Minggu, 25 April 2021

Bohong Lagi, Belajar Lagi

Detektor Bohong Individu*
Salah satu anak saya berbohong lagi. Dia melakukannya di bulan Ramadan, bulan yang seharusnya menjadi bulan untuk menahan diri dari keburukan. Dia melakukannya juga demi hal yang trivial, yaitu tidak mau kalah dari saudaranya dalam target membaca Al-Qur`an. Insiden kebohongan itu berhasil kami tangani dengan baik. Guncangan yang terjadi sudah terlewati dan hidup sudah kembali normal, tapi bukan berarti tanpa konsekuensi. Terlepas dari itu, ada beberapa pelajaran penting yang saya rasa perlu saya ceritakan di sini.

Pertama, gengsi adalah kunci. Walaupun saya sudah wanti-wanti kepada anak-anak saya bahwa mereka tidak harus bisa melakukan apa yang dilakukan saudaranya, gengsi tetap saja muncul. Rasa tidak mau kalah tetap mampu menguasai pikiran anak-anak dan membuat mereka melakukan cara-cara curang agar tidak tertinggal. Itu yang mendorong salah satu anak saya untuk berbohong.

Kedua, berbohong adalah pilihan. Saat ada masalah, berbohong untuk menutupi sumber masalah atau untuk menghindari masalah akan selalu menjadi pilihan. Ada orang-orang yang mampu menahan diri dari berbohong, tapi kemampuan anak-anak masih mudah dikalahkan oleh nafsu mereka masing-masing. Itu alasannya kenapa anak saya berbohong. Dia tahu berbohong itu salah, tapi dia tidak mampu menahan diri dan memutuskan untuk berbohong demi gengsi.

Ketiga, bosan itu manusiawi. Sebaik apa pun sebuah kegiatan, kalau hal itu dilakukan terus-menerus, rasa bosan pasti akan datang. Itulah alasannya kenapa kebaikan itu lebih baik dilakukan sedikit-sedikit karena rasa bosannya akan lebih membebani bila dilakukan dalam jumlah banyak. Itu yang dirasakan oleh anak saya. Gengsi memang mendorong anak saya untuk berbohong, tapi rasa bosan juga memiliki peran krusial di situ. Gengsi untuk tetap "bersaing", tapi bosan untuk tetap bersaing membuat berbohong menjadi pilihan terbaik (baca: termudah).

Keempat, masalah dengan anak adalah berkah yang tersamarkan. Bila kita menyikapinya seperti sebuah kotoran yang harus dibuang keluar, berkah itu tidak akan sampai. Kita perlu menyikapinya sebagai sebuah kesempatan untuk lebih mengenal anak. Apa saja yang menjadi gengsinya, apa saja yang membuat dia bosan, apa saja yang mendorong dia untuk berbohong, sekuat apa tekad dia untuk menjadi orang jujur, kenapa dia tidak mau terbuka, dan banyak sekali pertanyaan lain yang dapat terjawab asalkan kita mau menanggapi masalah dia dengan bijaksana.

Tentu saja masih ada banyak pelajaran lain yang bisa saya bagikan di sini. Apalagi kalau terkait bohong, ada banyak sekali hal yang dapat saya temukan dalam diri anak-anak saya karena di balik kebohongan itu ada hal-hal yang sengaja disembunyikan dan menunggu untuk ditemukan. Asalkan kita cukup lihai menyelami masalah anak, semua itu dapat kita ungkap satu per satu. Ya, kan? 

--

*Gambar ditemukan lewat Google Search

Tidak ada komentar:

Posting Komentar