Di bawah ini saya hanya akan memaparkan butir-butir dari ceramah yang saya pahami dan saya ingat. Hal ini tentunya jauh dari tulisan yang komprehensif, tapi saya rasa butir-butir di bawah ini tidak sulit dipahami atau sampai menimbulkan perbedaan pemahaman.
Beberapa hal yang saya rasa perlu diingat dari ceramah Ust. Ahmad Sarwat tentang mahram ini antara lain:
- Mahram tidak sama dengan Muhrim. Ini adalah kesalahpahaman yang umum di Indonesia. Kedua kata sering dipakai secara bergantian padahal maknanya jauh berbeda. Mahram itu maksudnya wanita yang diharamkan untuk kita (sebagai pria) nikahi. Sementara Muhrim adalah orang yang sedang melakukan ihram (mengenakan pakaian ihram).
- Mahram dapat terjadi karena nasab (hubungan keluarga/darah), pernikahan, dan penyusuan. Yang terakhir sudah jarang ditemukan.
- Mahram karena nasab adalah sebagai berikut:
- Ibu kandung, ibu dari ibu kandung, dan seterusnya ke atas.
- Anak perempuan kandung, anak perempuan dari anak kandung, dan seterusnya ke bawah.
- Saudara perempuan satu ayah-satu ibu, saudara perempuan satu ayah, atau saudara perempuan satu ibu.
- Saudara perempuan ayah (baik lebih tua maupun lebih muda) dan saudara perempuan ibu (baik lebih tua maupun lebih muda).
- Anak perempuan dari saudara laki-laki atau perempuan (baik satu ayah-satu ibu, satu ayah, atau satu ibu).
- Mahram karena pernikahan adalah sebagai berikut:
- Ibu mertua menjadi mahram saat kita menikah. Ibu mertua tetap menjadi mahram walaupun kita sudah berpisah (berpisah karena cerai/mati) dengan istri.
- Anak perempuan dari istri, misalnya saat kita menikahi seorang janda yang sudah memiliki anak perempuan.
- Istri dari anak, yaitu menantu. Menantu tetap menjadi mahram walaupun menantu tersebut sudah berpisah dengan anak kita.
- Mahram karena penyusuan adalah sebagai berikut:
- Perempuan yang menyusui kita.
- Anak perempuan dari perempuan yang menyusui kita.
- Perempuan-perempuan yang disusui oleh perempuan yang sama dengan yang menyusui kita.
Mahram yang dijelaskan di atas adalah mahram yang sifatnya abadi (selamanya). Ada juga mahram yang sifatnya sementara. Contohnya adalah saudara perempuan ipar. Kita (sebagai pria) diharamkan menikahi kakak atau adik dari istri kita kecuali kita sudah berpisah dengan istri kita itu. Sayangnya Ust. Ahmad Sarwat tidak memiliki cukup waktu untuk membahas mahram yang sifatnya sementara ini.
Seorang pria diperbolehkan melihat aurat kecil* dari mahram yang bersifat abadi di atas. Seorang pria diperbolehkan berduaan dan bepergian (tanpa kehadiran orang ketiga) bersama mahram yang bersifat abadi di atas. Seorang pria diperbolehkan bersentuhan kulit dengan mahram yang bersifat abadi di atas dan sentuhan kulit tersebut pun tidak membatalkan wudu.
Semua hal yang diperbolehkan di atas berlaku sebaliknya dengan mahram sementara; apalagi dengan yang bukan mahram. Oleh karena itu kita perlu berhati-hati dengan perempuan yang masuk kategori mahram sementara. Contoh mahram sementara itu antara lain saudara perempuan ipar. Saudara perempuan ipar masuk mahram sementara karena memang haram untuk kita nikahi kecuali kita sudah berpisah (cerai/mati) dengan istri kita.
Sangat disayangkan bahwa Ust. Ahmad Sarwat tidak sempat menjelaskan lebih lanjut mengenai mahram sementara ini. Waktu yang diberikan untuk beliau memang terbatas dengan mempertimbangkan waktu istirahat pegawai di kantor. Untung bagi saya sebab materi yang perlu saya ingat untuk dituangkan dalam tulisan ini pun menjadi tidak terlalu banyak.
Wallahu a'lam.
--
* Penjelasan mengenai aurat kecil tidak saya sertakan karena agak sulit untuk menuangkan penjelasan Ust. Ahmad Sarwat mengenai aurat kecil dalam tulisan ini. Maaf sebelumnya.
Seorang pria diperbolehkan melihat aurat kecil* dari mahram yang bersifat abadi di atas. Seorang pria diperbolehkan berduaan dan bepergian (tanpa kehadiran orang ketiga) bersama mahram yang bersifat abadi di atas. Seorang pria diperbolehkan bersentuhan kulit dengan mahram yang bersifat abadi di atas dan sentuhan kulit tersebut pun tidak membatalkan wudu.
Semua hal yang diperbolehkan di atas berlaku sebaliknya dengan mahram sementara; apalagi dengan yang bukan mahram. Oleh karena itu kita perlu berhati-hati dengan perempuan yang masuk kategori mahram sementara. Contoh mahram sementara itu antara lain saudara perempuan ipar. Saudara perempuan ipar masuk mahram sementara karena memang haram untuk kita nikahi kecuali kita sudah berpisah (cerai/mati) dengan istri kita.
Sangat disayangkan bahwa Ust. Ahmad Sarwat tidak sempat menjelaskan lebih lanjut mengenai mahram sementara ini. Waktu yang diberikan untuk beliau memang terbatas dengan mempertimbangkan waktu istirahat pegawai di kantor. Untung bagi saya sebab materi yang perlu saya ingat untuk dituangkan dalam tulisan ini pun menjadi tidak terlalu banyak.
Wallahu a'lam.
--
* Penjelasan mengenai aurat kecil tidak saya sertakan karena agak sulit untuk menuangkan penjelasan Ust. Ahmad Sarwat mengenai aurat kecil dalam tulisan ini. Maaf sebelumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar