Senin, 13 Juli 2009

Sekolah Itu Membosankan

Hari ini adalah hari pertama tahun ajaran baru untuk banyak sekolah. Saya mengetahui hal ini karena kedua keponakan saya sedang "menangis sedih" karena harus masuk sekolah lagi. Mereka memilih libur lebih lama lagi ketimbang harus menghabiskan waktu belajar di sekolah mereka.

Sepertinya mereka menganggap sekolah itu membosankan. Bagian yang menyenangkan dari sekolah adalah waktu olahraga, waktu istirahat, dan waktu pulang. Bagian yang tidak menyenangkan adalah saat belajar di dalam kelas, menghapal, mengerjakan tugas, dan mengerjakan PR (pekerjaan rumah).

Mereka tidak punya motivasi untuk masuk sekolah. Mereka terpaksa masuk sekolah karena berbagai alasan. Mungkin karena takut dimarahi orang tua, mungkin karena takut nilai mereka jelek, mungkin karena takut dicap bodoh, atau berbagai alasan lainnya.

Keterpaksaan bukan sumber motivasi yang baik. Keengganan mereka untuk sekolah berujung pada keengganan mereka untuk belajar. Persepsi mereka bahwa sekolah itu membosankan pada akhirnya juga membuat mereka berpikir bahwa belajar itu membosankan.

Kalau saya berkaca dari pengalaman saya sendiri, 3 (tiga) jenjang sekolah -dasar, menengah, atas- tidak pernah meninggalkan kesan yang signifikan. Motivasi terbaik saya untuk belajar adalah untuk mendapatkan nilai yang bagus. Sayangnya motivasi mendapatkan nilai yang bagus kerap tidak disertai alasan yang signifikan. Alasan yang paling umum adalah agar nilai rapor tidak ada yang berwarna merah.

Belajar di sekolah tidak memiliki tujuan besar. Saya sekolah karena pada dasarnya semua orang seumur saya pun sekolah. Saya tidak melihat sesuatu yang signifikan yang saya bisa capai dengan bersekolah. Hal ini terus berlangsung mulai dari tingkat sd (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama) sampai SMA (Sekolah Menengah Atas).

Ada kalanya saya menyayangkan semua itu karena saya merasakan juga dampaknya saat duduk di bangku kuliah. Alasan saya kuliah sepertinya lebih cenderung karena kekhawatiran tidak akan mendapatkan pekerjaan yang layak dengan ijazah SMA.

Pola belajar di bangku kuliah pun lebih sering karena saya mengejar nilai. Ibarat kata usaha yang saya keluarkan untuk belajar pada dasarnya untuk menjaga agar saya tidak perlu mengulang sebuah mata kuliah. Tujuan akhirnya adalah mengejar IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) yang memuaskan tanpa perlu mengulang satu mata kuliah pun.

Pengalaman saya yang paling berharga di bangku kuliah justru saat saya melakukan kerja praktek. Pada kerja praktek itu saya diminta membuatkan sebuah aplikasi komputer sederhana. Di sini saya baru menyadari betapa pentingnya keahlian saya dan betapa minimnya ilmu yang saya miliki. Padahal pada saat itu saya sudah kuliah lebih dari 2 (dua) tahun.

Saya sering menyayangkan betapa banyaknya waktu yang terbuang untuk belajar tanpa tujuan/arahan yang jelas. 72 bulan di SD, 36 bulan di SMP, 36 bulan di SMA, dan 54 bulan di bangku kuliah. Seandainya saya memanfaatkan 198 bulan itu untuk belajar secara terarah, mungkin wawasan dan kemampuan yang saat ini saya miliki akan jauh lebih terasah. Sangat disayangkan bila waktu yang seharusnya kita manfaatkan untuk mengasah kemampuan justru kita gunakan untuk belajar dari awal.

Walaupun begitu, faktanya tidak semua orang mengalami apa yang saya alami. Tidak sedikit teman sekolah atau teman kuliah yang mencapai hasil belajar yang jauh lebih baik dari yang saya harapkan. Tidak sedikit teman sekolah atau teman kuliah yang dapat memaksimalkan hasil belajar mereka. Tidak sedikit teman sekolah atau teman kuliah yang mendapat manfaat maksimal dari tempat-tempat pendidikan.

Yang jelas semua yang saya paparkan di atas adalah hasil pengalaman pribadi. Walaupun tidak semua orang mengalami hal yang sama, bukan tidak mungkin tidak sedikit orang yang MEMANG mengalami hal yang sama. Bisa jadi tidak sedikit orang yang menyesali hal yang sama setelah mereka lulus kuliah dan bekerja seperti saya.

--
* Gambar diambil dari http://www.freeschoolclipart.com/

4 komentar:

  1. saya setuju dengan artikel yang anda buat..
    pola pendidikan di indonesia yang memakan waktu lama lah yang membuat sekolah terasa membosankan..

    BalasHapus
  2. Ingin rasanya melihat anak-anak masuk sekolah dengan niat untuk belajar. Dan sesampainya di rumah mereka akan menceritakan pengetahuan dan pengalaman baru yang mereka dapat di sekolah.

    Durasi waktu memang menjadi salah satu faktor yang menentukan tingkat kebosanan. Akan tetapi kalau saja belajar menjadi pengalamanan yang menyenangkan, lama pun seharusnya tidak akan jadi masalah.

    BalasHapus
  3. Sedih ya gans terbuang percuma waktu, tenaga, fikiran yang sia2 hanya untuk meladeni pendidikan macam diindonesia ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya, memang miris. Semoga kualitas pendidikan negara ini menjadi lebih baik di masa depan. PR kita sepertinya masih banyak untuk menggapai harapan tersebut.

      Hapus