Selasa, 11 Oktober 2011

Rok Mini dan Pemerkosaan

Peluit Pemerkosa(an)
Sesekali waktu saya ingin menulis tentang pemerkosaan di blog ini. Walau bagaimana pun, pemerkosaan dan pernikahan memiliki keterkaitan langsung. Keduanya sama-sama memiliki awalan "pe-" dan akhiran "-an". Lalu apakah pembahasan mengenai pemerkosaan ini telat? Mungkin saja. Topik ini sempat melejit di media sampai mendorong munculnya demonstrasi yang ingin menegaskan bahwa rok mini itu tidak ada hubungannya dengan pemerkosaan. Pada akhirnya topik itu hilang dengan sendirinya seiring dengan berkurangnya laporan terkait di media. Typical.

Telat atau tidak, saya tetap lanjutkan.

Jadi, esensi dari kontroversi di atas itu adalah adanya pihak yang menolak pernyataan yang mengkaitkan pemerkosaan dengan rok mini. "Jangan salahkan rok mininya. Salahkan pemerkosanya." Kira-kira seperti itu bunyi penolakan yang muncul dalam kontroversi terkait. Denial? Nanti dulu. Jangankan denial, mungkin saja masalah ini tidak masuk kategori kontroversi.

Kita sama-sama sepakat bahwa pihak yang salah, yaitu yang wajib dihukum, dalam sebuah kasus pemerkosaan adalah pemerkosanya. Korban pemerkosaan, apa pun pakaiannya, tidak layak disalahkan atau dihukum. Rasanya mengenaskan bila korban pemerkosaan, yang kemungkinan besar akan mengalami trauma, justru kehilangan dukungan dari masyarakat yang ikut menudingnya turut andil dalam pemerkosaan itu.

Sebagaimana kita ketahui bersama, pemerkosaan itu bergantung pada 4 (empat) faktor utama, yaitu pelaku, korban, waktu, dan lokasi. Di masing-masing faktor tersebut, ada sekumpulan faktor-faktor turunan lain yang perlu diperhatikan. Waktu dan lokasi memiliki peran penting dalam konteks pemerkosaan. Apa mungkin pemerkosaan terjadi di tengah keramaian pada siang hari? Kalau mungkin, itu artinya moral masyarakat di sekitar lokasi tersebut sudah bobrok sebobrok-bobroknya.

Faktor pelaku tentu saja lebih dominan dibandingkan waktu atau lokasi. Pemerkosaan dapat terjadi di tempat-tempat yang tidak kita bayangkan. Seorang gadis mungkin saja diperkosa di rumahnya sendiri; misalnya saat gadis itu memang sedang sendirian di rumah. Siang atau malam bisa jadi tidak relevan dalam konteks pemerkosaan; yang penting lokasinya sepi. Jelas sekali bahwa faktor penentu terjadinya pemerkosaan adalah pelakunya sendiri.

Saat seseorang tidak mampu lagi membendung hasrat seksualnya, tidak memiliki penyaluran yang sah, dan (secara tidak sadar) membenarkan pemerkosaan, maka pemerkosaan ini kemungkinan besar akan terjadi. Pemerkosaan mungkin saja terjadi tidak hanya pada wanita dengan rok mini, tapi mungkin saja terjadi pada wanita yang mengenakan pakaian yang tertutup. Pakaian yang dipakai korban pemerkosaan menjadi tidak relevan. Wanita muslim yang mengenakan jilbab panjang pun tidak akan lepas dari ancaman pemerkosaan.

Dari gambaran di atas, faktor pelaku terlihat jelas sebagai faktor dominan dalam pemerkosaan. Waktu, lokasi, bahkan korban sekali pun tidak dapat menyaingi dominasi faktor pelaku dalam setiap "sesi" pemerkosaan. Kalau faktor korban saja tidak dominan, apalagi rok mini (yang merupakan faktor turunan dari faktor korban).

Jadi, rasanya wajar kalau ada pihak yang menolak bila rok mini ikut disalahkan dalam masalah pemerkosaan. Yang perlu disorot memang pelakunya. Apa yang membuat pelaku pemerkosaan itu melakukan aksinya? Apakah terpaan pornografi yang diakses lewat Internet? Apakah perilaku tidak senonoh yang didapat lewat film? Apakah ada faktor-faktor lain yang membuat pelaku berani memperkosa wanita lain? Justru hal-hal seperti ini yang perlu disorot; dan tentu saja dibenahi.

Apakah itu artinya rok mini tidak memiliki pengaruh apa pun? Justru sebaliknya. Keberadaan rok mini juga turut andil mendorong hasrat seksual. Hanya saja rok mini di sini bukan sekedar rok mini pemerkosanya. Rok mini yang dimaksud adalah rok mini yang dipakai wanita di ruang publik dan bebas dipelototi pria-pria mata trolley (mata keranjang tidak lagi representatif). Rok mini yang dimaksud adalah rok mini yang dipakai berbagai aktris dan model dan dapat dikonsumsi secara bebas lewat media elektronik.

Ya, rok mini tetap memiliki andil. Akan tetapi, jangan memandang rok mini ini dengan kacamata kuda. Masih ada banyak faktor lain yang turut andil mempertahankan angka kasus pemerkosaan di Indonesia; atau bahkan di seluruh dunia. Semua faktor ini harus diperhatikan dan dibenahi sesuai prioritasnya. Tidak sepantasnya kita menyoroti satu-dua hal yang trivial semata untuk mengatasi masalah pemerkosaan.

Lalu bagaimana dengan kebebasan berpakaian? Sesuai dengan alur pembahasan saya di atas, silakan saja para wanita menggunakan rok mini. Yang perlu diingat adalah, walaupun rok mini tidak sepantasnya disalahkan, rok mini tetap memiliki andil memancing datangnya pemerkosaan. Pemerkosaan memang tetap saja bisa terjadi terlepas dari korban memakai pakaian minim atau pakaian tertutup, tapi pemilihan pakaian ini merupakan bagian dari kehati-hatian yang menjadi tanggung jawab setiap individu terhadap dirinya sendiri.

Bila rumah kita kosong selama beberapa hari, apakah kita akan mengumumkannya ke lingkungan sekitar? Bukankah pengumuman itu ibarat memancing datangnya pencuri? Kalau kita sedang naik bus atau kereta saat jam sibuk, apakah kita akan menyimpan dompet kita di saku celana (atau tempat lain yang mudah dijangkau)? Bukankah sikap seperti ini ibarat memancing datangnya pencopet?

Dalam dua contoh di atas, kalau rumah kita dibobol pencuri, maka yang patut disalahkan adalah pencuri. Tapi bukankah kita turut andil memudahkan pencuri itu untuk membobol rumah kita? Kita pun "bersalah". Kemudian kalau dompet kita dicopet, maka yang patut disalahkan adalah pencopet. Tapi bukankah kita turut andil memudahkan pencopet itu mengambil dompet kita? Kita pun "bersalah".

Saya rasa dua contoh di atas tidak jauh berbeda dengan seorang wanita yang menggunakan rok mini di ruang publik. Kalau sampai wanita ini diperkosa oleh seorang (atau kemungkinan besar beberapa orang) pria, maka yang patut disalahkan adalah (para) pemerkosanya. Tapi bukankah wanita ini turut andil memancing terjadinya pemerkosaan itu? Wanita ini pun "bersalah".

Rok mini memang tidak sepantasnya menjadi sorotan utama dalam kasus pemerkosaan. Rok mini memang tidak sepantasnya dituding sebagai dalang kasus pemerkosaan. Akan tetapi, dengan menggunakan rok mini, para wanita dapat dikatakan sedang memperbesar resiko diperkosa. Dengan menggunakan rok mini, para wanita dapat dikatakan lalai. Dan kelalaian itu sudah jelas memiliki andil dalam setiap kasus kejahatan.

Kesimpulannya?

Pakaian yang dipakai korban tidak bisa dijadikan alasan atau bahkan pembenaran dalam kasus pemerkosaan, tapi bersikap hati-hati (menjaga diri) dengan berpakaian sopan dan tidak minim sebaiknya diutamakan.

2 komentar:

  1. setuju dengan tulisan ini, alhamdulillah sheno walaupun nggak pakai baju tapi nggak ada juga yang mau memperkosa ;D

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah. Gak kebayang deh kalau ada yang mau memperkosa Sheno. :-D

    _barusan mampir ke Sheno World_

    BalasHapus