Minggu, 16 Agustus 2009

Seminggu Tidak Online

Hampir seminggu lebih saya tidak mengakses Internet seperti biasanya. Ratusan email baru sudah bertumpuk di Inbox. Feed Reader sudah mengumpulkan lebih dari 2000 entri baru. Situs jejaring sosial juga sudah mengumpulkan banyak notifikasi baru. Alhasil saya harus menelusuri satu per satu kabar-kabar baru tersebut supaya tidak ada yang terlewat.

Untungnya saya tidak saklek mengharuskan diriku untuk memperhatikan semuanya satu per satu. Saya lebih suka memilah yang tidak perlu dibaca dan menandainya sebagai pesan yang sudah dibaca. Pada akhirnya Inbox tidak lagi menampilkan email baru, Feed Reader tidak lagi menampilkan entri baru, situs jejaring sosial tidak lagi menampilkan notifikasi baru.

Yang paling penting untuk diikuti adalah informasi tentang gaji dan rapelan yang konon akan digelontorkan di awal September. Memilahnya dari tumpukan email baru sebenarnya tidak terlalu mudah, tapi sepertinya kabar tersebut akan terwujud. Semoga saja hal ini benar-benar menjadi kenyataan. Saya pribadi masih belum yakin dengan informasi yang saya pilah karena khawatir ada informasi yang terlewat.

Bicara soal gaji dan rapelan ...

Saya harus berterima kasih kepada rekan-rekan sesama Calon CPNS (CCPNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang sudah berkenan membantu memperjuangkan nasib 1263 orang CCPNS dengan mengorbankan uang, waktu, dan tenaga mereka. Saya tidak bisa menyebut nama mereka satu per satu. Terus terang saya tidak ingat siapa saja yang terlibat.

Berbagai perbedaan, yang kadang menimbulkan konflik, pada akhirnya dapat disatukan dengan sebuah tujuan, yaitu uang. Apapun yang telah terjadi selama hampir 8 bulan terakhir ini pada akhirnya tidak membuat 1263 orang tersebut cerai-berai. Mereka masih bersatu untuk memperjuangkan gaji dan rapelan. Semoga saja di kemudian hari mereka masih bisa bersatu walaupun harus dengan sebuah tujuan yang baru.

Bicara soal uang ...

Gaji dan rapelan itu ibarat hujan di tengah kemarau panjang. Kita semua bisa bayangkan sorak-sorai orang-orang yang menyambut hujan dalam kondisi itu. Sorak-sorai CCPNS DJP pun sepertinya tidak akan kalah meriahnya saat mereka resmi menerima gaji dan rapelan nanti.

Selama 8 (delapan) bulan ini para CCPNS DJP tersebut hanya menerima 900 ribu Rupiah setiap bulannya. Hal ini tetap patut disyukuri bila dibandingkan tidak menerima uang sama sekali. Akan tetapi 900 ribu Rupiah itu seringkali tidak cukup dan sepertinya tidak sedikit CCPNS DJP yang kehabisan simpanan untuk menutupi kekurangannya; bahkan mungkin tidak sedikit yang harus rela berhutang.

Bicara soal hidup sulit ...

Kondisi keuangan saya sendiri juga terancam. Biaya hidup kedua anak saya sangat tinggi. Mereka baru genap berusia 1 (satu) tahun pada tanggal 17 Juli 2009. Jadi kebutuhan hidup mereka masih mahal. Biaya susu formula, bubur bayi, biskuit, popok, dan berbagai biaya lainnya jauh di atas biaya kebutuhan hidup saya dan istri. Kondisi ini semakin dipersulit karena jumlah simpanan saya saat saya bergabung dengan DJP juga sudah terbilang tipis.

Saat salah satu anakku sakit flu, biasanya yang lain akan tertular. Biaya berobat pun menjadi dua kali lipat. Alhamdulillah Raito dan Aidan termasuk anak yang tahan banting. Mereka, menurut saya, jarang sakit. Sepertinya kegemaran mereka untuk makan -dengan kuantitas yang juga tidak sedikit- benar-benar membantu menjaga kondisi tubuh mereka.

Memang benar hidup sebagai CCPNS itu butuh modal. Kalau saya ceritakan kesulitan finansial yang saya alami tentu tidak ada habisnya. Bayangkan kalau 1263 orang menceritakan kesulitan hidup mereka masing-masing.

Terlepas dari itu semua, hidup saya tetap saja senantiasa baik. Raito dan Aidan senantiasa menghibur saya dengan polah mereka. Istri pun senantiasa mendukung saya dengan berbagai cara yang bisa dia lakukan. Setiap bagian dari hidup saya senantiasa perlu disyukuri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar