Senin, 31 Oktober 2011

Menyiasati Infinite To-do List

Organizing adalah satu dari sekian banyak hal yang gemar saya lakukan. Tentu saja kegemaran ini saya mulai dari diri saya sendiri. Salah satu manifestasi dari kegemaran ini adalah dengan membuat to-do list. Dalam hidup saya sehari-hari, saya memiliki 2 (dua) jenis to-do list: satu untuk urusan pekerjaan, satu untuk urusan pribadi. Masing-masing to-do list saya kelola secara terpisah.

To-do list untuk urusan pekerjaan saya tuangkan dalam lembaran post-it yang saya tempel di meja kerja saya di kantor. To-do list untuk urusan pribadi selalu setia menemani saya di dalam smartphone saya. Pemisahan ini sengaja saya lakukan karena saya ingin memisahkan urusan pekerjaan dan urusan pribadi saya. Dengan pemisahan seperti ini, saya hanya perlu melihat tugas-tugas yang terkait dengan pekerjaan saya di kantor saja.

Pemisahan to-do list yang saya lakukan adalah bagian dari usaha saya untuk menyeimbangkan kehidupan saya di kantor dan kehidupan saya di rumah (bersama istri dan anak-anak saya). Saat di rumah, saya tidak pernah "terganggu" dengan urusan-urusan pekerjaan. To-do list yang terkait pekerjaan selalu saya kerjakan di kantor. Saya selalu berusaha agar urusan pekerjaan tidak ikut pulang ke rumah bersama saya.

Walaupun begitu, masih ada 1 (satu) masalah lain yang perlu saya atasi dalam mengelola to-do list saya, yaitu infinite to-do list. Saya seringkali merasa bahwa to-do list saya itu tidak ada habisnya. Item yang keluar dari to-do list saya itu lebih sedikit daripada item yang masuk ke to-do list saya. Pada akhirnya daftar pekerjaan yang harus saya lakukan terus saja menumpuk.

Bayangkan kita sedang berjalan di sebuah jalan yang tidak terlihat ujungnya. Kita terus saja berjalan tanpa tahu kapan kita akan mencapai tujuan. Setiap kali kita sampai ke suatu checkpoint, jarak perjalanan kita malah bertambah sampai akhirnya kita merasa lelah dan jenuh untuk meneruskan perjalanan. Kita pun memilih berhenti dan menunda perjalanan kita. Ketimbang lelah meneruskan perjalanan yang tidak jelas ujungnya, lebih baik berhenti dan menikmati pemandangan di sekitar. Procrastination for the world!

Masalah infinite to-do list ini sudah lama saya alami, baik di to-do list pekerjaan maupun di to-do list pribadi. Yang paling "mengganggu" tentu saja di to-do list pekerjaan karena tumpukan pekerjaan itu membuat saya kesulitan untuk fokus. Fokus yang rendah ini akhirnya mengganggu konsentrasi saya bekerja sehingga throughput pekerjaan saya pun semakin menurun. Throughput yang menurun sudah pasti meningkatkan kemungkinan menumpuknya pekerjaan. Dan siklus yang jahat itu pun tidak henti-hentinya berputar.

Alhamdulillah tadi pagi saya menemukan tulisan yang serupa di sini: http://blog.101ideas.cz/posts/the-3+2-rule.html. Tulisan tersebut juga membahas cara menyiasati to-do list yang seolah-olah tidak pernah habis dengan metode "the 3 + 2 rule". Metode itu pada intinya menegaskan bahwa kita perlu bersikap realistis, yaitu dengan membuat target harian yang memang sesuai dengan kapasitas dan waktu yang kita miliki.

Dalam metode "the 3 + 2 rule" itu, penulisnya menyarankan untuk membuat to-do list yang berisi 5 (lima) pekerjaan: 3 yang utama, 2 yang pilihan. Fokuskan energi dan waktu untuk mengerjakan 3 pekerjaan utama. Bila masih ada energi dan waktu yang tersisa, silakan luangkan untuk mengerjakan 2 pekerjaan pilihan.

Angka 3 dan 2 di atas tentu saja tidak harus sama untuk masing-masing orang. Yang paling penting untuk diadopsi dari metode itu adalah bagaimana membatasi pekerjaan sesuai kemampuan dan waktu yang tersedia. Kita bisa saja membuat "the 2 + 1" rule dengan 2 pekerjaan utama dan 1 pekerjaan pilihan. Kita pun bisa saja membuat "the 1 + 0" dengan 1 pekerjaan utama. Intinya tetap pada pembatasan pekerjaan sesuai kemampuan dan waktu.

Dengan metode membatasi pekerjaan seperti di atas, kita dapat lebih fokus mengerjakan hal-hal yang penting. Dengan fokus yang meningkat, maka sangat besar kemungkinannya throughput pun ikut meningkat. Ini artinya lebih banyak pekerjaan yang dapat kita selesaikan. Semakin besar throughput kita, semakin banyak pekerjaan yang dapat kita keluarkan dari to-do list kita. Semakin banyak pekerjaan yang dapat kita selesaikan, rasa lelah dan jenuh bekerja pun dapat diminimalisir. Secara tidak langsung, hal ini akan meningkatkan kepuasan kita saat bekerja.

Memang pada kenyataannya mengelola to-do list tidak semudah 3 + 2 atau 1 + 0. Masih ada faktor eksternal yang sulit kita kendalikan seperti penugasan yang mendadak dari atasan atau berbagai panggilan tugas yang membuat to-do list kita menjadi tidak berarti. Walaupun begitu, membatasi pekerjaan bukan berarti menjadi tidak penting. Lakukan apa yang bisa kita lakukan untuk mengatur to-do list kita agar tidak menumpuk terus-menerus. Paling tidak kita perlu melakukannya demi menjaga keseimbangan hidup antara pekerjaan dan urusan pribadi (atau keluarga).

1 komentar:

  1. wah aku harus buat to-do-list lagi nih...
    berkat @update blog aku bisa sampe sini, mau saling follow di twitter pa ga @SobatBercahaya.

    BalasHapus