Rabu, 28 Januari 2015

Tiga Semester Bersama MTI GCIO

Satu semester, dua semester, dan akhirnya tiga semester kuliah S2 berhasil saya lampaui. Keberhasilan tersebut tentu saja tidak lepas dari berbagai dukungan dan bantuan, baik moril maupun materiil, dari banyak pihak, khususnya dari istri saya sendiri. Ucapan terima kasih tidak akan pernah cukup untuk membalas dukungan dan bantuan yang saya terima selama tiga semester. Saya hanya bisa berdoa semoga Allah SWT berkenan membalas kebaikan yang telah diberikan kepada saya dengan kebaikan yang lebih besar dan lebih banyak lagi.

Santai dengan Cara Fantastis*
Lalu ada cerita apa di balik semester ketiga perkuliahan saya? Di semester 3, beban kuliah akhirnya menurun. Beban berat yang saya rasakan karena harus mengambil lima mata kuliah di semester 1 dan 2 akhirnya terbayar. Di semester 3, saya hanya perlu mengambil dua mata kuliah dan satu mata kuliah spesial, yaitu karya akhir (tesis). Kalau dibandingkan dengan mahasiswa dari kelas reguler yang harus mengambil empat mata kuliah dan tesis (agar dapat lulus dalam tiga semester), beban kuliah saya jelas lebih ringan.

Di semester 3, frekuensi begadang saya terbilang rendah sehingga waktu tidur saya menjadi lebih teratur. Waktu di akhir pekan masih saya gunakan untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah atau mengulang materi-materi kuliah, tapi intensitasnya masih lebih rendah dibandingkan semester 1 dan 2. Saya pun tidak direpotkan dengan membuat proposal tesis karena proposal tesis yang sudah saya susun di semester 2 diterima oleh dosen pembimbing. Saya hanya perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian kecil di beberapa bagian proposal saya. Intinya waktu yang saya miliki di semester 3 untuk diri sendiri, istri, dan anak-anak pun menjadi lebih banyak dibandingkan semester-semester sebelumnya.

Sayangnya kondisi "santai" itu hanya bertahan selama satu bulan. Setelah tiba waktunya untuk mulai mengerjakan tesis, yaitu saat proposal sudah disetujui secara resmi dan diterima oleh sekretariat, intensitas perkuliahan kembali meningkat. Peningkatan intensitas perkuliahan tersebut awalnya berjalan perlahan. Frekuensi begadang tidak mendadak melonjak tinggi, waktu akhir pekan tidak mendadak habis untuk urusan kuliah, dan waktu saya ke kantor (untuk mengerjakan tesis) pun masih teratur. Peningkatan intensitas perkuliahan di bulan kedua masih dapat saya kelola dengan baik.

Panik mulai menyerang saya di bulan ketiga karena perkembangan tesis saya di bulan sebelumnya meleset jauh dari target akibat munculnya kendala terkait perangkat lunak. Berhubung tesis (penelitian) saya terkait erat dengan perangkat lunak yang tersedia di kantor, perkembangan penelitian saya pun sangat bergantung pada ketersediaan perangkat lunak tersebut. Saya tidak pernah menduga bahwa pada saat yang sama dengan jalannya penelitian saya, proses pemeliharaan perangkat lunak tersebut juga dijadwalkan untuk berjalan. Saya pun harus mengalah karena proses pemeliharaan tersebut tidak dapat ditunda. Kepentingan kantor jelas lebih utama dibandingkan kepentingan satu orang mahasiswa. Singkat cerita, bulan kedua berubah menjadi bulan yang mengecewakan. Data yang saya butuhkan memang berhasil saya kumpulkan, tapi langkah penelitian selanjutnya setelah pengumpulan data itu belum berjalan sama sekali.

Hal positif di balik tersendatnya penelitian itu adalah saya bisa mencurahkan waktu untuk mengerjakan tugas-tugas dari dua mata kuliah lainnya, khususnya dari mata kuliah MITI yang tugasnya justru menumpuk di awal hingga tengah semester. Hal positif lainnya adalah saya punya lebih banyak waktu untuk memperkaya hasil tinjauan pustaka yang menjadi dasar penelitian saya. Walaupun begitu, hal-hal positif itu tidak mengubah fakta bahwa penelitian saya berjalan di tempat.

Up, up, and away!*
Bulan ketiga pun menjadi bulan untuk melakukan akselerasi penelitian. Saya pun harus memaksakan diri untuk mengerjakan penelitian saya di sore dan malam hari. Ada kalanya saya harus datang saat semua orang pulang dan pulang saat tidak ada satu orang pun yang tersisa di kantor. Ada kalanya bahkan saya bingung membagi waktu karena terbentur dengan jadwal kuliah di malam hari. Untungnya rekan-rekan kerja di kantor cukup kooperatif sehingga bersama berbagai kesulitan yang saya hadapi itu hadir pula berbagai kemudahan.

Dampak dari vakumnya bulan kedua adalah waktu yang saya butuhkan untuk melakukan percobaan dalam penelitian saya pun semakin terbatas. Akselerasi yang saya lakukan di bulan ketiga masih belum memadai sehingga saya harus bisa memanfaatkan setiap waktu yang ada untuk penelitian saya. Pada akhirnya setiap hari Sabtu dan Minggu pun saya memaksakan diri untuk bekerja di kantor. Awalnya saya mengajak anak-anak saya untuk menemani saya bekerja. Sayangnya kerja saya justru tidak optimal bila ditemani anak-anak. Akhirnya istri saya yang menawarkan diri untuk menemani saya menghabiskan akhir pekan saya di kantor. Walaupun saya merasa sungkan, tawaran itu tetap saya terima. Akhirnya di bulan keempat itu saya dan istri saya lebih banyak menghabiskan akhir pekan kami di kantor saya.

Pada akhirnya, intensitas perkuliahan di semester 3 tetap lebih tinggi daripada semester-semester sebelumnya. Waktu dan energi yang diperlukan untuk melampaui semester 3 jelas lebih banyak daripada semester-semester sebelumnya. Biaya perkuliahan pun meningkat secara signifikan di semester 3, khususnya biaya yang terkait dengan tesis. Saya hanya bisa bersyukur bahwa semuanya bisa saya lampaui dengan baik tanpa perlu menambah satu semester lagi.

--
*Gambar ditemukan lewat Google Image Search

Tidak ada komentar:

Posting Komentar