Selasa, 31 Agustus 2010

Dunia Wanita yang Memprihatinkan

Seringkali saya merasa bahwa dunia saat ini masih memperlakukan wanita sebagai objek untuk meningkatkan daya tarik. Banyak iklan, dalam berbagai bentuk, yang menggunakan wanita sebagai modelnya walaupun pada kenyataannya tidak terlalu relevan. SPG (Sales Promotion Girl) tentunya lebih banyak terlihat ketimbang SPB (Sales Promotion Boy). Kelihatannya SPB lebih cenderung ditempatkan di gudang atau bagian angkut barang.

Untuk urusan bisnis, wanita pun punya andil yang signifikan. Saat mengajukan penawaran ke klien, sales wanita lebih diutamakan; apalagi kalau klien yang dituju adalah pria. Bagian layanan pelanggan pun umumnya mempekerjakan para wanita untuk menerima keluhan pelanggan. Alasannya kemungkinan besar karena suara wanita lebih enak didengar ketimbang suara pria.

Contoh-contoh di atas mungkin tidak representatif; atau bahkan salah. Mungkin saja para wanita lebih dihargai karena kemampuan dan prestasinya, tapi tetap saja penilaian terhadap wanita tidak lepas dari kondisi fisiknya. Entah itu parasnya, bentuk tubuhnya, suaranya, atau kondisi fisik lainnya, penilaian terhadap potensi wanita sepertinya sangat subjektif.

Eksploitasi terhadap wanita ini sudah membentuk opini umum tentang cantik dan seksi, baik secara sadar maupun tidak sadar. Terbentuknya opini umum ini tentunya tidak lepas dari peran industri mode yang iklan-iklannya secara spesifik membentuk citra seorang wanita yang cantik dan seksi itu. Akhirnya para wanita berbondong-bondong merubah dirinya menjadi cantik dan seksi.

Saya pribadi tidak menentang usaha seseorang, baik pria maupun wanita, menuju keindahan diri. Hanya saja menurut saya usaha ini kerap berbalik menjadi memprihatinkan. Mereka yang berkulit hitam ingin berkulit putih hanya karena cantik itu identik dengan putih walaupun mereka yang mengeluarkan uang banyak untuk produk kecantikan. Mereka yang gemuk ingin menjadi lebih kurus hanya karena seksi itu identik dengan langsing. Mereka pun tak segan menjaga pola makan (kadang sampai ke titik ekstrim), membeli obat-obatan pengecil lingkar pinggang, dan mengikuti berbagai perawatan tubuh untuk mendapatkan tubuh yang langsing.

Tinggi badan pun tidak luput dari perhatian para wanita. Berhubung cantik dan seksi itu tidak lepas dari kata "semampai", banyak wanita pun mengejar tinggi badan yang memadai untuk melengkapi kulitnya yang putih dan badannya yang langsing. Putih, tinggi, langsing menjadi tiga kata yang krusial untuk mendefinisikan cantik dan seksi. Itu pun bila mereka tidak memasukan hal-hal sepele seperti bibir, hidung, alis mata, payudara, atau hal-hal sepele lainnya.

Yang lebih memprihatinkan lagi adalah kondisi di atas itu tidak kenal usia. Dari anak perempuan yang masih duduk di sekolah dasar sampai wanita yang sudah pantas dipanggil "nenek" hidup dengan kondisi yang memprihatinkan tersebut. Anak SD sudah tahu bagaimana caranya terlihat cantik. Nenek-nenek tetap tahu bagaimana caranya terlihat cantik. Anak SD sudah akrab dengan dandanan. Nenek-nenek tetap berdandan layaknya wanita usia 30-an.

Dunia wanita begitu memprihatinkan. Keprihatinan ini mungkin akan lebih terasa saat kita mendengar komentar seorang pria jomblo yang tidak pernah puas dengan kecantikan gadis-gadis yang dikenalkan orang lain kepadanya. Hal ini tentu saja menjelaskan kenapa pria itu tetap jomblo. Rasa prihatin itu akan timbul saat kita mendengar kisah seorang suami yang selingkuh demi wanita yang lebih cantik. Belum lagi cerita bagaimana seorang wanita cerdas dan berprestasi tidak kunjung mendapatkan pasangan karena dirinya kurang cantik. Dan masih banyak lagi cerita-cerita memprihatinkan lainnya.

Entah siapa yang harus disalahkan atas terbentuknya dunia seperti itu? Dunia mode, dunia periklanan, dunia bisnis, para pria, atau para wanita itu sendiri? Entah ada berapa faktor yang akhirnya menyebabkan para wanita harus bersaing untuk terlihat cantik dan seksi. Satu hal yang pasti, para pria punya andil. Mereka yang melihat wanita lewat syahwatnya dan mengukur potensi wanita lewat ukuran dada dan pinggulnya tentunya punya andil yang sangat besar.

Penulis pun seorang pria yang tidak lepas dari tanggung jawab itu, tapi tulisan ini bukan sebuah topeng kemunafikan yang dipakai saat menulis. Tulisan ini merupakan bagian dari proses introspeksi diri karena sebuah perubahan besar hanya dapat terjadi bila setiap orang yang terlibat mau melakukan perubahan yang sama pada dirinya sendiri.

5 komentar:

  1. itu merupakan udah fitrah dari kehidupan ini ...
    dimana wanita merupakan salah satu dari tipu daya dunia selain (harta, tahta)...

    BalasHapus
  2. Ga ada yang harus disalahkan, itu memang ujiannya dunia. Dan yang namanya ujian mau ga mau akan selalu ada, tinggal kitanya bisa mengatasinya atau gak.

    BalasHapus
  3. Terima kasih atas komentarnya. Sayangnya lewat tulisan di atas saya hanya bermaksud melihat dunia wanita sebagai dunia wanita, bukan sebagai ujian. Konteks tulisan di atas tidak terarah -atau paling tidak belum saya arahkan- pada sesuatu yang sakral/religius.

    Tulisan di atas adalah sebuah komentar terhadap peliknya kehidupan seorang wanita di jaman sekarang ini. Dalam hal kondisi fisik, para wanita seperti berada dalam kompetisi tanpa henti. Ada banyak faktor yang mendorong mereka untuk terus berkompetisi. Faktor-faktor ini yang membuat dunia mereka menjadi begitu memprihatinkan.

    Menurut ajaran Islam, para wanita memang "ditakdirkan" menjadi bagian dari tipu daya dunia. Tapi apakah takdir ini dapat membenarkan kondisi dunia wanita saat ini? Seharusnya tidak. Kondisi ini seharusnya bisa diubah sehingga para wanita dapat dihargai lebih dari sekedar kecantikannya.

    Apakah memang tidak ada yang perlu disalahkan? Kalau kondisi sesuatu berubah menjadi prihatin, saya rasa ada faktor-faktor yang perlu disalahkan. Faktor-faktor ini yang perlu ditunjuk sebagai pihak yang bertanggung jawab atas perubahan yang memprihatinkan itu. Dengan mengetahui sumber masalah tentu akan lebih mudah memperbaiki sebuah masalah.

    Kalau saja industri mode tidak terlalu menggenjot para wanita untuk memperhatikan paras dan tubuhnya, mungkin kondisi dunia wanita akan berbeda. Kalau saja masyarakat tidak terlalu mengelu-elukan wanita yang cantik dan seksi, mungkin kondisi dunia wanita akan berbeda. Kalau saja masyarakat mau lebih memperhatikan kecantikan pribadi ketimbang kecantikan fisik, mungkin kondisi dunia wanita akan berbeda.

    Sebenarnya hal yang sama juga terjadi di dunia pria. Para pria kadang disibukan dengan six-pack, ketombe, tinggi badan, kulit muka, atau hal-hal fisik lainnya. Hanya saja eksploitasi terhadap hal-hal fisik ini pada para pria tidak separah dengan para wanita.

    BalasHapus
  4. nice article..
    izin ngelink blognya ya mas...

    BalasHapus