7 (tujuh) hari terakhir ini adalah neraka. Sounds familiar? Saya yakin kita semua pernah kelelahan melewati hari-hari yang penuh cobaan. Saya pun yakin tidak hanya 1-2 kali rangkaian hari-hari melelahkan itu datang menghampiri kita. Kali ini, neraka yang saya lalui dimulai dari penyakit Mastitis yang diderita istri.
Istri saya divonis menderita penyakit Mastitis sejak hari Senin. Sejak hari Senin itu, istri saya terpaksa terus beristirahat di tempat tidur karena badannya terasa nyeri untuk melakukan berbagai aktivitas. Alhasil tenaga yang tersedia untuk mengurus dan merawat Yelena berkurang 1 (satu) orang. Yang tersisa hanya saya dan seorang pembantu yang belum terbiasa merawat bayi balimbul (bawah lima bulan). Untungnya saya tidak lagi canggung menggendong, mengganti popok, memandikan, dan menidurkan Yelena. Jadi, walaupun peran istri saya menjadi terbatas pada menyusui, life goes on.
Keberuntungan lain terkait masalah waktu. Berhubung saya sudah ada di penghujung masa kerja saya (Senin depan saya sudah mulai kuliah), maka tanggung jawab saya di kantor pun jauh berkurang. Atasan saya pun memperkenankan saya untuk tidak masuk kantor agar saya bisa meluangkan lebih banyak waktu di rumah. Walaupun saya harus bolak-balik rumah-kantor selama 5 (lima) hari berturut-turut, saya tetap bersyukur bahwa saya masih bisa membantu meringankan beban istri saya.
Seharusnya hari Jumat adalah hari terakhir masa-masa melelahkan tersebut karena itu adalah hari terakhir saya harus masuk kerja. Hari Jumat itu saya lewati dengan bahagia. Saya sudah sempat berpamitan ke atasan-atasan dan teman-teman di kantor. Barang-barang saya pun sudah saya benahi dan saya bawa pulang sehari sebelumnya. Saya sudah siap menempuh hidup baru --sebagai mahasiswa.
Rupanya "neraka" itu masih berlanjut. Sepulangnya saya dari acara orientasi mahasiswa baru pada Jumat malam, BRAAAK! Motor saya tergelincir. Saya terjatuh di sebuah persimpangan antara Harmoni dan Grogol. Untungnya masih ada pengendara motor yang berbaik hati untuk berhenti dan membantu saya berdiri dan berjalan ke pinggir jalan. Seorang pengendara motor lain ikut berhenti dan membantu membawa motor saya ke pinggir.
Untungnya kecepatan motor saya tidak terlalu tinggi. Badan masih kuat untuk meneruskan perjalanan pulang dan motor pun masih cukup prima untuk mengantarkan saya pulang. Berbagai luka di tangan dan kaki pun tidak menghambat saya untuk meneruskan perjalanan --walaupun saya harus menahan nyeri sepanjang perjalanan pulang itu. Untungnya hari sudah malam sehingga tidak ada macet sepanjang perjalanan. Rasa sakit di sekujur badan pun tidak terlalu mengganggu karena saya tidak perlu berhenti akibat macet.
Sesampainya di rumah, saya segera membersihkan luka-luka saya. Tangan kanan 2 (dua) tempat, tangan kiri 3 (tiga) tempat, kaki kanan 3 (tiga) tempat, kaki kiri bebas luka. Badan terasa sakit di beberapa bagian, tapi untungnya tidak ada yang serius. Alhamdulillah tidak ada satu pun tulang yang patah.
Celana panjang kesayangan terpaksa saya buang karena sobek akibat gesekan dengan aspal. Jaket yang saya gunakan agak sobek di bagian lengan kanan dan kiri, tapi untungnya jaket itu bisa dipakai bolak-balik. Smartphone saya yang terkena benturan saat saya jatuh ternyata tidak bermasalah. Barang-barang lainnya yang saya bawa pun masih utuh.
Secara sekilas kondisi motor saya masih baik-baik saja, tapi tetap terlihat ada yang perlu diperbaiki. Kerusakan yang bisa saya identifikasi sendiri adalah tuas rem tangan, pijakan kaki sebelah kanan, dan spion kanan. Kondisi motornya sendiri secara keseluruhan masih layak jalan --kalau saja stangnya tidak miring ke kanan. Sayangnya saya belum bisa memeriksa motor di bengkel langganan, tapi saya optimis kerusakannya tidak banyak.
Semua kemungkinan kerugian finansial itu pun tidak akan terasa terlalu berat karena Jumat siang saya masih sempat menerima honor dengan jumlah yang besar. Saya rasa sebesar apa pun kerugian finansial saya, cash flow bulanan saya tidak akan terganggu --walaupun untuk sementara saya perlu taksi untuk bepergian.
Yang menjadi beban pikiran adalah Yelena. Dengan kecelakaan yang saya alami, tenaga yang tersedia untuk mengurus Yelena pun semakin berkurang. Saat saya menulis di sini, kondisi istri memang sudah membaik, tapi tetap saja istri saya belum pulih 100%. Untungnya luka di tangan tidak terlalu parah sehingga saya masih bisa membantu mengurus Yelena --walaupun tidak dengan kapasitas 100%.
Masih ada keberuntungan-keberuntungan lain yang patut saya syukuri. Fakta bahwa saya terjatuh pada hari Jumat itu patut disyukuri karena saya memiliki waktu 2 (dua) hari untuk beristirahat sebelum mulai aktif kuliah. Yelena pun sudah bisa menggunakan pampers --sebelumnya kulitnya selalu mengalami iritasi-- sehingga saya atau istri saya untuk sementara tidak perlu repot mencuci clodi (cloth diapers). Dan masih banyak keberuntungan-keberuntungan lain yang agaknya akan terlalu banyak bila saya paparkan satu per satu di sini.
Sesungguhnya bersama kesulitan itu memang ada kemudahan. Yang menjadi masalah adalah kita lebih sering disibukkan oleh hal-hal yang sulit sehingga kita tidak bisa melihat kemudahan-kemudahan yang kita dapatkan. Pikiran kita seringkali terlalu fokus pada musibah yang kita hadapi sehingga kita tidak menyadari berbagai nikmat yang kita terima di saat musibah itu terjadi. Alhasil musibah yang sudah berat akan terasa semakin berat karena pikiran kita hanya diisi oleh hal-hal yang memberatkan kita.
Menghitung nikmat adalah sebuah proses tak berujung karena kenikmatan yang kita terima itu juga sama-sama tak berujung --kecuali kita sudah mati. Proses tak berujung itu kita lakukan agar kita bisa senantiasa menghargai apa yang sudah kita miliki dan apa yang masih kita miliki saat kita sedang kehilangan berbagai hal. Dengan menghitung nikmat, pikiran kita akan terarah kepada hal-hal yang positif dan hidup kita akan terasa jauh lebih ringan. Jadi, sudah berapa nikmatkah yang Anda terima hari ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar