakan pembantu, terutama bila istri saya bekerja. Saya pun tidak pernah keberatan bila istri saya bekerja, terutama bila ilmu (dan ijazah) yang dimilikinya dapat memiliki manfaat yang lebih di luar rumah tangga. Hanya saja saya masih berharap istri saya yang akan mengurus rumah dan anak-anak seandainya saya tidak bisa menyediakan pembantu.

Beruntung sampai saat ini saya berusaha mengalahkan dominasi saya sehingga saya mau membuka hati dan pikiran untuk menerima pendapat-pendapat istri. Dalam mengambil keputusan keluarga, saya selalu menegaskan kepada diri saya bahwa istri itu ibarat penasihat kerajaan. Setiap raja (yang waras) perlu mendengar pendapat dari penasihat kerajaan walau pada akhirnya keputusan ada di tangan raja. Dalam hal ini, istri bukan selir yang cukup mengikuti keputusan raja.

Alhamdulillah saya menemukan tulisan "Istri Bukan Pembantu" dari Ust. Ahmad Sarwat. Paling tidak saya menyadari masih banyak hal lain yang perlu saya pelajari dalam rangka memuliakan istri. Semoga saya tidak terjebak dalam persepsi kolot yang mengatakan bahwa istri adalah pembantu; sadar atau tidak sadar.

4 komentar:

  1. andai semua suami berfikir seperti anda tanpa bertanya dalil apa yg mendasari itu smua..
    pasti bahagia bgt deh..

    BalasHapus
  2. Semoga semakin banyak suami yang menghargai dan menghormati istri mereka sebagaimana mereka menghargai dan menghormati diri mereka masing-masing. Aamiin.

    BalasHapus
  3. Subhanallah, dg imam yg memuliakan istrinya InsyaAllah menjadi keluarga yg sakinah, mawaddah wa rahmah...

    BalasHapus