Selasa, 14 Juli 2009

Kegagalan Pendidikan Umum

Pola pendidikan yang lumrah diterapkan pada generasi muda saat ini adalah pola pendidikan umum yang mencakup SD (Sekolah Dasar), SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), dan SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas). Pendidikan umum ini diarahkan untuk menyiapkan generasi muda yang tidak buta huruf dan terdidik.

Dengan adanya pola pendidikan umum seperti ini, kita bisa mengharapkan adanya arahan dan pedoman yang jelas dalam konteks pengembangan pendidikan. Setiap pelajar yang diikutkan dalam pola pendidikan umum tersebut dapat mengikuti arahan yang diberikan oleh para pengajar yang bertanggung jawab. Dengan adanya pola pendidikan umum ini, kita dapat memiliki tolok ukur perkembangan pendidikan generasi muda.

Selain itu pola pendidikan umum ini juga memiliki peran yang signifikan dalam membantu para orang tua dalam mendidik anak-anak mereka. Apalagi untuk para orang tua yang kesulitan meluangkan waktu untuk anak-anaknya, misalnya karena bekerja, tentu sangat terbantu dengan adanya pola pendidikan umum ini.

Saya yakin masih ada manfaat lain dari pola pendidikan umum yang berjalan saat ini. Akan tetapi yang ingin saya ungkapkan lewat tulisan ini adalah sisi negatifnya. Saya melihat masih banyak "kesalahan" yang dapat diperbaiki atau ditingkatkan pada pola pendidikan umum dalam usahanya mencetak generasi muda terdidik.

Kesalahan pertama pada pola pendidikan umum yang saya perhatikan sampai saat ini adalah kurang memicu inisiatif dan inovasi dari para pelajar. Pendidikan umum kerap menaruh perhatiannya pada teori dan hapalan. Para pelajar dituntut untuk mengetahui sesuatu (menghapal teori) tanpa dipicu untuk mengembangkan pengetahuan mereka. Minat dan rasa ingin tahu para pelajar kurang mendapatkan rangsangan. Yang lebih mengenaskan lagi adalah saat minat dan rasa ingin tahu itu timbul, para pengajar tidak dapat mengarahkannya dengan baik.

Kesalahan kedua pada pola pendidikan adalah kurang melibatkan orang tua. Pendidikan umum sering hanya berputar di sekitar pengajar dan pelajar. Padahal interaksi antara pengajar dan pelajar seringkali dibatasi oleh ruang kelas atau paling jauh gerbang sekolah. Bagaimana tindak lanjut pendidikan saat para pelajar sudah kembali ke rumah masing-masing? Kurang atau bahkan tidak ada tindak lanjut sama sekali. Pola pendidikan umum secara tidak langsung mengajarkan orang tua untuk mengandalkan orang lain (yaitu para pengajar) dalam mendidik anak-anak mereka. Hal ini sering berujung pada sikap orang tua yang sering lepas tangan dan hanya ingin melihat hasil.

Kesalahan ketiga pada pola pendidikan umum adalah kurang menjelaskan tujuan belajar. Setahu saya tujuan pembelajaran dicantumkan dalam kurikulum masing-masing mata pelajaran. Sayangnya tujuan pembelajaran ini belum tentu diterapkan oleh para pengajar. Kalaupun memang diterapkan, para pengajar tidak pernah beranjak lebih jauh dari tujuan pembelajaran menjadi tujuan belajar. Misalnya mata pelajaran Biologi menuntut seorang pelajar memahami tentang A, B, dan C. Hal ini mungkin lumrah untuk diterapkan oleh para pengajar. Akan tetapi para pengajar kerap tidak berlanjut dengan menjelaskan apa tujuan dari memahami A, B, dan C itu.

Kesalahan keempat pada pola pendidikan umum adalah kurang memperhatikan variasi kecerdasan yang dimiliki para pelajar. Teori kecerdasan ganda bukanlah hal yang baru. Sayangnya pola pendidikan umum kurang memberikan perhatian pada hal ini. Akhirnya metode pengajaran yang diterapkan masih mengandalkan metode konvensional. Definisi kecerdasan seorang pelajar pun lebih diutamakan pada kecerdasan logika dan kemampuan berhitung anak.

Empat kesalahan yang saya ungkapkan di atas mungkin tidak dapat memberikan gambaran komprehensif mengenai kekurangan yang ada pada pola pendidikan umum. Walaupun begitu, saya berharap empat kesalahan di atas dapat menyadarkan kita mengenai dampak negatif yang mungkin timbul dari pola pendidikan umum dalam masyarakat kita.

Ada banyak generasi muda yang menjadi pintar lewat pola pendidikan umum. Sayangnya potensi mereka sering tidak tersalurkan karena mereka tidak terbiasa mengembangkan minat dan rasa ingin tahu mereka. Mereka dapat diibaratkan seperti orang yang tahu berbagai rumus matematika namun tidak dapat mengembangkannya untuk menemukan persamaan-persamaan lain.

Bagi generasi muda yang tidak terlihat pintar lewat pola pendidikan umum, semakin kecil kemungkinan penyaluran potensi yang mereka miliki. Rendahnya penghargaan terhadap kecerdasan lain selain kecerdasan logika atau matematika jelas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap penyaluran potensi ini.

Minimnya keterlibatan orang tua menambah pelik pengembangan potensi seorang anak. Orang tua pun terpengaruh dengan cara pandang terhadap kecerdasan anak secara umum sehingga anak yang memiliki kecerdasan logika atau matematika yang rendah langsung dicap bodoh. Keterlibatan orang tua dalam menggali potensi anak menjadi krusial dalam hal ini. Sayangnya pola pendidikan umum kerap tidak memungkinkan keterlibatan yang signifikan dari orang tua masing-masing pelajar.

Itu hanya sebagian kecil dari dampak negatif yang mungkin timbul lewat penerapan pola pendidikan umum. Walaupun pendidikan umum membawa banyak manfaat, saya yakin hasilnya akan jauh lebih optimal seandainya diberikan perhatian yang memadai terhadap hal-hal yang saya ungkapkan di atas.

Referensi:
--
* Gambar diambil dari http://www.free-clipart-pictures.net/ dan http://www.hscripts.com/

Versi PDF: http://www.4shared.com/file/117981741/73741438/KegagalanPendidikanUmum.html

6 komentar:

  1. makin susuh untuk mencari pendidikan umum yang bermutu sepertinya, pengedepanan proses, perluasan tujuan pembelajaran memang jadi hal mutlak sepertinya dalam memilih pendidikan yang sesuai buat anak, bersyukur aku masih punya cukup waktu untuk itu . . .

    BalasHapus
  2. Saya pun masih punya banyak waktu untuk mempersiapkan pendidikan anak mengingat kedua anak saya masih berusia 1 tahun. Untuk saat ini kecenderungan saya adalah mencari alternatif lain selain pendidikan umum.

    Mengenai bobroknya pendidikan umum saat ini, saya teringat pernyataan seorang teman yang secara tegas lebih memilih mendidik anak-anaknya sendiri bersama istrinya ketimbang mempercayakannya kepada pendidikan umum.

    BalasHapus
  3. what is the pendidikan umum?

    BalasHapus
  4. It's the common formal education -I guess. :)

    BalasHapus
  5. Pola pendidikan kita harus dirubah mulai dari sistem yang membentuk kurrikulumnya..
    seharusnya pola pendidikan tidak disamaratakan untuk semua anak-anak.. namun harus disesuaikan dengan minat anak tersebut untuk mengarah ke bidang tertentu..

    BalasHapus
  6. Setuju, Mas. Sayangnya saya sendiri belum melihat pendidikan kita berjalan ke arah mengakomodir perbedaan minat dan kemampuan. Dengan adanya Ujian Nasional, mungkin harapan ini akan menjadi mimpi belaka.

    BalasHapus