Bicara soal keteraturan sosial yang didasari kesadaran untuk mengutamakan kepentingan umum, saya teringat akan banyak insiden dalam hidup saya sehari-hari yang menunjukan kondisi sebaliknya. Contoh yang paling sering saya temukan adalah saat seorang pengendara motor berjalan santai di tengah jalan sambil mengirim pesan dengan BlackBerry miliknya.
Contoh lain, yang masih sangat segar di ingatan, adalah saat seorang supir angkot mengisi bensin dan membiarkan mesinnya menyala seraya menerima telepon masuk. Mungkin supir itu tidak tahu resiko menyalakan mesin dan menerima telpon saat mengisi bensin, tapi yang sulit ditolerir adalah saat supir itu tidak terlalu peduli saat ditegur petugas SPBU.
Mungkin akibat kesembronoan yang sama itu mobil saya akhirnya kena serempet sedan dari arah berlawanan yang keluar dari jalur. Saya sempat berpikir pengendara sedan itu sedang sibuk dengan _smartphone_ miliknya sehingga dia tidak memperhatikan jalan. Apalagi setelah kejadian itu dia sama sekali tidak berhenti walau untuk sekedar meminta maaf.
Sehari sebelum tulisan ini saya buat, sebuah sepeda motor selip saat memaksa menyalip dari sisi kiri kendaraan lain. Posisi motor itu tidak jauh di depan motor saya. Untung saya menjaga jarak aman sehingga saya tidak menabrak motor itu saat saya injak rem mendadak.
Pengendara motor yang cek SMS atau menerima telepon cukup sering saya temui. Sepertinya mereka lebih memilih mengambil resiko menabrak atau ditabrak ketimbang berhenti sebentar saat cek SMS atau terima telepon. Pengendara mobil pun tak sedikit yang melakukan hal tersebut.
Ada lagi contoh lain, yaitu saat dua motor berjalan bersampingan. Saat mengendarai motornya itu mereka mengobrol. Tentunya mudah untuk kita bayangkan dua motor berjalan bersampingan dengan kecepatan rendah. Hal ini benar-benar mengganggu kenyamanan pengguna jalan lain.
Contoh lain tentunya segudang. Contohnya ada baik di antara pengendara motor maupun di antara pengendara mobil. Itu baru bicara contoh orang-orang yang tidak peduli kepentingan umum di jalan raya. Belum bicara keegoisan di tempat-tempat lain selain jalan raya.
Pengendara yang mengambil dua lahan parkir untuk memarkir mobilnya. Orang yang menyelak antrian di kasir _hypermarket_. Perokok yang merokok di kantor, angkutan umum, atau tempat umum lainnya. Orang-orang yang membuang sampah sembarangan. Dan masih banyak lagi contoh ketidakpedulian terhadap kepentingan umum.
Potret orang-orang yang mengutamakan kepentingan masing-masing itu pada akhirnya dapat menggambarkan karakter masyarakat yang rapuh. Masyarakat yang kepedulian sosialnya hanya muncul saat terjadi bencana besar. Itu pun datangnya dari balik zona nyaman masing-masing individu. Saat zona nyaman itu belum terbentuk, kepedulian sosial tenggelam ditelan ombak kepedulian pribadi dan golongan.
Setiap muslim tentunya tahu bahwa berjamaah itu lebih baik dibandingkan sendirian; mulai dari shalat hingga perbuatan baik lainnya. Jepang yang dilanda gempa, tsunami, dan radiasi nuklir beberapa waktu yang lalu pun sudah membuktikan hal ini. Kalau kita semua hanya mementingkan diri kita sendiri, maka kita tidak akan pernah menjadi kelompok, masyarakat, dan bangsa yang kuat dan tahan goncangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar