Kamis, 14 April 2011

Mengurangi Stres Negatif Saat Pulang-Pergi Kerja

Senin sampai Jum'at adalah hari yang melelahkan. Bukan melelahkan karena kita harus bekerja, tapi melelahkan karena kita harus melewati hiruk-pikuk kemacetan di jalan raya menuju tempat kita bekerja. Rasa lelah itu yang saya -dan mungkin juga Anda- rasakan setiap pagi dan sore hari setiap hari kerja di belantara Jakarta ini.

Stres yang muncul akibat kemacetan itu mengakibatkan efek samping yang buruk bagi kehidupan. Saat berangkat kerja, perjalanan yang melelahkan dan menambah stres itu sudah pasti menguras energi yang seharusnya dapat kita manfaatkan untuk bekerja. Saat pulang kerja, perjalanan yang sama akan semakin menguras energi yang seharusnya dapat kita manfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga.

Belum lagi kalau kita mengalami masalah di tengah perjalanan, tingkat kesabaran kita akan menurun drastis. Rendahnya tingkat kesabaran kita tentu memberikan efek negatif tersendiri baik di lingkungan pekerjaan maupun di tengah-tengah keluarga kita. Sumbu amarah kita menjadi lebih pendek sehingga sedikit kesalahan saja akan membuat kita kesal bukan main.

Alhamdulillah sejak beberapa bulan yang lalu saya berhasil mengurangi stres negatif saat melakukan perjalanan pulang-pergi kerja ini. Tidak ada trik khusus yang saya lakukan dalam hal ini. Saya hanya beruntung menemukan rute pulang-pergi kantor dengan menggunakan sepeda motor yang terbilang nyaman. Bila dibandingkan dengan rute dan media transportasi lain yang pernah saya gunakan, rute terbaru ini adalah yang paling nyaman dan paling singkat waktu tempuhnya.

Awalnya rute sepeda motor yang terpikir oleh saya adalah melewati jalur Cipulir-Ciledug-Kebayoran Lama-Blok M-Senopati. Jalur ini adalah jalur neraka (karena melibatkan Cipulir, Ciledug, dan Kebayoran Lama), baik saat berangkat kerja maupun saat pulang kerja. Saya langsung beralih ke pilihan lain. Pilihan berikutnya adalah menggunakan transportasi umum melewati jalur Alam Sutera-Kebon Jeruk-Tomang-Semanggi. Bagian yang paling menyulitkan adalah waktu kedatangan bus yang tidak menentu. Resiko saya terlambat menjadi lebih besar, kecuali saya mau berangkat jam 05.30 pagi (atau lebih pagi lagi).

Alternatif lain yang saya coba adalah mobil pribadi. Jalur yang saya lewati adalah BSD City-Tol Serpong-Tol JORR-Citos-Antasari-Prapanca-Blok M-Senopati. Dibandingkan dengan transportasi umum, pilihan ini memungkinkan saya berangkat lebih siang (maksimal jam 6 pagi). Sayangnya menggunakan mobil pribadi memiliki dampak yang sangat besar terhadap jumlah pengeluaran saya. Saya bahkan sempat mengakali dengan menghindari Tol JORR, tapi penghematan yang didapat tidak terlalu signifikan.

Akhirnya pilihan saya jatuh pada rute yang sudah saya gunakan selama berbulan-bulan ini, yaitu rute sepeda motor melewati Parigi Lama-Bintaro-Veteran-Pondok Indah-Radio Dalam-Panglima Polim-Senopati. Sampai saat ini, rute ini dapat dikatakan sebagai rute impian. Jarak tempuh paling dekat, waktu tempuh pun paling singkat, dan tentunya pengeluaran paling irit.

Kendaraan umum dan mobil pribadi memang memiliki kelebihannya sendiri-sendiri seperti kenyamanan dan akses jalan tol. Hanya saja urutan prioritas saya membuat saya bersyukur saya menemukan rute alternatif melewati Bintaro ini. Satu-satunya hal yang perlu saya pikirkan adalah bagaimana mengurangi bawaan di tas agar beban di punggung saat mengendarai motor bisa berkurang.

Walaupun begitu, kesabaran tetap merupakan hal yang krusial untuk bisa menekan stres negatif di jalan raya Ibukota. Pemicu emosi (atau stres negatif) itu senantiasa ada. Entah karena ada Metro Mini yang melaju kencang tanpa lihat kiri-kanan, pengendara lain yang tiba-tiba memotong jalan, atau kendaraan super pelan yang menghalangi jalan, atau angkutan umum yang berhenti mendadak. Berkendara tanpa kesabaran sama saja dengan bunuh diri pelan-pelan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar