Rabu, 18 Mei 2011

Kebijakan yang Merampas Hak

Cuti adalah hak. Saya yakin semua orang setuju dengan pernyataan ini. Sebagaimana setiap hak yang kita miliki, kita memiliki kuasa penuh dalam menentukan waktu untuk menggunakan cuti. Tentunya sesuai ketentuan yang berlaku dan memperhatikan kondisi pekerjaan masing-masing. Intinya tetap sama, cuti adalah hak.

Salah satu waktu penggunaan hak itu adalah lewat Cuti Bersama. Secara tidak langsung, Cuti Bersama ini adalah pemaksaan kehendak yang terselubung. Saat kita berhak menentukan kapan kita ingin cuti, Cuti Bersama ini "memaksa" kita untuk cuti pada hari yang sama dengan mayoritas pegawai negeri yang lain.

Walaupun begitu, pemaksaan tersebut tidak menjadi masalah besar. Ada 2 (dua) alasan yang membuat Cuti Bersama diterima dengan senang hati. Pertama, Cuti Bersama umumnya kurang dari 3 (tiga) hari. Ini adalah salah satu kelebihan Cuti Bersama karena cuti tahunan hanya boleh diajukan untuk durasi minimal 3 (tiga) hari.

Alasan lain yang membuat Cuti Bersama diterima dengan baik adalah karena pemberitahuannya dilakukan sebelum tahun berjalan. Misalnya Cuti Bersama untuk tahun 2011 sudah dapat kita ketahui waktu pelaksanaannya pada akhir tahun 2010 atau awal tahun 2011. Jadi setiap pegawai masih memiliki waktu yang cukup untuk merencanakan cuti mereka di waktu Cuti Bersama.

Cuti Bersama memang tidak pernah dipermasalahkan atau minimal tidak pernah "terlihat" dipermasalahkan. Hanya saja, Cuti Bersama tanggal 16 Mei kemarin adalah pengecualian. Cuti Bersama 16 Mei kemarin benar-benar memicu protes dari banyak pihak. Penyebab paling utama karena pemberitahuan yang mendadak. Alasan lainnya adalah karena mengganggu cuti tahunan yang sudah direncanakan sebelumnya.

Salah seorang rekan kerja saya sudah menyisakan 5 (lima) hari cuti tahunan untuk diambil saat Hari Raya Idul Fitri demi kenyamanan mudik. Dengan Cuti Bersama kemarin, sisa cuti tahunan 4 (empat) hari saja akan mempersulit dirinya. Saya rasa banyak orang yang merasakan hal yang sama terkait perencanaan cuti masing-masing.

Pemberitahuan yang mendadak membuat banyak orang kecewa karena mereka "dipaksa" berlibur tanpa perencanaan. Sebagian orang mungkin tidak terlalu banyak mengeluhkan hal ini, tapi saya yakin semua akan lebih senang jika pemberitahuan Cuti Bersama 16 Mei itu tidak mendadak. Semua akan lebih senang jika pengumuman libur selama 4 (empat) hari dari hari Sabtu s.d. Selasa itu tidak muncul mendadak.

Terlepas dari perencanaan liburan, perencanaan pekerjaan jadi berantakan. Pekerjaan yang sudah direncanakan akan dikerjakan hari Senin pun terpaksa ditunda hingga hari Rabu. Yang paling pahit adalah pekerjaan tersebut tidak bisa ditunda dan hari Senin tetap diharuskan masuk sementara 99% pegawai lainnya sedang cuti. Ini saya alami sendiri. Tanggal 16 Mei itu saya diminta masuk untuk menyelesaikan pekerjaan yang harus selesai sebelum hari Rabu.

Dalam kasus saya, bukan hanya saya "dipaksa" untuk mengambil hak saya pada waktu yang saya tidak inginkan, tapi hak saya itu pun tidak bisa saya gunakan. Saya sudah sampai di kantor sekitar pukul 8 pagi dan baru bisa meninggalkan kantor sekitar pukul 3 sore. Hak saya pun dirampas oleh kebijakan yang muncul mendadak tanpa kepentingan yang jelas. Penggunaan kata "rampas" mungkin berlebihan, tapi memang kenyataannya seperti itu.

Sebenarnya masih ada secercah harapan pada saat pengumuman itu terbit karena ada kabar bahwa Cuti Bersama itu tidak harus diambil. Kebijakannya dikembalikan kepada instansi masing-masing. Saya pikir intansi tempat saya bekerja akan memilih untuk tidak mengakomodir keputusan yang mendadak itu, tapi kenyataan justru berkata sebaliknya.

Cuti sudah dikurangi 1 (satu) hari. Walau pun hari Senin, 16 Mei, saya masuk kantor, cuti yang dikurangi itu tetap tidak akan dikembalikan ke sisa hak cuti saya. Saat ini tidak ada yang bisa saya lakukan selain berharap agar kebijakan yang mendadak dan merugikan seperti keputusan Cuti Bersama 16 Mei 2011 ini tidak muncul lagi di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar