Kamis, 09 Januari 2014

Rumah Ramah Batita

Tepat tanggal 4 Januari 2014, Yelena Pramudita Amira memasuki bulan ke-7 dalam hidupnya. 6 bulan penuh suka dan duka sudah kami (saya dan +Ratna Aditia) lewati bersama Yelena; Raito dan Aidan tentu saja tidak ketinggalan. Sedikit ceritanya bisa ditemukan di 19 Hari Kemudian. Di bulan ke-7 ini, waktunya bagi Yelena untuk makan MPASI (Makanan Pendamping ASI) dan bagi saya untuk mulai merapikan barang-barang yang dapat dijangkaunya saat dia belajar berdiri dan berjalan kelak.

Soket Listrik*
Momennya memang tepat. Yelena memasuki bulan ke-7 saat saya sedang libur kuliah. Hal ini menjadi pengingat bahwa waktu libur kuliah ini harus saya manfaatkan untuk membuat rumah saya menjadi lebih ramah batita. Membuat rumah menjadi ramah batita ini sebenarnya bukan urusan rumit, tapi kalau tidak dilakukan bisa berakibat fatal. Fatal seperti apa? Contoh paling sederhana adalah soket listrik yang terlalu rendah. Soket listrik yang terlalu rendah membuka kesempatan bagi seorang batita untuk memasukan jari mungilnya ke dalam soket listrik itu dan menimbulkan risiko terkena sengatan listrik. Untuk meminimalisir risiko ini, soket listrik yang terlalu rendah harus ditutup dengan baik.

Tujuan dari membuat rumah ramah batita adalah untuk meminimalisir risiko-risiko yang sejenis dengan contoh soket listrik yang rendah di atas. Untungnya bagi saya, urusan listrik ini tidak menjadi pikiran karena semua soket listrik di rumah saya tingginya mencapai kisaran 1,5 meter. Yang tersisa adalah memastikan bahwa tidak ada kabel-kabel ekstensi yang posisinya dapat dijangkau oleh Yelena. Hal ini bukan masalah besar.

Selepas urusan listrik, hal berikutnya yang perlu disesuaikan adalah meja-meja pendek. Meja-meja pendek yang mudah goyah (umumnya yang berkaki tunggal) dan meja-meja pendek dengan ujung lancip perlu diperhatikan. Di antara meja-meja pendek ini, perhatian utama saya tujukan pada meja yang mudah goyah karena risiko tertimpa meja dan risiko akibat tertimpa meja itu cukup besar. Untuk urusan meja-meja pendek ini pun tidak menjadi pikiran bagi saya karena meja-meja pendek di rumah saya bukan tipe yang mudah jatuh. Langkah ekstra yang dapat diambil adalah memberi lapisan tumpul pada ujung meja yang lancip, tetapi langkah ekstra ini tidak saya ambil karena alasan yang tidak bisa saya ceritakan di sini (baca: malas).

Kunci Tempel
Setali tiga uang dengan meja adalah laci/lemari, yaitu laci-laci/lemari-lemari berposisi rendah yang tidak memiliki kunci. Untuk perabot seperti ini, alternatif paling praktis adalah dengan membeli sejenis kunci yang bisa ditempel. Dengan begitu, saya tidak perlu repot-repot pasang baut dan merusak laci/lemari yang saya miliki. Di rumah saya saat ini hanya ada 1 (satu) set laci seperti itu sehingga saya tidak perlu membeli terlalu banyak kunci tempel. Dari beberapa pilihan yang ada, kunci tempel yang saya gunakan ada 2 (dua) jenis seperti pada gambar di atas. Kunci tempel seperti di atas memang praktis karena mudah dipasang, tapi seperti yang dikatakan kawan saya, +Aresto Yudo, kunci seperti ini mungkin tidak bertahan terlalu lama seiring dengan bertambah kuatnya daya betot Yelena.

Rak Tempel
Setelah listrik, meja dan berbagai laci/lemari, hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah peralatan/dekorasi. Perabot-perabot rumah harus saya amankan dari jangkauan Yelena kelak. Beruntung saya dan istri bukan tipe orang yang gemar menghias rumah sehingga urusan perabot ini tidak terlalu rumit. Satu-satunya hal yang perlu saya pikirkan adalah trio dekoder TV kabel-modem Internet-WiFi Router. Hal ini yang memaksa saya untuk membeli bor listrik, papan kayu (beserta penyangganya), dan perlengkapan lainnya untuk membuat rak tembok sederhana seperti gambar di samping.

Satu hal lagi yang perlu saya perhatikan adalah masalah akses. Yelena pasti akan pergi ke mana saja dia mau dan tempat-tempat seperti dapur, kamar mandi, atau bahkan di luar rumah merupakan petualangan baru yang senantiasa menarik bagi dirinya. Akses seperti ini perlu diperhatikan karena masing-masing lokasi membawa risikonya sendiri, misalnya dapur dengan perabot dapurnya, kamar mandi dengan licinnya, dan luar rumah dengan... segala risikonya.

Pagar Untuk Batita*
Langkah paling mudah untuk urusan akses ini adalah dengan membeli pagar buatan yang umumnya terbuat dari bahan plastik seperti pada gambar di samping. Pagar buatan ini jelas lebih praktis bila dibandingkan dengan harus menambah pintu kecil untuk menjaga agar Yelena tidak keluyuran. Walaupun begitu, saya pribadi tidak terlalu ambil pusing untuk urusan akses ini. Yang saya lakukan adalah menegaskan kepada setiap orang dewasa di rumah saya bahwa Yelena tidak boleh ditinggal sendirian. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa Yelena tidak akan melakukan aktivitas yang memiliki risiko tinggi.

Urusan akses ini menjadi penting bagi para batita yang tinggal di rumah bertingkat. Salah satu anggota keluarga saya sendiri pernah mengalami musibah terkait urusan akses ini, yaitu saat anaknya jatuh dari lantai 2 ke lantai 1. Saat itu anaknya yang sedang bermain di lantai 2 sempat lepas dari pengawasan, membuka pintu kecil tambahan di tangga menuju lantai 1, dan akhirnya terjatuh ke arah tangga hingga lantai 1. Rincian kejadiannya tidak bisa saya paparkan lebih lanjut, tapi dari kejadian ini dapat kita lihat bahwa penjagaan ekstra (pintu kecil tambahan) itu menjadi tidak berarti kalau pengawasan terhadap anak tetap rendah.

Demikian cerita panjang lebar tentang pengalaman saya mempersiapkan rumah ramah batita. Sebagian dari beberapa hal di atas juga saya lakukan saat Raito dan Aidan mencapai usia yang cukup untuk bergerak dengan liar. Ada beberapa hal yang berbeda karena kondisi tempat tinggal kami saat itu berbeda dengan saat ini. Sampai saat ini saya merasa sudah melakukan semua hal yang perlu saya lakukan demi menjaga keamanan Yelena. Kalau menurut Anda ada bagian yang terlupa, mohon sampaikan di bagian komentar.

--
*Gambar ditemukan lewat Google Image Search

Tidak ada komentar:

Posting Komentar