Jumat, 07 Agustus 2009

Danau Beratan dan Ngurah Rai

Ada hubungan apa antara Danau Beratan dan Ngurah Rai? Keduanya terpampang di salah satu sisi lembaran uang 50.000 Rupiah. Gambar I Gusti Ngurah Rai terpampang di sisi depan lembaran uang 50.000 Rupiah, sementara gambar Danau Beratan, Bedugul terpampang di sisi belakang lembarang uang tersebut.

Setiap lembaran uang memiliki dua sisi, yaitu depan dan belakang. Entah itu uang kertas maupun uang logam, kedua sisi itu selalu ada. Entah itu di Indonesia atau di belahan dunia manapun, uang itu akan selalu memiliki dua sisi. Kalau sampai ada uang yang hanya memiliki satu sisi, kemungkinan uang tersebut akan berbentuk bola.

Uang itu dapat kita analogikan dengan masalah kita sehari-hari. Masalah yang kita hadapi sehari-hari dapat dilihat dari dua sisi; atau bahkan lebih. Apapun itu masalahnya, saya rasa paling tidak dua sisi tersebut senantiasa ada. Hanya saja terkadang memang sulit mengidentifikasi sisi-sisi tersebut. Tidak banyak orang yang bisa melihat sebuah masalah dari berbagai sisi yang berbeda. Apalagi kalau masalah yang timbul terkait erat dengan kepentingan pribadi orang yang menghadapi masalah itu.

Saya coba berikan contoh. Misalkan ada 100 orang yang sedang menunggu penempatan kerja. 100 orang itu mungkin saja ditempatkan di berbagai daerah mulai dari perkotaan, pedesaan, sampai ke daerah yang tidak dikenal (hanya diketahui oleh segelintir orang). 100 orang itu tentu punya kecenderungan masing-masing yang erat kaitannya dengan kondisi internal dan eksternal masing-masing orang.

Walaupun 100 orang tersebut sudah bersumpah bersedia ditempatkan di mana saja, hati kecil mereka senantiasa menyimpan harapan tersendiri. Sebagian orang mungkin berkenan dengan ditempatkan di mana saja, tapi sebagian lainnya mungkin menambahkan embel-embel di belakang "di mana saja" itu. Di mana saja asalkan di pusat kota, di mana saja asalkan di kampung halaman saya, di mana saja asalkan di daerah A dan B, di mana saja ini, di mana saja itu, dan berbagai versi di mana saja lainnya.

Kenyataannya penempatan kerja itu ditentukan oleh hasil sebuah tes XYZ dengan kondisi 10 orang dengan nilai terbaik akan ditempatkan sesuai keinginan orang tersebut. 100 orang itu akan berlomba-lomba menggapai posisi 1 s.d. 10. Saat hasil tes XYZ keluar, 50 orang dinyatakan lulus dan 50 orang lainnya dinyatakan harus mengulang. Terlepas dari kenyataan ini, 10 orang dengan nilai terbaik sudah terlihat. Mereka yang termasuk 10 orang itu tentu sudah senang mendapatkan kesempatan untuk memilih sendiri lokasi penempatan kerja.

Tiba-tiba timbul kabar elang -lebih spesifik dari sekedar kabar burung- bahwa ada kemungkinan 50 orang yang mengulang itu dapat menggeser posisi mereka yang lulus. Itu artinya 10 orang dengan nilai terbaik dapat berubah formasinya. Mendengar kabar ini tentu memberikan dampak yang berbeda kepada mereka yang lulus dan mereka yang mengulang.

Yang sebelumnya sudah dinyatakan lulus merasakan ketidakadilan seandainya kabar elang itu benar. Sementara yang mengulang menerima kabar elang itu secara positif. Pertentangan pendapat pun tidak dapat dihindarkan yang pada akhirnya berujung pada masalah penempatan.

Kabar elang itu akhirnya tidak lagi digubris digantikan dengan harapan penempatan masing-masing orang. Sebagian orang semakin terang-terangan dengan keinginannya, sebagian orang mempertahankan idealisme dengan mengacu pada sumpah kesediaan untuk ditempatkan di mana saja (tanpa embel-embel). Pada akhirnya seolah-olah terbentuk dua kubu, yaitu kubu pragmatis dan kubu idealis, yang sejatinya mencibir satu sama lain walaupun cibirannya tidak disampaikan secara terang-terangan.

Sebenarnya cibiran itu tidak perlu ada, kubu-kubu itu tidak perlu terbentuk, pertentangan pun tidak perlu ada seandainya masing-masing pihak tidak hanya melihat masalah tersebut dari sudut pandangnya masing-masing. Pada dasarnya mereka yang menggebu-gebu dengan masalah penempatan punya alasan tersendiri, misalnya kondisi keluarga atau alasan penting lainnya. Mereka yang mengutamakan sumpah pun punya alasan tersendiri yang mereka yakini dalam hati masing-masing.

Seandainya masing-masing orang mau melihat kondisi tersebut dengan pandangan yang lebih komprehensif, mereka dapat sepakat untuk tidak sepakat tanpa perlu menimbulkan perselisihan. Jadi tidak perlu ada orang yang merasa dimenangkan atau merasa dikecewakan.

Sebuah contoh yang panjang. Semoga saja panjangnya contoh tersebut tidak justru berbalik membuat bingung pembacanya. Sebenarnya ada banyak contoh yang lebih sederhana yang bisa saya berikan, tapi entah kenapa contoh di atas yang terbersit dalam pikiran di awal tulisan ini.

Contoh lain yang lebih sederhana adalah kesalahan konyol. Saya rasa semua orang pernah mendengar istilah ini. Yang perlu kita pahami bersama adalah kata konyol itu tidak serta merta ada mendampingi kata kesalahan. Kesalahan pada dasarnya adalah kesalahan; konyol itu muncul karena ada orang yang menganggap kesalahan itu sesuatu yang konyol.

Kondisi itu hampir mirip dengan kenyataan bahwa di dunia ini ada orang bodoh karena ada orang pintar, ada orang jahat karena ada orang baik, ada kesalahan karena ada kebenaran, ada kesengsaraan karena ada kebahagiaan, dan berbagai pasangan kata lainnya.

Kita mungkin dapat berlaku bijaksana dengan mengemukakan hal-hal yang baik dan benar, tapi kebijaksanaan ini pada dasarnya semu kalau kita melihat segala sesuatu hanya dari kaca mata kita sendiri.

--
* Gambar diambil dari http://home.att.net/~fukuoka/coins-1.htm dan http://www.coin-collecting-guide-for-beginners.com/ancient-coins.html

2 komentar:

  1. so, which side are you? :D

    mas, join djp.web.id yuk?

    BalasHapus
  2. Saya selalu berusaha setia berada di tengah mencoba memahami kedua pihak. Dengan begitu saya bisa meminimalisir konflik dalam hati. :)

    PS:
    Barusan cek djp.web.id. Ternyata blog saya dah dicantumkan ya? Thx.

    BalasHapus